Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IRAMA Jali-Jali meliuk-liuk memenuhi Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Sesaat kemudian, vokal biduanita mengalun menyanyikan lagu Betawi itu. Namun, malam itu, bukan gambang kromong dari Betawi yang memainkan tembang tersebut, melainkan orkes dari negeri di Asia Tengah, Kazakstan.
Jali-Jali mengalun diiringi aneka instrumen musik khas negara pecahan Uni Soviet itu. Bagian rhythm diserahkan kepada jajaran pemain dombra, sejenis gitar kecil dengan dua senar berbadan bulat. Adapun melodinya dibawakan oleh kobyz, instrumen empat senar dengan rupa dan suara mirip biola—hanya, kobyz dimainkan secara tegak dan dijepit di antara kedua paha.
Selasa malam dua pekan lalu itu, Otyrar Sazy, kelompok folk orkestra asal Kazakstan, membawakan tembang tradisional Betawi tersebut. Sang penyanyi, Altinay Zhorabayeva, salah seorang biduanita cukup terkenal di Kazakstan, melantunkan lirik Jali-Jali dengan bagus. Hampir tak terdengar logat asing dalam vokalnya.
Zhorabayeva bersama beberapa penyanyi lain, seperti penyanyi soprano Nurzhamal Usenbayeva dan penyanyi tenor Medet Chotabaev, tampil mengisi konser musik pada Festival Kebudayaan Kazakhstan yang digelar di Taman Ismail Marzuki, 13 Mei lalu. Ini merupakan festival balasan setelah duta kebudayaan Indonesia mengadakan festival serupa di ibu kota Kazakstan, Astana, pada September tahun lalu. Kala itu, Indonesia membawakan pertunjukan tari daerah dan pameran kain tradisional. Juga pemutaran beberapa film, seperti Habibie & Ainun, Laskar Pelangi, Merah Putih, serta Demi Ucok.
Selain Jali-Jali, di awal konser, Otyrar Sazy membawakan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dua lagu Indonesia lain yang mereka mainkan adalah Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki dan Untuk Bumi Kita yang dilantunkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Lagu-lagu Indonesia yang kami mainkan malam ini sangat menarik dan memiliki keindahan masing-masing," kata konduktor orkestra, Erbolat Akhmediarov, ketika ditemui seusai konser. Ia mencontohkan lagu Indonesia Pusaka yang bermuatan nasionalisme, tapi di saat yang sama memiliki melodi yang menyejukkan bahkan meditatif.
Menurut Akhmediarov, mereka mempelajari lagu-lagu Indonesia itu dari YouTube dan situs Internet lainnya. "Untungnya kami tidak menemukan kesulitan memainkan lagu-lagu itu dengan orkes kami," ujarnya. Orkes itu juga membawakan lagu rakyat Kazakstan. Salah satunya Adai, lagu yang didominasi permainan dombra yang cepat dan aroma musik padang pasir. Akhmediarov menyebutkan kelompok orkes yang dibawa ke Indonesia itu tergolong tak terlalu besar, hanya 24 orang. "Di Kazakstan, pemain orkes ini bisa mencapai 57 orang," katanya.
Malam itu para awak orkes tersebut unjuk memainkan instrumen masing-masing. Contohnya penampilan tiga pemain dombra yang menampilkan kyui, komposisi musik instrumental. Ketiganya memamerkan beberapa teknik permainan, dari strumming dengan kecepatan tinggi, mengetuk dan memukul badan dombra—yang terbuat dari kayu—bagai perkusi, sampai memainkannya sambil menjentikkan jari. Kadang mereka menyelipkan adegan konyol: memetik dombra dengan satu tangan, sementara tangan yang lain bergaya layaknya sedang mengusir nyamuk.
Ada pula alat musik unik, shan kobyz, yang dibunyikan di sela-sela permainan kuartet pemain zhetygen—alat musik mirip kecapi. Shan kobyz terbuat dari metal yang bentuknya mengingatkan pada pinset, dengan "lidah" besi tipis di bagian tengahnya. Ketika shan kobyz dijepit dengan bibir dan lidahnya dipetik, alat musik itu mengeluarkan bunyi "towew" yang komikal. Itu mengundang tawa 1.500-an penonton yang memenuhi Teater Besar.
Ratnaning Asih
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo