Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
|
Syahdan, Ichabod Crane (Johnny Depp), seorang detektif, datang meluncur ke kota kecil hitam itu dengan gaya yang tengil dan sok tahu. Para hakim di New York City sengaja mengirimnya karena bosan melihat tingkahnya yang kerap kritis. Belum lagi ketahuan kemampuannya, kehadiran Crane berhasil menghidupkan asa penduduk. Dia dianggap bisa mengembalikan ketenangan desa itu. Keyakinan warga desa semakin tebal setelah melihat aksi Crane, yang tak percaya takhayul, menelusuri misteri pembunuhan berseri itu dengan cara pemecahan kasus yang modern.
Toh, pembunuhan terus terjadi. Dan Crane malah sibuk menggali cinta wanita berkulit porselen, Katrina van Tassle (Christina Ricci), putri dari keluarga terpandang, sementara gaya investigasinya yang modern itu tak kunjung memecahkan misteri. Kepala-kepala terus menggelundung bak kelapa yang jatuh dari pohonnya. Dan saat menyaksikan rupa sang hantu, Crane malah berniat pulang ke kampungnya.
Segelap apa pun, Sleepy Hollow juga menyajikan sebuah komedi. Pemenggalan kepala yang lazimnya terasa mengerikan itu menjadi hiburan segar karena ada sekuncup wig (rambut palsu) yang terlepas saat leher tertebas. Ada lagi adegan mayat yang berjalan tanpa kepala, yang lazimnya muncul di film-film misteri dengan keinginan mengejutkan penonton, yang malah dibuat sebagai sebuah adegan yang komikal. Tentu saja adegan-adegan yang lebih menunjukkan dramaturgi komik adalah kemampuan sutradara Tim Burton yang utama (lihat film Batman). Apalagi akting Johnny Depp, aktor kesayangan Burtonsebelumnya, mereka bekerja sama dalam Edward Scissorhands (1990) dan Ed Wood (1994), begitu sempurna melakonkan Crane yang ganteng tapi dungu itu. Film ini, seperti karya-karya Burton yang lainnya, menjadi film serius dengan penyajian yang komikal, baik dalam esensi sinematik maupun spirit.
Hasilnya, film ini bak serangkaian lembaran komik. Ini sesungguhnya tak aneh mengingat perjalanan karir lulusan Institut Seni California itu dimulai di Studio Disney sebagai asisten animator. Pengaruh animasi memang kuat dalam film-filmnya. Kerja yang sempurna itulah yang menyebabkan film ini mampu menyisihkan film Anna and the Kingjuga memiliki tata artistik yang kuatsebagai pemenang Academy Awards tahun ini untuk kategori tata artistik terbaik. Prestasi serupa pernah diraih tim Tim Burton, pada 1989, untuk film Batman.
Film ini menghabiskan dana sekitar US$ 1,3 juta dan memang mementingkan tata artistik dan gambar yang tidak biasa. Dengan desain yang rinci dan cermat, komposisi cahaya yang cemerlang, arsitektur bangunan yang mendekati aslinya, serta detail busana dan tata rias pemainnya yang berhasil menyuguhkan visualisasi kehidupan sebuah desa di Inggris pada abad ke-18, film ini memang layak diganjar penghargaan. Dengan gambar yang pucat, lembap, dan getir, Sleepy mampu menangkap roh kehidupan masyarakat di masa itu, lengkap dengan ketakutan yang menyergap penduduk desa. Keindahan yang tampak sempurna dengan permainan trik kamera dan make-up boneka kepala tertebas yang terlihat dingin tanpa ekspresi membuat adegan-adegan sadis Sleepy terasa menjadi nyata.
Toh, di balik semua keindahan itu, hampir sepanjang pertunjukan, Sleepy disesaki adegan kekerasan yang disajikan dengan teramat vulgar. Darah yang muncrat dan leher yang tertebas sesungguhnya bukanlah sebuah citra yang nikmat dipandang. Namun, bagi Hollywood, sadisme bukanlah dosa, melainkan justru ladang uang. Bagi mereka, tak ada yang salah karena sadisme bisa menjadi pemandangan yang artistik dan indah. Dan itulah efek dramaturgi komik yang berpengaruh pada film-film Burton. Batman, Batman Returns, Edward Scissorhands, serta Ed Wood dibuat berdasarkan konsep ini, sehingga betapapun gelap dan sadisnya representasi kekerasan, "kekerasan" itu adalah kekerasan komik dan kartun. Betapapun pahit dan gelapnya, representasi gaya komik Burton itu tidak akan mengirim rasa cemas yang mengganggu.
Irfan Budiman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo