Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Koleksi Juragan Smailing Tour

Rudy Akili mendirikan museum di perumahan di Kedoya, Jakarta. Masyarakat umum bisa menikmati, dengan perjanjian kunjungan.

16 April 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdiri di salah satu blok perumahan Mutiara Kedoya, museum Rudy Akili tak terlihat mencolok. Rudy adalah pendiri PT Smailing Tour, salah satu perusahaan jasa pelayanan perjalanan terbesar di Indonesia. Dia mengubah sebagian lahan rumahnya untuk mendirikan museum.

Memasuki Museum Akili, yang dirancang oleh arsitek Jeffry Budiman, terasa adem, teduh. Terdapat beberapa bangunan mengelilingi lapangan rumput luas, pepohonan berjajar, dan sebuah kolam renang persegi empat di samping museum. Dengan luas tanah sekitar 2.600 meter persegi, bangunan utamanya berbentuk kotak, seperti berundak dengan tiga lantai. Bangunan ini mengambil ide dasar candi.

Di bagian depan samping museum terdapat ruang pertemuan, tempat bertemu dan berdiskusi para pencinta seni. Museum juga dilengkapi sayap bangunan untuk perpustakaan dan fasilitas penginapan. Di sebuah ruangan berdinding kaca, sebuah lukisan karya Mangu Putra dengan gambar anak-anak setengah telanjang memegang bendera berjudul Hari Merdeka berukuran 145 x 195 sentimeter mendominasi ruangan.

Saat memasuki museum, sebuah karya Eko Nugroho berupa patung berkepala tokoh film anak-anak Jepang setengah menunduk, memakai jumper biru dan sepatu kets serta memegang pedang di depan dada menyambut pengunjung. Dinding-dinding ruang lantai pertama kosong. Demikian juga lantai 2. "Memang kami kosongkan untuk persiapan pameran bulan depan," ujar Rudy, 7 April lalu.

Di lantai 3, empat sisi dinding masih dipenuhi lukisan para maestro dan pelukis kondang dunia. Ada lukisan Hendra Gunawan, Affandi, Le Mayeur, Wu Guan Zhong, Zhan Kian Jun, dan Manolo Voldes. Ada pula kenang-kenangan dari Ketua Masyarakat Pelukis Cat Minyak Cina Zhang Jianjun. Beberapa lukisan seniman muda, seperti Agus Triyanto B.R. dan Dewa Gede Ratayoga, juga tergantung sama tinggi dengan lukisan para maestro itu.

Lukisan dan patung tersebut hanya sebagian dari ratusan koleksi Rudy. Dia mulai mengumpulkan lukisan, patung, dan seni instalasi sejak 1998. Lukisan pertama yang ia miliki adalah karya Djoko Pekik. "Awalnya, ya, cuma seneng lihat saja, baru mulai koleksi satu demi satu," ujar ayah lima anak ini. Rudy mengatakan tak mempelajari secara khusus seni rupa. Dengan pengetahuan otodidaktik dan kebiasaan melihat, serta banyak bergaul dengan kolektor, dia mengasah pemahaman seninya.

Dari pengalamannya, Rudy sedikit-banyak mengetahui lukisan palsu, terutama lukisan lama Indonesia. "Hanya butuh 30 detik pertama untuk mengenali keaslian suatu lukisan. Dilihat dari kesan pertama, 70-80 persen bisa tahu. Insting juga bicara, meski tak selalu benar," ujarnya. Untuk meyakinkan saat membeli lukisan, dia selalu berkonsultasi kepada seseorang yang paham benar.

Mendapatkan karya seni, bagi Rudy, seperti mendapatkan jodoh. Dia lebih suka mengoleksi karya seniman yang dikenalnya. Dengan begitu, ia merasa lebih mendalami emosi si seniman. Pria ini membuat museum pribadi sebagai bagian dari hobi dan ingin berbagi dengan masyarakat. "Sayang kalau ditaruh di rumah saja, untuk mereka yang senang dan mendalami seni," ujarnya.

Dia juga berharap tempatnya itu bisa menjadi wadah para seniman lokal dan mancanegara berkumpul. Selain untuk memperluas jaringan, museum ini buat mengapresiasi para seniman, khususnya seniman muda. Tak mengherankan, sejak 2008, Rudy memberikan penghargaan dan beasiswa kepada seniman muda berbakat. Dia mengirim tiga seniman ke Cina selama setahun untuk menambah wawasan di Negeri Panda itu.

Membuat museum memang tak murah karena harus memperhatikan perawatan koleksi dengan sangat hati-hati. Apalagi banyak karya seni yang usianya puluhan tahun. "Yang penting asal jangan lembap, kena matahari langsung." Untuk merawat semua koleksinya, Rudy membayar tiga asisten khusus.

Dian Yuliastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus