Sebuah film produksi Pemda Timor Timur yang terlalu sarat misi. Sonia bermain lumayan. ADA berbagai "Romeo" dan "Juliet" yang menderita ketika pecah perang saudara di Timor Timur. Salah satunya adalah Manuel (diperankan Ryan Hidayat) dan Ana Meifita Alfredo (Sonia Dora Carrascalao). Keluarga Alfredo adalah pendukung integrasi, sementara ayah Manuel berpihak pada Fretilin. Jadi, bayangkanlah bagaimana kedua insan yang sejak SMA sudah bercinta-cintaan di padang rumput itu menjadi patah hati. Pada jam pertama film yang dibiayai Pemda Tim-Tim dengan PT Bola Dunia Film ini, kita berkenalan dengan suasana Tim-Tim pada masa pejajahan Portugis. Dialog di antara para tokoh masih dilakukan dalam bahasa Portugis. Itu semua, harus diakui, dikerjakan dengan cermat dan editing yang rapi. Tapi kelebihan itu tenggelam ketika kita mulai disuguhi berbagai pesan sponsor. Ketika Manuel dkk. mulai menggeledah rumah penduduk yang pro-partai UDT, Apodeti, Kota, dan Trabalhista, terlihatlah anggota Fretilin yang bengis, brutal dan menjijikkan. Mereka membunuh rakyat bak binatang, mereka memperkosa setiap wanita, dan mereka bahkan -tanpa ampun -menembak kawan sendiri jika dianggap tidak setia. Lantas ada lagi adegan tentara Indonesia memberikan "ceramah" kepada rekannya agar memperlakukan musuh sebaik-baiknya. "Kita ke sini bukan untuk saling membunuh," katanya dengan nada arif. Mungkin Dimas ingin memperlihatkan aspek kemanusiaan kita. Namun, mendengarkan ceramah filosofis di tengah hutan akhirnya terasa nyinyir. Boleh saja adegan-adegan ini dianggap realita. Dan boleh saja menganggap betapa kejam dan brutalnya Fretilin. Tapi penggambaran dan penyampaian yang sangat hitam-putih senantiasa membuat penonton mempertanyakan sisi lain yang tidak muncul. Lebih menggelikan lagi melihat Sonia Carrascalao, yang pada awal cerita selalu berbahasa Portugis, mendadak sontak fasih berbahasa Indonesia ketika Tim-Tim sudah bergabung dengan Indonesia. Mbok ya, diberi adegan "masa transisi". Memang, sebagai pemain pemula, akting Sonia -nominasi pemeran utama wanita terbaik FFI lalu -tidak terlalu jelek. Tapi untuk dis- ejajarkan dengan Lydia Kandou, Dian Nitami, dan bahkan melibas Meriam Bellina, rasanya berlebihan. Film ini diakhiri dengan Manuel yang insyaf, Manuel yang menyumbang darah pada Sonia yang kecelakaan, dan Manuel yang berpegang tangan dengan kekasihnya. Ringkasnya, happy ending. Tapi kita tak tahu nasib ayah Ana -di tengah film diperlihatkan sebagai pasien rumah sakit jiwa. Justru adegan yang sekelebat itu adalah satu-satunya adegan yang menyentuh, realistis, dan gemilang. Kenapa Dimas Haring tidak menyelesaikan nasib sang ayah? Leila S. Chudori LANGlT KEMBALI BIRU Pemain: Sonia Dora Carascalao, Ryan Hidayat Cerita/Skenario: Dimas Haring dan Dias Cimenes Sutradara: Dimas Haring Produksi: PT Bola Dunia Film dan Pemda Tim-Tim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini