Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Jack valenti menuntut hak

Wawancara tempo dengan jack valenti mengenai kebe- basan mengedarkan film amerika di indonesia.

20 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Orang yang memimpin gugatan soal ketertutupan distribusi film Amerika di Indonesia berbicara pada TEMPO. Tampaknya, ia punya rencana bertahap. GEMPA yang mengguncangkan peredaran film di Indonesia sesung- guhnya sumbernya jauh berada di Amerika. Persisnya ada dalam diri Jack Valenti, Presiden Motion Picture Association of Amerika (MPAA). Orang itulah, bak seorang dirigen, memimpin orkes produser Amerika yang gemanya terdengar nyaring ke seluruh dunia, memainkan seruan untuk memperoleh kebebasan mengedarkan film produknya di mana-mana. Dan suara para pengusaha Hollywood ini memang tak bisa diabaikan. Dengan adanya UU Perdagangan AS yang dikenal dengan nama Super 301, Valenti bisa memaksa pemerintah AS menutup pintu impor dari negara yang menutup pasarnya terhadap MPAA. Adapun Valenti, 72 tahun, penyandang gelar M.B.A. dari Harvard University, memang piawai dalam melobi pemerintahnya. Mak- lum, ia pernah menjadi asisten urusan pers Presiden L.B. Johnson. Selain itu, sebagai pilot B25 dalam Perang Dunia II yang mengantungi sejumlah medali, pria yang berpenampilan seperti aktor Hollywood ini adalah pahlawan nasional. Berikut petikan wawancara khusus Bambang Harymurti dengan Valenti di markas besarnya di Washington, D.C.: Mengapa Anda tiba-tiba menargetkan Indonesia? Kami tak melakukannya secara tiba-tiba. Kami telah melakukan perundingan, melalui pembicaraan dengan Dubes Indonesia di AS sejak tahun lalu. Tujuan kami, agar kami mempunyai pasar terbuka di Indonesia. Kami menginginkan perlakuan yang sama di In- donesia seperti dialami pengusaha Indonesia di negara kami. Setiap perusahaan Indonesia dapat membuka kantor perwakilan di Amerika dan melakukan transaksi langsung dengan konsumen. Apa yang Anda sampaikan ke pemerintah Indonesia? Kami mengatakan bahwa kini kami tak dapat lagi mentoleransi kenyataan bahwa salah satu negara terbesar di dunia seperti Indonesia menutup pasarnya dari produk Amerika. Kami menuntut hak untuk membuka kantor perwakilan di Indonesia yang dapat melakukan transaksi langsung dengan para pemilik bioskop, kios video, ataupun stasiun televisi. Itu saja tak ada hal yang misterius, kok. Tapi ekspor tekstil Indonesia ke AS terkena batasan kuota. Saya tak tahu apa ada hambatan itu bagi produk Indonesia di luar film. Saya tak terlalu prihatin soal pembatasan kuota dibandingkan soal hak melakukan distribusi secara langsung. Tapi anggota Anda kok melakukan kesepakatan dengan organisasi yang memonopoli peredaran film di Indonesia? Kami melakukan negosiasi dengan pemerintah Anda yang berdaulat penuh. Pemerintah Indonesia menjanjikan, ini adalah langkah pertama menuju terbukanya pasar Indonesia. Kami harus mengambil langkah demi langkah. Saya tak mencoba untuk memaksa pemerintah Indonesia melakukan tindakan drastis. Bagaimana tingkat ketertutupan pasar Indonesia dibandingkan pasar lain di mata Anda? Tak ada negara lain -- yang ukurannya cukup besar -- yang menutup pasarnya terhadap produk kami. Korea, yang mulanya tertutup, kini sudah terbuka. Malaysia terbuka. India lebih terbuka daripada Indonesia, karena kami diperbolehkan membuka kantor perwakilan. Tak ada yang paralel dengan Indonesia di dunia dalam soal ini. Dengan banyak negara lain kami punya masalah lain, yakni dalam soal pembajakan. Sehingga kami ter- paksa membuat petisi terhadap Muangthai, karena negara itu tak melakukan apa-apa terhadap para pembajak. Anda optimistis dalam berhubungan dengan Indonesia? Saya tak tahu. Kami hanya dapat melihat dan menunggu apa yang akan terjadi. Pada dasarnya saya selalu penuh harapan, tapi kami percaya pada hasil nyata, bukan pada janji-janji. Memangnya berapa besar sih pasar Indonesia itu? Well, sekarang sih tidak besar karena adanya monopoli dan pagar perdagangan lainnya. Apa dengan begitu film Indonesia bisa masuk ke AS? Itu tergantung produk Anda. Ini bergantung pada manusia kreatif di belakangnya, dan di Indonesia Anda mempunyai banyak manusia yang sangat kreatif. Kami di AS juga memproduksi banyak film yang tak menghasilkan uang karena tak ada yang mau menontonnya. Tapi banyak juga film baik yang tak laku? Bagi saya, film yang baik adalah film yang berhasil menggaet banyak penonton. Film yang dipuji kritikus film belum tentu film baik, karena kritikus itu tak banyak jumlahnya. Jadi, Anda tak khawatir berkongsi dengan monopoli? Kami berhubungan dengan banyak pemegang monopoli di dunia. Di Meksiko hampir semua bioskop milik perusahaan pemerintah. Kami tak dapat melarang orang mendirikan bioskop. Kami pun berkeinginan mempunyai hak memiliki bioskop. Tapi sekarang yang penting di Indonesia adalah hak distribusi langsung dahulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus