CHRIS Manusama diberitahu kawannya, bahwa lagunya yang berjudul
Kidung dinyanyikan oleh The Blue Diamonds. Untuk itu ia harus
menghubungi Remaco sebagai perekam, untuk menerima imbalan
sebesar Rp 150 ribu. Chris sendiri belum sempat mendengar
rekaman itu. "Saya hanya tahu The Blue Diamonds dengan gayanya
yang kuno dulu," katanya.
Malam Minggu pertama bulan ini, kedua sinyo hitam asal Negeri
Belanda itu tampak di layar TV. Tidak hanya membawakan lagu
Chris, tetapi juga memberondong antaranya lagu Pelangi ciptaan
Koes Plus dan kemudian berakhir dengan 273432 ciptaan Harius.
Victor Wood
Kini di pasaran sudah beredar kaset mereka -- menyanyikan
sebelas lagu Indonesia, plus Ramona yang pernah menjadi hit duet
itu pada masa jayanya. Kaset ini didukung oleh musik Syafi'ie
Glimboh dan memakai label Remaco. Cara membawakannya manis,
kompak tetapi tetap sederhana sebagaimana memang watak mereka.
Orang kata duet itu adalah anak Semarang pada mulanya. Mereka
dibesarkan di alam Indonesia sehingga memiliki ekspresi yang
lebih lembut dari kebanyakan penyanyi mancanegara. Kalau bahasa
Indonesianya masih luwes kedengaran, kita tidak perlu heran,
karena Victor Wood sendiri yang tak pernah tinggal di Indonesia
begitu baik berbahasa Indonesia dalam kaset Anak.
Dengan kaset ini, beberapa lagu Indonesia jadi terasa bertambah
mantap. Lagu Kidung dan Pelangi misalnya, dua buah lagu yang
berulang-ulang pindah mulut di antara para penyanyi. Keunggulan
duet indo ini terutama pada kepaduan suaranya. Kita seakan
mendengar satu suara, padahal jelas dari dua mulut --seperti
juga The Everly Brothers dari Amerika yang tersohor di tahun
60-an.
Musik yang dikerjakan Syafi'ie juga terdengar lebih spesial
dibandingkan yang mengiringi penyanyi lokal. Banyak hal rupanya
dikerahkan dengan serius-satu hal yang tentu saja menimbulkan
kecemburuan. Seakan perlakuan terhadap penyanyi negeri sendiri
tidak sehebat terhadap penyanyi seberang, ini bahkan sudah
terasa pada musik yang mengiringi Victor Wood.
Rekaman The Blue Diamonds sebenarnya tidak terlalu spesial --
hanya tampak profesional. Kontrol terjaga dengan baik. Juga-di
TV, meskipun gayanya sudah kuno, toh mereka terasa
berpengalaman. Gerak-geriknya sederhana tapi cukup menarik --
hal yang kadang sulit dilakukan penyanyi pop kita sendiri.
Ini adalah bukti kedua untuk ancaman terhadap rezeki penyanyi
nasional -- oleh perusahaan rekaman nasional sendiri. Ketika
muncul kaset Victor Wood, bahaya tersebut hanya merupakan
bayang-bayang. Kaset ini lebih menjelaskan lagi, karena tindakan
yang konkrit baik dari Papiko, Ikari ataupun kelompok artis
lainnya belum kelihatan efektif. Paling satu dua orang
mengumpat.
Chris Manusama sendiri hanya menggerutu. Ia jelas berkeberatan
terhadap cara-cara produser, sebelum minta izin pengarang lagu.
Tapi kalau begitu kenapa tidak menolak saja? "Seandainya
menolak, produser bisa saja melaksanakan niatnya itu -- tanpa
ada kejelasan hukum." Lesu, memang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini