Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Di Balik Lipatan Kertas Fulus

Pura Barutama menang tender sebagai pemasok tunggal kertas uang. Tapi mengapa Yayasan Kesejahteraan Karyawan BI ikut diajak dalam proyek itu?

30 April 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANGAN kaget jika kelak dari lembaran uang sepuluh ribu rupiah Anda meruap bau tak sedap: monopoli dan kolusi. Aroma ini tercium menyusul munculnya Pura Barutama sebagai pemenang tender pengadaan kertas uang untuk Perusahaan Umum Percetakan Uang Negara Republik Indonesia (Perum Peruri), Desember silam.

Semerbak monopoli di balik pengadaan kertas uang ini memang tak terbantahkan. Maklum, hanya Pura Barutama yang mengantongi izin sebagai produsen tunggal kertas uang setelah memenangi tender yang diadakan oleh Bank Indonesia (BI). Selain lembaran sepuluh ribu rupiah, anak perusahaan Grup Pura (Pusaka Raya) dari Kudus, Jawa Tengah, ini juga memasok kertas untuk lembaran uang seribu dan lima ribu rupiah.

Tudingan monopoli ini dengan mudah ditangkis BI dengan mengajukan dalih keamanan dalam bisnis kertas uang. Dengan menunjuk satu perusahaan pemasok kertas uang, peluang munculnya tangan-tangan jahil yang memalsukan rupiah akan berkurang. Bayangkan, hingga Maret silam, tercatat Rp 4,97 miliar uang palsu beredar di Indonesia.

Lalu, bagaimana sampai bau kolusi itu tercium ke luar? Adalah Crane & Co Paper Makers dari Amerika Serikat, Portals Limited (Inggris), dan konsultan industri kertas asal London, William Heatchliffe & Partners, yang melayangkan surat ke Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan direksi Peruri. Isinya, selain meragukan kemampuan teknis Pura Barutama, para pemasok kertas uang ini juga menuding keterlibatan petinggi BI di balik mulusnya tender yang dimenangi Pura Barutama.

Tudingan kolusi ini serta-merta dibantah oleh Direktur Produksi Pura Barutama, Edy Soesanto Soewandi. Ia menuturkan, pihaknya berhasil menggaet kontrak karena berani menawarkan harga murah. Pura menawarkan harga US$ 98,76 per rim untuk uang kertas pecahan Rp 5.000 dan US$ 96,55 per rim untuk Rp 1.000, ketika Portals Limited menawarkan harga lebih mahal: US$ 108,68 per rim untuk Rp 5.000 dan US$ 101,74 per rim untuk Rp 1.000.

Selain lebih murah, Pura Barutama sebenarnya bukan rekanan asing bagi BI. Pada tahun sebelumnya, perusahaan ini juga berhasil mengantongi tender untuk kertas uang Rp 100 dengan nilai kontrak US$ 3 juta. Sedangkan dari kontrak baru untuk pengadaan 1.500 ton kertas fulus selama setahun, Pura bakal mengantongi US$ 7 juta.

Belum jelas benar berapa nilai bersih keuntungan yang mereka kantongi. Edy, sejauh ini, cuma memperkirakan pendapatan perusahaannya bakal turun sekitar US$ 500 ribu gara-gara nekat memasang harga lebih rendah dalam tender tersebut.

Hingga di sini, tak ada masalah. Tidak tercium patgulipat bisnis di balik tender kertas uang di bank sentral itu. Benarkah demikian? Ternyata tidak juga. Ada bau-bau kolusi di sana. Grup Pura pada Maret lalu ternyata mendirikan Pura Binaka Mandiri (PBM), yang bergerak di bidang security paper, misalnya hologram dan cukai rokok—bisnis yang sebenarnya telah lama ditekuni oleh Pura Barutama.

Usut punya usut, dalam pendirian PBM ini ternyata ada "tangan" Yayasan Kesejahteraan Karyawan BI (YKK BI) dan Pura Barutama yang masing-masing menyumbang 40 persen dan 60 persen saham dari total investasi PBM sebesar US$ 40 juta. Akibatnya, PBM pun dituding sebagai "proyek thank you"-nya Pura Barutama kepada BI. Direktur Utama YKK BI, Dudung Syarifudin, menepis tudingan ini. Dudung juga membantah bahwa PBM akan menerima pengalihan proyek pengadaan kertas uang dari tender yang telah dimenangi oleh Pura Barutama sebelumnya.

Lalu, dari mana PBM akan mengais untung? Bisa jadi PBM akan mengincar pelanggan dari Grup Pura atau bersiap untuk berekspansi meraih pasar yang lebih besar. Maklum, Pura Barutama, yang berdiri sejak 1908, telah menguasai 70 persen pangsa pasar security paper di Indonesia. Walhasil, jika bisnis PBM lancar, ini akan menjadi semacam simbiosis mutualisme yang menguntungkan Pura Barutama dan BI. Pura Barutama tetap bisa "memelihara" Bank Indonesia sebagai pelanggan utamanya, di saat yang sama pundi-pundi uang YKK BI akan semakin membuncit. Semua senang, kan?

Widjajanto, Iwan Setiawan, dan Bandelan Amarudin (Kudus)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus