Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kesurupan, baru nyanyi

Minat terhadap musik jazz kelihatan bertambah dan kaset jazz pribumi pun makin banyak. muncul beberapa penyanyi seperti: margie segers, rien djamain, tapi musisi jazz kita miskin dalam mencipta lagu.

19 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANPA banyak cing-cong, Margie Segers--lewat kasetnya yang barusan beredar-- unjuk kebolehan lagi dalam mengolah suara. Dan kembali cewek usia 31 tahun penggemar Sarah Vaughan, Nancy Wilson dan George Benson itu berdiri di tengah atau malah di depan barisan. Di antara sejibun penyanyi kita, Margie ternyata hampir merupakan satusatunya orang yang bisa pas membawakan lagu-lagu berirama jazz, juga menampilkannya di pentas. Meskipun, menurut salah seorang musikus jazz kita, Mus Mualim, "dia belum masuk sebagai penyanyi jazz yang sebenarnya." Untuk itu, kata Mus lagi, improvisasi harus kaya dan penguasaan harmoni mesti jempolan. Itulah sebabnya, dalam pandangan Mus, satu-satunya penyanyi jazz Indonesia ialah Bing Slamet almarhum. Sedang Rien Djamain misalnya--yang sering menyanyi bersama kelompok Abadi Soesman -- dianggapnya bukan penyanyi jazz. "Dia cuma bervariasi dalam menyanyi." Rien sendiri mengaku hal itu, meski mungkin saja untuk merendah. "Ah, saya memang bukan penyanyi jazz," katanya. Tapi apa sih sulitnya rnenyanyi jazz? "Jazz harus dihayati benar-benar, sehingga ketika menyanyi kita seakan dalam keadaan trance, kesurupan," kata Margie. Kecuali itu, tubuh harus sehat. Ia misalnya, selama ini rajin melakukan jogging 30 menil tiap pagi. "Sebab, kalau badan tidak segar, rasanya tidak ada mood untuk improvisasi." Dua bungkus rokok kretek yang dihabitannya dalam sehari, sama sekali tak diperhitungkannya sebagai hambatan. Yang paling penting adalah: "harus punya dasar". Dan cewek Ambon yang bertemu dengan Jack Lesmana 1971 dan menjuarai Festial Jazz 1979 itu menyebut, dasar yang dikuasainya sebelum memasuki jazz adalah blues. Kedua jenis itu memang membutuhkan kemampuan olah vokal yang tak sembarang. Dalam keleluasaan memainkannya, justru terletak kunci harmoni. Atau dalarn kalimat Rien Djamain, 24 tahun, "Jazz itu santai dan bebas. Tinggal apakah penyanyinya bisa berimprovisasi atau tidak." Lebih dari itu, penyanyi yang -- seperti Margie -- juga menggemari Nancy Wilson dan mengenal Jazz lewat Jack Lesmana (1975) itu tak bisa bilang apa-apa Yang persis diketahuinya ialah bahwa dulu "saya sering melamun: kapan saya bisa menyanyi Jazz" Ternyata lamunan itu memang tak mudah diwujudkan "Jazz itu selektif-baik pemain, penyanyi maupun publiknya," kata Mus Mualim. Hanya bakat saja, seperti yang dimiliki Margie, kurang cukup. "la seharusnya didukung oleh band yang kuat." Dan itu juga berarti dibutuhkannya keakraban untuk terus menerus bergaul dengan ritme. Broery Pesolima misalnya, meski punya potensi suara yang jarang dimiliki orang, karena ia angin-anginan, hasil yang dicapainya tak kukuh benar. Margie juga memberi contoh lain. Lagu Citra (Cornel Simanjuntak) yang dinyanyikan dalam kaset terbarunya, dianggapnya sangat sulit. Alasannya: "belum kenal betul". Padahal, secara teknis ia terbilang bersih. Toh di samping ketiga penyanyi tersebut, belakangan beberapa nama berani juga mencoba--antara lain Jackie, Nunung Wardiman dan Dhenok Wahyudi. leberapa kelompok pun kini tengah mengarah kepada jazz--dengan beberapa catatan yang masih perlu diusut: Transs, Chaseiro. Namun kelompok yang sejak beberapa tahun ini mengkhususkan diri pada jazz--di luar Jack Lesmana dan Bubby Chen--hanya kelompok Ireng Maulana, Yopie Item dan Abadi Soesman. Yang paling menonjol--juga dalam hal seringnya mereka muncul di berbagai kesempatan atau rekaman--kelompok Ireng itu. Dan musik mereka jugalah yang terdengar dalam kaset Margie tadi. Terlepas dari penilaian Mus bahwa banyak aransemen.musik jazz Indonesia yang "masih kosong", lakunya jazz pribumi toh menggembirakan. Setidak-tidaknya minat orang muda remaja untuk memainkan atau mendengar jenis musik yang satu itu memang sedang bertambah, kini. Yang nampak tidak berkembang malah para pencipta lagunya. Hampir tak ada nomor-nomor berarti yang diciptakan musisi jazz kita. Selain Jack dan Indra Lesmana, baru Embong (jagoan saxophone dan flute) yang terdengar mencipta. Ireng dan Yopie entah kenapa hanya asyik memainkan komposisi orang atau paling banter menyusun aransemen. Bahkan untuk lagu-lagu pop yang cengeng--kalau tak lagu-lagu lama. Sehingga makin terasa, betapa miskinnya dunia penciptaan musik di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus