Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shoot ’Em Up Sutradara dan skenario: Michael Davis Pemain: Clive Owen, Paul Giamatti, Monica Bellucci Distributor: New Line Cinema
LELAKI itu duduk di sebuah halte bus. Entah apa yang ada di kepalanya. Dia hanya sibuk mengunyah wortel, yang kadang dicelupkan ke dalam secangkir kopi. Alih-alih dia mendapatkan bus yang ditunggunya, seorang perempuan hamil yang tergopoh ketakutan melintas di depannya. Tak lama kemudian, datang lelaki menenteng pistol. Gelagat tak bagus….
Lelaki pengunyah wortel itu langsung bangkit. Benar saja. Di sebuah ruang kosong, nyaris saja pembantaian itu terjadi. Pria jahat menginginkan kematian si perempuan. Gagal? Ya iyalah…. Lelaki dengan wortel itu menjadi pahlawan. Dia menggasak si pria jahat dengan wortelnya. Di ruang itu pula, saat dar-der-dor pistol bernyanyi, perempuan hamil itu melahirkan seorang bayi lelaki. Satu letusan pistol dilepaskan untuk memutus ari-ari si bayi.
Sayang, sang ibu akhirnya tewas tertembak rombongan berpistol yang datang belakangan. Lelaki dengan wortel itu pun ketempuhan. Mana tega dia membiarkan si bayi sendirian. Dia bergegas membawa si bayi kabur menghindari kejaran orang-orang yang menginginkannya.
Siapakah lelaki dengan wortel itu? Tidak ada yang tahu jelas jati dirinya. Namanya hanya Smith. ”Orang Inggris yang berbahaya,” katanya. Dia seperti tokoh jagoan dalam film koboi—yang entah datang dari mana tapi lihai membunuh dengan pistolnya. Lalu kenapa dia mati-matian menyelamatkan sang bayi? Apa yang ingin dia dapatkan sebenarnya?
Simpan saja pertanyaan-pertanyaan itu, lalu ikuti petualangan Smith berikutnya. Michael Davis, sang sutradara Shoot ’Em Up, sepertinya memang ingin mengajak bertualang melalui tokoh-tokohnya, seperti Smith (Clive Owen), si mesin pembunuh, lalu Donna (Monica Bellucci), pelacur kelas tinggi yang mau mengurus si bayi, dan Hertz (David Giamatti), lelaki yang memimpin perburuan si bayi, yang luar biasa bengis dan banyak akalnya.
Tapi, ya itu tadi, Shoot… sama sekali tak peduli dengan sebab-akibat. Davis mengeliminasi semua latar belakang tokohnya. Seperti di dalam kehidupan nyata, orang-orang ini muncul begitu saja tanpa membawa pelengkap jati diri. Dia hanya menyuguhkan sebuah pesta bunyi letusan pistol yang bersahutan sepanjang pertunjukan, persis saat film ini dimulai sampai di ujung cerita. Letusan pistol dalam film ini seperti bunyi petasan rentet, yang bikin kuping pekak, kaget, tapi menyenangkan.
Tentu saja ini bukan hal baru. Pendahulu sebelum Davis sudah berderet: Quentin Tarantino, Robert Rodriguez, atau Guy Ritchie. Mereka punya energi yang sama menghamburkan dan bermain-main dengan kekerasan. Di ranah yang lain, ada nama John Woo, yang menjadi penembus masuknya pengaruh film Hong Kong ke Hollywood. Gaya tembak-menembak yang dikemas Woo begitu mempesona Hollywood. Pengaruh itu, yakni koreografi gaya tembak-menembak, bisa dilihat dalam beberapa film. Matrix adalah salah satu turunannya.
Nah, semua gaya para maestro itulah yang diramu kembali oleh Davis dengan dibalut keinginan untuk menampilkan sesuatu yang segar. Dalam hal ini, Davis beroleh ide segar, yakni adegan saat Smith bercinta dengan Donna. Saat asyik itulah tiba-tiba para pembunuh datang. Uniknya, tubuh mereka tak jua berpisah. Sambil terus bercinta, Smith membalas tembakan para penjahat tersebut. Nakal tapi juga menarik.
Namun, di luar itu, pengaruh para sutradara itu begitu lekat di setiap adegan. Gaya menembak sambil melompat atau terbang sudah menjadi ciri khas John Woo, atau adegan menembaki deretan huruf di lampu neon untuk meledek musuhnya. Eh, ada juga cuplikan acara yang muncul di televisi. Quentin banget.
Di adegan lain, buah wortel yang menjadi alat pembunuh juga bukan hal baru. Dalam Lock Stock and Two Smoking Barrels, Guy Ritchie memakai dildo—sebuah alat bantu seks—sebagai senjata untuk membunuh. Nah, sulit memang. Ke mana-mana seperti sudah ada pagarnya.
Namun, lepas dari semua itu, Davis memang sedang bermain-main. Termasuk dengan wortelnya. Dengan sayuran ini, Davis menegaskan Shoot… tak ubahnya seperti film kartun. Smith adalah tokoh Looney Tunes, si kelinci jagoan yang tidak pernah kalah oleh musuh-musuhnya. Alhasil, seperti dalam film kartun, apa pun menjadi mungkin, termasuk bayi yang tetap sehat meski tanpa minum susu dan terbanting-banting.
Irfan Budiman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo