LENIN & REVOLUSI RUSIA Pada 1917, gelombang sejarah melanda bumi Rusia. Pada bulan Februari, monarki Tsar Nicholas II dihantam oleh tentara. Menyusul kudeta oleh kaum Bolsyewik pada revolusi Oktober. Namun, bertentangan dengan teks buku sejarah resmi, Harrison E. Salisbury, pemegang hadiah Pulitzer, dalam bukunya Black Night White Snow membongkar kurangnya peranan Lenin dalam peristiwa itu. Kronologis Revolusi Rusia: * 1898: Berdiri Partai Sosial Demokrat (PSD) oleh George Plekhanov, dengan program terbentuknya masyarakat sosialistis. Ini merupakan manifestasi ketidakpuasan terhadap pemerintahan Tsar. Waktu itu sudah ada dua oposisi lain: Golongan Liberal yang menghendaki monarki berkonstitusi, dan golongan Sosialis Revolusioner yang beranggotakan petani dan cendekiawan. * 1903: PSD pecah, jadi Mensyewik dipimpin oleh Plekhanov dan kemudian Kerensky dan Bolsyewik, dipimpin oleh Vledimir Ulyanov yang kemudian lebih terkenal dengan nama samarannya, Lenin. * 1905: Ketidakpuasan rakyat terhadap Tsar makin menjadi, setelah Rusia kalah perang melawan Jepang. Demonstrasi dan pemogokan di mana-mana. Sampai akhirnya Tsar Nicholas II mengumumkan Manifesto Oktober, menjanjikan dibentuknya duma (parlemen) dan monarki berkonstitusi. Oposisi radikal menolak tawaran itu, sementara golongan moderat menerimanya. Oposisi pecah, memudahkan Tsar Nicholas II menangkapi pimpinan oposisi. * 1906: Tsar Nicholas II kembali menguasai keadaan. Demonstrasi patah, tapi berdiri juga monarki berkonstitusi dan terbentuk duma. * 1917: Rusia kalah dalam Perang Dunia I. Ekonomi makin buruk, tentara mengalami demoralisasi. Kembali muncul gerakan menjatuhkan Tsar. -- 15 Februari: (menurut penanggalan Rusia lama) Tsar Nicholas II jatuh, dan berakhirlah Dinasti Romanov yang berusia 300 tahun. Kelompok Liberal memegang pemerintahan, tapi ternyata menolak mengadakan pembaruan. -- Juni: Mensyewik dan Bolsyewik kompak mengkudeta pemerintahan Liberal. Kerensky memegang kuasa. Tapi masalah sosial dan ekonomi, juga militer tak teratasi. Bolsyewik melancarkan program "perdamaian, tanah, dan roti." Mendapat pengikut tak cuma dari sipil, tapi juga tentara. -- 7 Oktober: Kerensky dikudeta. Ia lari, setelah gagal bertahan. * 1918-1920: Perang Saudara di Rusia. Akhirnya Bolsyewik menang, dan ganti nama beberapa kali, antara lain jadi Partai Komunis Seluruh Rusia, kemudian baru 1952 ganti nama jadi Partai Komunis Uni Soviet. DI ujung Jalan Kamennoostrov, Petrograd (ibu kota Kerajaan Rusia), ada sebuah jembatan. Terjulur ke sebuah pulau, kebun, istana, dan kemudian vila-vila dan tanah milik kaum berpunya. Di lingkungan itu berdiri sebuah bangunan serba abu-abu tempat bermuaranya birokrasi serba kaku dari rezim Tsar. Pada Selasa pagi, 21 Februari -- hari yang dicatat oleh Nicholas pada buku hariannya sebagai saat yang dingin, berangin, dan bersalju -- dua orang typist muda di kantor itu bergunjing soal harga yang membubung. Repotnya mendapat makanan dan barisan panjang di jalanan. "Kamu tahu," kata yang satu, "tampaknya revolusi sedang dimulai...." Beberapa hari sebelumnya, pada tanggal 13, seorang pemuda Amerika yang tinggal di Petrograd (kini Leningrad) menulis pada ibu mertuanya di Moline, Illinois, betapa semakin sulitnya kehidupan. Pada awal Februari, ia masih bisa jajan kue berkuah mentega cair dan krim asam yang dijajakan petani-petani dari Finlandia dengan kereta. Kini kue kecil pun tak ada di restoran. Beberapa toko permen tutup, banyak restoran bangkrut, kereta api makin sesak dan langka. Sulit mendapat kamar di Petrograd. Pembentukan Duma (parlemen) pada 14 Februari jauh dari yang diharapkan oleh pemerintah dan anggota Duma. Menurut V.V. Shulgin, wakil kadet berotak cemerlang, itu karena "ke khawatiran meletusnya revolusi membuat para politikus akhirnya memperlunak pidato-pidatonya. "Setiap orang mulai melangkah lebih hati-hati. Shulgin mendengar pertemuan tentara dan para buruh revolusioner. Buruh-buruh ingin berdemonstrasi. Tentara tidak. "Setelah demonstrasi, kamu kembali ke pabrikmu. Tapi kami para tentara tidak bisa pulang, kami akan ditembak." "Faktanya," kata Shulgin, "pelaku revolusi belum siap, tapi revolusinya sudah." Pada 17 Februari, bentrokan, yang tak habis-habisnya di pabrik baja Putilov, terulang. Putilov adalah industri persenjataan terpenting dan terbesar yang didirikan di Rusia dengan 26.700 pekerja. Buruhnya menuntut kenaikan upah 50 persen, dan ditolak. Tuntutan ini berakhir esoknya, dengan larangan bekerja. Lima hari kemudian, lima atau enam buruh dari Putilov menemui "wakil rakyat" Alexander Kerensky, redaktur Severnye Zapiski yang punya hubungan dekat dengan Socialist Rerolutionaries (SR) di Duma. Mereka mengadukan perihal larangan kerja yang dijatuhkan manajemen Putilov. Mereka mengatakan, akibatnya yang tak terelakkan adalah pemogokan. Dan pemogokan itu, katanya, bukanlah sekadar tuntutan ekonomi atau akibat biaya hidup tinggi. Para buruh, konon, sadar bahwa inilah awal dari satu langkah politik besar. Namun, pada hari itu, ketika Tsar Nicholas II diam-diam menumpang keretanya meninggalkan kediaman resminya, Tsarskoye Selo, (kini Kota Pushkin) untuk kembali ke kantornya di Mogilev, tidak ada kerusuhan. Memang nampak ada barisan-barisan panjang di muka toko. Kekurangan pangan yang disebut-sebut sebagai akibat transisi ekonomi setelah perang akhirnya menjadi berlarut-larut. Di hampir semua toko dan warung terpampang pengumuman "Roti Kosong", "Tidak Ada Minyak Tanah". Toko lilin tidak punya lilin, tepung hilang, gula kosong, dan tukang daging tidak punya jualan. Seorang wanita Prancis bemata cemerlang, Amelie de Nery, mencatat peristiwa itu. Katanya, kendati di bawah suhu mendekati minus 40 derajat, para istri buruh, istri borjuis kecil, pembantu di rumah-rumah mewah, membentuk antrean sejak pukul tiga pagi. Mereka menunggu toko daging, gula, dan teh yang dibuka pukul sembilan pagi. Menurut De Nery, sebungkus kecil kentang, yang sebelum perang berharga 15 kopek, naik menjadi 1 rubel 20 kopek. Setengah kilo mentega juga 1 rubel 20 kopek. Sepatu naik dua kali lipat. Sedangkan rumah jadi beku karena harga kayu membubung. "Kalau begini, bagaimana kami bisa hidup?" tanya seorang wanita. Polisi yang berjaga-jaga di toko hanya menggeleng. Ia tak punya jawaban. Menghadapi situasi itu, para pejabat Petrograd merencanakan untuk memberlakukan sistem catu. Tapi, sebelum besarnya jatah diputuskan, desas-desus telah beredar. Kabarnya, setiap kepala hanya mendapat setengah kilogram roti sehari. Itu jauh dari cukup untuk orang Rusia, yang makanan utamanya roti. Kamis siang, 23 Februari. Nyonya De Nery menyaksikan buruh-buruh dari pabrik Putilov bergerombol di muka gereja katedral Kazan, di Nevsky. Mereka habis berdemonstrasi ke parlemen. "Kami mogok dan minta roti," kata salah seorang. Pengunjuk rasa itu berbaris dengan serius dan khidmat, bersebelahan dengan jajaran polisi. Sebelumnya, buruh-buruh wanita dari pabrik tekstil yang sedang merayakan Hari Wanita bergabung dengan rekan dari Putilov, berdemonstrasi di beberapa kawasan Vyborg dan Petrograd. "Angin revolusi telah berembus ke seluruh kota," ujar De Nery. Jenderal Sergei Khabalov, komandan militer di Petrograd, memanggil anak buahnya dan beberapa pengusaha roti. Ia memerintahkan agar persediaan bahan makanan pokok ditingkatkan. Untuk kota itu, pada 23 Februari tersedia tepung 23 juta poods -- cukup untuk sepuluh sampai 12 hari. Esoknya, Khabalov membuat pengumuman besar-besar di penjuru kota agar masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan bahan makanan. Di pesta Kedutaan Prancis, terdengar bisik-bisik ada beberapa insiden di pinggiran Petrograd. Sebuah trem digulingkan. Seseorang mengatakan pada atase di kedutaan itu, ada pembicaraan tentang demonstrasi besar di pelosok. Jumat, 24 Februari. Khabalov bersama Okhrana, satuan polisi rahasia Tsar, mengatur penangkapan kaum revolusioner dan yang terlibat dalam gerakan itu. Ia juga memutuskan untuk memperketat armada keamanan di jalanan. Ia mendengar bahwa orang-orang Cossack dalam resimen First Don sangat toleran menghadapi pembangkang, bukannya menyerang. Tapi hari itu juga ribuan buruh turun ke jalan. Hampir sepanjang hari mereka berkerumun di jalan-jalan Nevsky dan Liteiny. Polisi memperkirakan jumlahnya 197.000 orang. Okhrana sendiri menaksir ada 158.000 buruh. Sambil bergerak, para demonstran meneriakkan: "khleba ... khleba", "roti ... roti". Ketika suasana makin memanas, terdengar teriakan: Doloi voiny! Doloi tsarskol monarkhli, Hentikan perang ... Hancurkan kerajaan Tsar. Pada malam Jumat itu, Tsar termenung kelu. Ada berita, tiga dari lima anaknya terserang campak. Ia menyarankan pada istrinya, Alexandra, agar anak yang lain, Mariya dan Anastasia, ditulari sekalian. Ia sedang berusaha untuk beristirahat. Toh ia masih cemas pada nasib perbekalan tentaranya. Karena badai salju telah menghambat seluruh jalan kereta api, jika makanan tidak datang dalam tiga atau empat hari itu, kelaparan tidak akan tercegah. MINGGU, 26 Februari. Hari yang hangat, ada mentari, di akhir musim salju. Pagi berlalu tanpa kejadian istimewa. Maka, dalam telegramnya ke Stavka, Jenderal Khabalov menulis "Kota dalam keadaan tenang". Memang begitu. Tapi tak lama. Sekitar pukul empat sore, Leonid Andreyev -- tinggal dekat dengan Champ de Mars, barak Resimen Pavlovsky -- melihat dari jendela rumahnya tentara melepaskan tembakan. Ia menelepon temannya seorang pemain bas Fyodor Chliapin, dan menanyakan hal itu. Tapi Chliapin tidak paham apa sedang terjadi. Kompi IV resimen Pavlovsky, yang bersiaga di barak pada hari itu, nampak sebagai pasukan cadangan. Sebab, siangnya unit lain yang menembaki para demonstran di muka Katedral Kazan. Beberapa pegawai sipil di barak kembali ke asrama berurai air mata, menceritakan apa yang terjadi. Lalu para serdadu dengan senjatanya tergopoh-gopoh sepanjang kanal Catherine menuju Nevsky. Mereka berharap bertemu dengan rekan-rekannya dan bisa membujuknya agar menghentikan tembakan. Ketika tentara-tentara itu menyusuri kanal dari arah sebaliknya, muncul unit polisi berkuda. Terjadi tembak-menembak antara dua unit militer itu. Seseorang menelepon Jenderal Kabhalov. Ia melaporkan bahwa 1.500 orang berlari dari barak Pavlovsky, meletuskan senjatanya ke udara, dan kemudian menembak ke arah polisi. Dan ketika Kolonel Eksten, komandan resimen, menuju barak untuk menghukum prajurit yang memberontak itu, ia diserang massa dan mati. Akhirnya, para pemberontak kembali ke baraknya dan menyerahkan diri pada anggota resimen Preobrazhensky -- unit militer Tsar yang lain yang diminta menangani soal ini. Ada 19 orang tentara yang terlibat dalam tembak-menembak dikirim ke kantor Menteri Perang Belyayev untuk diadili dan dihukum mati. Tapi tidak jadi. Tengah hari setiap orang di Petrograd, dari wilayah kumuh Vyborg sampai daerah mentereng Millionnaya, sudah mendengar adanya pembangkang dalam pasukan Tsar. Minggu yang cerah berubah menjadi hari yang menyeramkan. Wanita bangsawan Putyatin menyaksikan dari jendela rumah sakit yang terletak di istana Grand Duke Dmitri, kerumunan di Nevsky mendadak kosong. Rakyat, tentara, dan semuanya berlarian, sembunyi di balik tembok-tembok rumah. Tiarap di halaman, atau di balik tiang-tiang trem. Kemudian dari jauh terdengar berondongan senapan di tiap sudut. Lalu tampaklah barisan tentara dalam seragam abu-abu (belakangan ia mendengar bahwa itu adalah satuan polisi yang menyamar dalam seragam tentara) yang terus memuntahkan peluru. Tujuh orang tergeletak. Yang terluka, 12, dilarikan ke rumah sakit. Jenderal Kabahalov mengeluarkan pengumuman yang melarang adanya pertemuan. Pasukan bersenjata disiagakan untuk melaksanakan perintah itu. Di taman Znamenskaya, 40 orang tewas dan lebih banyak lagi yang terluka. Ada sepuluh orang mati di persimpangan Jalan Rozhdestvensky dan Suvorov. Di mana-mana, di antara kerumunan, tampak orang-orang yang menggenggam revolver atau granat. "Tanda -tanda transisi dari gerakan rakyat ke pemberontakan bersenjata telah tampak," begitu komentar penulis kronik resmi Partai Bolsyewik. Pemimpin parlemen (Duma), Rodzyanko, makin lama makin khawatir. Pagi-pagi ia menemui menteri pertanian untuk menyampaikan langsung masalah pangan. Lalu bersama-sama menemui menteri pertahanan. Rodzyanko juga bicara dengan Jenderal Khabalov melalui telepon. Ternyata, tak ada yang bisa dilakukan untuk mengatasi kekurangan roti. Kemudian ia mengirim telegram pada Tsar, dan tembusannya dikirim pada komandan tertinggi angkatan bersenjata. Bunyinya: "Situasi gawat. Anarki di ibu kota. Pemerintah lumpuh. Transportasi, makanan, dan bensin benar-benar macet. Ketidakpuasan di mana-mana. Tembak-menembak di jalan-jalan. Beberapa di antaranya antarunit militer. Perlu selekasnya memerintahkan orang-orang yang dipercaya di negeri ini agar membentuk pemerintahan baru. Tak mungkin menunda. Bila terlambat, celaka. Saya berdoa pada Tuhan, kali ini kesalahan tidak ditimpakan pada kerajaan." Di Mogilev, sang raja mengundang Jenderal Voyeikov, komandan resimen Husars, untuk membaca telegram itu. Ketika ditanya bagaimana menjawab telegram itu, jawab Tsar, bila Rodzyanko bicara atas nama perlemen, jawaban tak lagi diperlukan. Ada keprihatinan di Mogilev, terutama di antara pejabat yunior. Jenderal Dubensky menulis dalam catatan hariannya: "Mengapa Tsar tidak mengerti bahwa ia harus memperlihatkan keinginan dan kekuasaannya?" Sebuah pertanyaan yang telah ada di bibir rakyat sejak 1896. Tsar menulis surat pada istrinya, bahwa pagi itu di gereja ia merasa sakit sekali di bagian dadanya selama lima belas menit. Waktu ia berdiri, dahinya banjir keringat dan jantungnya berdebar. Tapi ia kini merasa lebih baik. "Saya harap Khabalov mampu secepatnya menghentikan kekacauan di jalan, tulisnya. Lalu sekitar pukul sembilan malam ia mengirim telegram pada istrinya, mengatakan bahwa lusa ia akan pergi ke Tsarskoye Selo. Setelah itu, Tsar membaca sebentar, lantas main domino. Di Petrograd, ada pertemuan di apartemen Kerensky. Pesertanya N.D. Sokolov, pengikut sayap kiri Partai Mensyewik. Matvei I. Skobelev, dari sayap kanan Mensyewik. I. Yurenev, anggota Partai Sosial Demokrat yang dekat dengan orang-orang Bolsyewik. Tiga orang Partai Bolsyewik sayap Partai Buruh Sosial Demokrat, cikal bakal Partai Komunis Uni Soviet yang dibentuk 1903. Berbeda dengan peserta lainnya, Yurenev -- orang yang paling berpengaruh dalam pertemuan itu -- tidak tertarik pada peristiwa-peristiwa yang baru berlangsung. "Itu bukan dan tidak akan menjadi revolusi," katanya. "Jumlah tentara yang bergerak tidak berarti. Dan jelas tujuan para buruh dan tentara tidak sama. Yang harus kita persiapkan aksi jangka panjang." Menurut Zenzinov, posisi Yurenev bukan sebagai pribadi. Tapi ia membawa suara partai, organisasi Bolsyewik Petersburg. Dan kini anggota Bolsyewik memilih sikap hati-hati, karena mereka dalam keadaan tak ada pemimpin. Pemimpin komite Petersburg masih di penjara dan anggota Komite Sentral Shlyapnikov tidak dalam kedudukan untuk memberi perintah jangka panjang. Esoknya, pukul enam pagi, Khabalov menerima kabar: Terjadi kerusuhan di barak Volynsky kemarin sore. Komandan resimen tewas. Sang jenderal turun sendiri mengecek ke tempat kejadian. Waktu itu resimen Volynsky bergabung dengan unit dari satuan Preobrazhensky dam Litovsky. Pasukan lengkap bersenjata sudah berkeliaran dari baraknya. Khabalov cepat-cepat mencari pasukan andal untuk melawan para pemberontak ini. Di luar, tentara pemberontak bergabung dengan demonstran yang jumlahnya terus membengkak. Didahului kelompok marching band, gelombang pengunjuk rasa ini menyusuri wilayah Liteiny menuju jembatan ke Vyborg, dan akan bergerak ke arah Jalan Sampsoniyevsky, markas Resimen Moskow. Rencananya, mereka akan mengajak serdadu resimen itu untuk bergabung dengan massa. Namun, sebelum sampai di jembatan, massa tergoda melihat gudang persenjataan. Rombongan belok menyerang gudang. Sekitar 40.000 senapan dan 30.000 pistol segera berpindah ke tangan demonstran. Di titik ini tentara dan rakyat terpencar. Sebagian tentara menyerang barak Kirpochny, yang lain menuju Sekolah Kadet Insinyur. Grup yang lain tersebar ke rumah tahanan di Jalan Shpalemy. Ke penjara tua di Kasta Litovsky dan penjara besar Kresty di Vyborg. Di sanalah para revolusioner ditawan selama bertahun-tahun. Tak lama kemudian asap tebal membubung dari gedung pengadilan distrik. Ketika petugas pemadam kebakaran mendekat, massa menghalang-halanginya. Usaha Khabalov mencari tentaranya yang kabur dan menyelamatkan gedung pengadilan gagal. Massa masih belum puas. Mereka menghancurkan kantor polisi distrik dan polisi rahasia Petrograd. Setelah itu, markas kepolisian pusat diduduki. Malam hari, pukul dua. Kantor telegraf dirusak. Mikhail I. Kalinin, buruh anggota Bolsyewik, bergabung dengan kelompok pekerja dan tentara yang menyerang stasiun kereta api Finlandia. Setelah merebut stasiun itu, massa kehabisan sasaran. Salah seorang tentara berteriak: "He! Di mana para pemimpin? Perintahlah kami!" Itu saat yang tepat untuk Kalinin. Massa harus dibakar untuk beraksi. Ia pun naik ke bangku dan berteriak, "Kalau kalian menginginkan pemimpin, mereka ada di balik penjara Kresty. Mari kita mulai membebaskan para pemimpin." Sesaat kemudian massa menyerbu, sebagian ke penjara sipa dan sisanya ke penjara militer, untuk memerdekakan para pemimpin. Barak resimen Moskow pun didatangi. Sebagian perwira tewas dan sejumlah lainnya terluka. Pukul empat sore, Petrograd jatuh ke tangan kaum revolusioner. Kecuali kantor komando militer, Istana Mariinsky, Departemen Angkatan Laut, Istana Musim Dingin, dan Benteng Paul dan Peter. Sejak pukul enam pagi ketika Resimen Volynsky kembali ke markasnya, rezim kerajaan dinasti Romanov berakhir. Tak seorang pun menyadarinya saat itu, semua tangan kekuasaannya dihancurkan massa. BSU . TEKA-TEKI KUDETA OKTOBER KEHIDUPAN di Petrograd pada Oktober 1917 berjalan dengan lambat. Jerman baru saja merebut pulau-pulau Dago dan Osel di Laut Baltik dekat pantai Estonia. Tapi orang-orang di Petrograd tak melihat ancaman perang. Kerensky, yang diangkat menjadi perdana menteri pemerintahan sementara, tetap saja bepergian ke sana-kemari dan malahan sering berada di front. Ia seperti tak ingin menyaksikan nasib hari depan politiknya yang sudah dipaku ke arah kehancuran. Sementara itu, suasana pedesaan terasa lain. Di daerah Pegunungan Kaukasus, perampokan -- terutama di kereta api -- sudah menjadi biasa. Tanah-tanah milik orang kaya dan tuan tanah selalu diincar para penjahat. Pembunuhan, pembakaran, dan penyerobotan atas hak milik berlangsung setiap hari. Kekacauan sebenarnya sudah merambat juga ke ibu kota Petrograd. Kereta-kereta kuda sewaan sudah mulai menghilang dari jalanan dan para sais yang masih beroperasi hanya mau membawa penumpang dari Kedutaan Prancis ke Hotel de L'Europe kalau dibayar lima rubel (sekitar enam dolar AS nilai tukar pada waktu itu). Padahal, sebelum perang, ongkos untuk jarak itu hanya 25 kopek (30 sen dolar). Untuk mendapat segala macam keperluan, orang harus antre: mulai dari rokok, cokelat, sampai bunga. Dengan beberapa rubel, penduduk bisa menyuruh seorang serdadu untuk menggantikannya antre. Alat negara itu juga mengobyek di jalanan dengan men- jual cokelat seharga 11 rubel per pon. Ribuan tentara yang kabur dari kesatuan hilir-mudik di jalan-jalan Petrograd. Kurangnya bahan keperluan sehari-hari dan inflasi gila-gilaan memompa orang berduyun ke toko-toko pegadaian dan barang antik. Banyak bangsawan menawarkan barang kuno mereka kepada orang asing untuk dilego ke museum di luar negeri. Namun, kalangan mampu masih mungkin membeli makan siang di restoran mewah. Para bangsawan masih saja menyelenggarakan jamuan makan malam. Zinaida Gippius berlibur untuk beberapa hari di sebuah cottage di Finlandia. Ketika kembali ke Petrograd, ia menulis dalam buku hariannya: "Kekuasaan Kerensky makin terlepas dari tangannya dan kaum Bolsyewik makin menjadi raja di kalangan Soviet. Trotskylah yang menjadi ketua. Kapan tepatnya penyembelihan, dentuman meriam, pemberontakan, dan tindakan kekerasan terhadap orang Yahudi di Petrograd akan terjadi, tak seorang pun tahu. Tapi itu akan terjadi." Mulai akhir September, kabar angin tentang kudeta Bolsyewik telah merebak ke seluruh kota. Rumor itu makin keras menjelang Oktober. Persoalannya bukan tentang ada atau tidaknya kup Bolsyewik tapi tentang kapan itu akan dilancarkan. Sejak 8 Oktober Novaya Zhizn melaporkan, di mana-mana orang bergun jing tentang kudeta. Padahal, pada waktu itu Lenin masih bersembunyi, dan pertikaian puncak mengenai perlu tidaknya kudeta antara Lenin dan para anggota Komite Sentral masih belum muncul. Situasi itu cocok dengan suasana dalam kepemimpinan Bolsyewik. Keputusan untuk melancarkan kudeta memang belum diambil, tapi tulisan-tulisan Lenin yang dimuat dalam koran -koran Bolsyewik menganjurkan pemberontakan. Ia tak menyembunyikannya. Artikel-artikelnya yang membakar itu bernada terus terang, impulsif, dan sangat menarik. Setelah pertemuan dewan-dewan Soviet pada 10 Oktober, Nikolai Krylenko mengatakan kepada Kongres Bolsyewik Wilayah Utara, bahwa saat-saat untuk menghabiskan waktu dengan mengeluarkan kata-kata telah berlalu. Belum ada tanggal yang jelas, tapi yang pasti ibu kota sedang dirundung kecemasan. Partai tidak bulat berada di belakang ajakan Lenin. Kamenev dan Zinoviev tak yakin waktu bertindak sudah matang. Keduanya malahan mempertanyakan adakah partai harus beralih ke per juangan bersenjata. Mereka juga mengatakan apakah partai perlu mengambil langkah yang risikonya adalah kehancuran hari depannya dan kehancuran revolusi di Rusia dan di Eropa. Posisi Bolsyewik di Petrograd sungguh kuat. Mereka punya 50.000 anggota yang menguasai Soviet di kota itu dan 17 Soviet lainnya. Mereka juga memanfaatkan penguasaan atas organisasi yang berdiri sendiri itu untuk mempersiapkan diri secara militer. Mereka memerintahkan agar setiap Soviet membentuk organisasi militer yang diberi nama Komite Revolusi Militer, dan juga menggunakan adanya organisasi tersebut sebagai dalih untuk mempersenjatai massa. Bolsyewik juga membawahkan 10.000 sampai 12.000 Pengawal Merah dan barisan Pertahanan Buruh yang makin lama makin membengkak keanggotaannya. Sekitar 350.000 tentara yang ditempatkan di ibu kota jelas berpihak pada Bolsyewik. Sementara itu, pengaruh Bolsyewik di kalangan 60.000 anggota angkatan laut gugus tugas Baltik juga merata. Pada hari-hari itu Lenin mengadakan beberapa kali pertemuan dengan tokoh-tokoh Komite Sentral. Ia ingin sekali menetralisir keberatan-keberatan Kamenev dan Zinoviev. Persiapan lapangan sudah selesai, jadi apa lagi yang ditunggu? Podvoisky yang mengatur persiapan lapangan meminta penangguhan karena merasa belum siap benar. Lenin marah, tapi ia akhirnya setuju kalau kup dimulai di luar Moskow, misalnya di Minsk. Dalam pertemuan Komite Sentral pada 16 Oktober, argumentasi tentang perlunya mengadakan kup tenggelam lagi. Mula-mula Lenin berpidato selama dua jam dengan sangat menarik. Tapi laporan dari bawah sungguh memprihatinkan. Para aktivis mengatakan apa yang disebut Lenin sebagai "semangat berkelahi" di kalangan buruh dan tentara sebenarnya tak ada. Shotman, yang mewakili Komite Militer dan suaranya selalu radikal, mengatakan, "Kita tak bisa bergerak sekarang, tapi kita harus siaga." Lenin menganggap seolah-olah kata-kata itu tak pernah diucapkan. Ia tak menunggu sampai para organisator itu selesai berbicara dan menuntut dijalankannya pemberontakan seperti yang tertera dalam Resolusi 10 Oktober. Ketika salah seorang peserta pertemuan mengatakan kaum Bolsyewik hendaknya tak memukul duluan, Lenin langsung menuduh itu omong kosong. Kaum borjuis sangat lemah dan waktunya untuk bergerak sudah tepat. Muncul alasan-alasan lain yang menentang gerakan radikal, tapi Lenin tak bergerak sedikit pun. Akhirnya, setelah diskusi-diskusi hangat, Komite Sentral menetapkan perlunya gagasan untuk melancarkan kudeta tapi akan memilih saat-saat yang paling menguntungkan. Lalu diputuskan pula pembentukan "Pusat Revolusioner". Saat itu baru pukul empat pagi tanggal 17 Oktober, ketika Lenin kembali ke tempat persembunyiannya di apartemen seorang wanita bernama Fofanova. Pertemuan 16 Oktober ternyata tak mengakhiri pertentangan intrapartai. Kamenev dan Zinoviev tak menyerah. Keesokan harinya, 17 Oktober, Novaya Zhizn, koran milik Bolsyewik dengan tiras puluhan ribu dan tersebar di kalangan bunuh dan tentara, memuat sebuah berita. Kemungkinan Bolsyewik melancarkan perebutan kekuasaan. Lenin marah besar kepada Kamenev dan Zinoviev. Begitu tiba di tempat persembunyiannya, ia langsung menulis pernyataan untuk menentang kedua intelektual Partai itu. Lalu diedarkan di kalangan Partai. Ia menyerang argumentasi keduanya dan sekali lagi menyerukan pemberontakan. Pada 18 Oktober, Martov, seorang pemuka Mensyewik, menanyakan kepada Trotsky dengan terus terang bahwa tanggal kudeta sudah ditentukan. Jawaban Trotsky menyesatkan. Ia mengatakan tak ada rencana gerakan dan tak ada tanggal yang telah ditentukan untuk hari H. Namun, kalau itulah yang terjadi, tentara dan buruh pasti akan mendukung. Kamenev, yang sedang berkampanye menentang kudeta, menyetujui jawaban Trotsky. Pada keesokan harinya organ Bolsyewik lain, Rabochi Put, menerbitkan surat terbuka Zinoviev. Di dalamnya ia mengatakan pandangannya yang sebenarnya tak berbeda dengan pendapat Lenin. Ia setuju dengan pernyataan Trotsky di Soviet. Stali, operator bawah tanah, juga mengatakan hal yang sama. Dengan demikian, rangkaian kejadian pada Oktober sebenarnya dipenuhi dengan teka-teki. Ada rivalitas kecil-kecilan di kalangan kaum Bolsyewik. Salah perhitungan, keraguan, kecanggungan, dan kesalahan-kesalahan. Hampir segalanya tak direncanakan, dan sering kebetulan belaka. Kaum Bolsyewik tidak merebut kekuasaan dengan cara yang sangat berani atau penuh dengan faktor-faktor klandestin. Mereka melakukan banyak kesalahan walaupun kemudian bisa juga berkuasa. Mereka terbagi-bagi menurut kubu bertengkar dan malahan sampai pada saat-saat terakhir: peranan Lenin hanya kadang-kadang. Karena itulah Kerensky dan pemerintahannya tidak dihancurkan oleh suatu kekuatan revolusioner yang gagah berani. Selasa, 24 Oktober masih saja belum ada ketentuan kalau Bolsyewik akan mengadakan kudeta, atau pemerintah akan menindak Bolsyewik. Suasana yang tidak realistik dan tak sesuai dengan buku-buku teks sejarah Uni Soviet masih saja berlangsung. V.A. Auerbakh, industrialis terkemuka, mampir ke kantor sahabatnya, P.I. Palchinsky, yang mengetuai dewan pertahanan khusus pemerintahan Kerensky. Kantor itu terletak di dalam kementerian peperangan, di seberang Katedral Isak. Keduanya sudah lama tak bertemu. Auerbakh menanyakan pendapat sahabatnya tentang kabar bahwa Bolsyewik akan merebut kekuasaan. Palchinsky tertawa. "Itu hanya angin keras yang numpang lewat. Sebentar lagi akan reda dan Anda pulang saja, tidur dengan tenang." Auerbakh pulang, dan memang tak ada kejadian apa-apa pada malam ini. Tapi beberapa hari kemudian ia menyuruh istrinya ke Moskow, buat berjaga-jaga siapa tahu kabar angin itu benar. Dan akhirnya terjadi juga "sesuatu". Komite Sentral Bolsyewik mengadakan rapat pada pukul delapan pagi. Sebelas anggota hadir, Lenin masih saja bersembunyi. Anggota-anggota teras lainnya juga tak nampak. Tapi komite membagi-bagi tugas terutama untuk berhubungan dengan para pekerja di kantor pos, telegraf, dan kereta api. Perundingan dengan Sosialis Revolusioner terus diadakan. Kemudian diputuskan agar seluruh anggota teras Komite Sentral dikonsinyir dan pemerintah sementara berada dalam pengawasan ketat. Kamenev mengusulkan agar ditempatkan suatu titik komando di kapal perang Aurora untuk berjaga-jaga apabila Smolny (pusat gerakan Bolsyewik) dihancurkan pemerintah. Trotsky mengusulkan disediakan tempat untuk komando di Benteng Peter dan Paul. Senjata pun dibagi-bagi. Sekitar pukul sembilan pagi sebuah pengumuman disebarkan ke semua unit militer. "Soviet Petrograd sedang diancam bahaya besar." Penjelajah Aurora diperintahkan untuk siap tempur dan senapan-senapan mesin dipasang di Benteng Paul dan Peter. Proklamasi pun dikumandangkan di kalangan buruh: "Musuh -musuh rakyat tadi malam telah melakukan ofensif. Komite Bolsyewik Petrograd berhimpun di Smolny dan menyerukan penggulingan pemerintah sementara dan naiknya Soviet-Soviet ke puncak kekuasaan." Pengumuman itu bagaikan genderang perang. Tapi susunan informasi yang terputus-putus itu menunjukkan Smolny tak siap untuk menyerang Kerensky. Malahan sebenarnya mereka mengadakan persiapan untuk kemungkinan serangan dari pemerintah. Sedangkan pemerintah sendiri nampaknya tak sadar akan apa yang dilakukan Bolsyewik di Smolny. Malam itu pemerintah telah mengirimkan sejumlah pasukan kecil untuk menjaga kantor pos, telegraf, dan telepon. Lalu apa langkah-langkah Bolsyewik dalam jam-jam pertama kudeta itu? Tak banyak. Mereka berhasil membujuk kadet-kadet Pavlovsk agar tetap tinggal di tangsi mereka. Mereka berhasil menyuruh tentara bersepeda supaya meninggalkan posnya di Istana Musim Dingin. Sampai pukul enam sore tak pernah ada satu tembakan pun dilepaskan. Toko-toko tetap buka. Orang berkeliaran di jalan raya. Dan memang, Komite Militer Revolusioner sampai pukul lima petang masih belum mengambil tindakan apa pun sebagai reaksi atas ofensif pemerintah. Tapi kemudian pola pasif itu akhirnya berubah. Dua orang anggota komite ditugaskan pergi menemui buruh di kantor pusat telegraf. Keduanya tak bersenjata. Ternyata, kantor itu dijaga unit militer pemerintah yang bersikap ramah kepada Bolsyewik. Kantor itu pun jatuh ke tangan Bolsyewik dengan mudah. Peristiwa yang sama terjadi di stasiun kereta api dan kantor-kantor lain. Jadi, pada hari kudeta pun Bolsyewik lebih banyak ngomong ketimbang melakukan aksi militer. Sementara itu, Kerensky terus berapi-api berpidato di parlemen. Ia berbicara tentang pembagian tanah untuk para penggarap. Pemerintah, menurut dia, akan mengirim delegasi ke Paris untuk berbicara dengan Sekutu tentang tujuan perang. Dengan kata lain, untuk pertama kalinya ia ngomong tentang dua hal yang dituntut rakyat: tanah dan perdamaian. Lalu, katanya lagi, sebagian dari garnisun Petrograd memberontak. Lenin adalah kriminal dan pemerintah sedang mengusut kedua hal itu. Parlemen tak memberikan mandat kepercayaan kepada Kerensky, malahan mengutuk pemberontakan Bolsyewik, tapi juga menyalahkan pemerintah atas keadaan yang begitu buruk pada saat itu. Keadaan di Petrograd tak menyerupai pecahnya sebuah pemberontakan. Lenin masih bersembunyi walaupun ia makin tak sabar karena lambatnya perkembangan. Ia tak puas kepada Komite Sentral karena tanggal kudeta masih saja belum ditentukan. Ia telah menunggu di persembunyiannya selama enam minggu dan benar-benar tak sabar. Ditulisnya surat kepada Komite Sentral, yang menunjukkan ketidakpuasannya atas keraguan mereka. Jadi, pada hari kup pun, pada tanggal 24 Oktober, Bolsyewik masih dalam sikap defensif untuk melawan kemungkinan pemerintah menindaknya. Itu dikatakan dengan jelas dalam surat tersebut. Dengan kata lain, persis menjelang kudeta, Lenin tidak mengatur rencana. Malahan tak ada alasan bahwa para pengikutnya di Komite Sentral bermaksud menggulingkan pemerintahan Kerensky. Pada jam kesebelas kup, ia masih saja menganjurkan agar Komite Sentral bertindak. Jadi, dari catatan-catatan yang didapat, Lenin hanya terlibat sedikit sekali dalam kudeta tersebut. Mungkin ia satu-dua kali hadir dalam pertemuan -pertemuan informal Komite Sentral. Tak ada bukti yang menunjukkan ia hadir dalam rapat resmi. Statusnya masih buron. A Dahana . ISTANA MUSIM DINGIN JATUH ISTANA Musim Dingin tampak kusam di suatu sore akhir Oktober. Bangunan raksasa ini merupakan simbol Kekaisaran Rusia dan keluarga Romanov. Kini, di hari-hari menjelang musim dingin, timbunan kayu bakar tampak di mana-mana: persediaan normal rumah tangga istana, untuk memasok ratusan tungku pemanas di istana berkamar 500 itu, dalam menghadapi musim dingin panjang khas Rusia. Pada sore 25 Oktober itu, tampak kesibukan luar biasa. Di luar istana, para anggota militer hilir mudik, kebanyakan di antaranya memakai seragam taruna sekolah militer. Dimulai sejak pagi, mereka menumpuk kayu-kayu, setinggi tujuh kaki, untuk semacam barikade melindungi jalan masuk ke istana dari arah alun-alun. Di barikade kayu itu dipasang senapan mesin berderet. Jalan-jalan samping ditutup juga dengan tumpukan kayu. Di satu pojok halaman istana, tampak ratusan kuda milik pasukan Kosak dan sejumlah besar senjata artileri. Di jalan masuk utama nongkrong sebuah mobil -- tidak bisa dihidupkan karena mesinnya dibuat mogok seseorang, yang diduga orang Bolsyewik. Karensky sejak Juli memindahkan pusat pemerintahan ke istana musim dingin. Tepatnya di tingkat dua istana, di ruangan yang biasa ditempati Tsar Nicholas II dan permaisuri Alexandra Fyodorovna. Sedang untuk keperluan pribadi, Karensky menempati bekas kamar Tsar Alexander II di lantai tiga. Pada siang 25 Oktober para anggota kabinet pemerintahan Karensky berkumpul di istana. Mereka terkejut ketika mengetahui Karensky sudah tak ada lagi di istana, bahkan sudah meninggalkan Petrograd. Para menteri terakhir bertemu Karensky pada pukul dua subuh pada hari yang sama. Setelah para menteri pergi, Karensky merasa tak aman berada sendirian di Istana Musim Dingin itu. Ia kemudian berdebat sengit dengan para penasihat militernya. Ia menerima laporan yang mengkhawatirkan tentang aktivitas kaum Bolsyewik. Pagi hari Karensky dan wakilnya, Konovalov, istirahat sebentar. Tapi, begitu terbangun, ia menemukan teleponnya sudah diputus. Ketika melongok dari jendela, ia melihat jembatan istana sudah dijaga oleh para pelaut Bolsyewik. Saat itulah ia memutuskan harus keluar dari Petrograd. Tapi Bolsyewik sudah melumpuhkan seluruh kendaraan yang ada. Dengan susah payah, sedikit memaksa, akhirnya Karensky mendapatkan mobil milik atase militer Amerika. Berkat mobil berbendera Amerika itulah Karensky bisa meloloskan diri. Seandainya ia menunda satu jam saja, ia tak bakal lolos. Pasukan militer Komite Revolusioner sudah mulai mengepung. Pengambilalihan Istana Musim Dingin berlangsung mudah. Dirangsang oleh Lenin, Komite Militer Revolusioner (KMR) akhirnya mulai beraksi dengan penuh semangat. Mereka merebut stasiun-stasiun kereta api dan jalan-jalan. Mencegah datangnya para taruna militer dari Oranienbaum. Lalu, arus listrik ke gedung-gedung pemerintah, dan akhirnya ke Istana Musim Dingin, diputus sejumlah buruh. Pasukan pelaut Bolsyewik dengan cepat menguasai bank negara. Pagi itu pula koran Ruskaya Volya dan Obscheye Delo diberangus. Tapi, sebegitu jauh, para menteri masih belum mengetahui seberapa banyak kaum Bolsyewik sudah menguasai kota. Bukan cuma para menteri, sejumlah harian bahkan menurunkan headline, yang menunjukkan ketidaktahuan kudeta sudah berlangsung. Koran Izuestiya, misalnya, masih memperingatkan akan datangnya bahaya "petualangan kaum Bolsyewik". Sedang Robuchaua Gazeta menurunkan judul tulisan "Harapan Belum Hilang untuk Upaya Kompromi", dengan huruf segede jempol. Kenyataannya, dengan sedikit tentara dan sejumlah pelaut -- lebih merupakan langkah persuasi ketimbang kekuatan- praktis kota sudah dikuasai. Kapal-kapal laut pun makin sering merapat. Lebih banyak lagi pelaut datang dari wilayah Baltik dan Kronshtadt. Sementara itu, resimen-resimen militer pemerintah tetap tinggal di barak. Mereka mengatakan bersikap netral: tak melaksanakan perintah pemerintah maupun perintah kubu Bolsyewik. Permainan sudah berakhir walau tak seorang pun menyadari saat itu. Setelah tidur selama dua jam di sofa, di ruang nomor 14, di Smolny, Lenin duduk dengan segelas teh di tangan. Ia lalu menulis sebuah manifesto pada rakyat Rusia: "Pemerintah sudah disingkirkan, kekuasaan negara diambil alih organ buruh Petrograd Soviet dan Komite militer revolusioner. Hidup revolusi para buruh, tentara, dan petani!" Lalu Lenin berpaling ke arah Trotsky sambil tersenyum lelah: "Peralihan terlalu mendadak dari gerakan bawah tanah ke kekuasaan ... membuat orang puyeng." Dengan tangan, Lenin pun memijat-mijat dahinya, untuk menunjukkan bagaimana kekuasaan menimbulkan kepusingan. Seandainya Lenin tak mengumumkan proklamasi itu, cuma sedikit penduduk Petrograd bakal percaya kup sudah berlangsung. Sejauh itu, sepanjang apa yang diketahui sejarawan, tak sekali tembakan pun terdengar. Tak satu pun nyawa melayang. Penampilan kota normal-normal saja. Sejumlah diplomat pergi ke Smolny. Mereka diperlakukan dengan sopan. Dubes Inggris Buchanan mengatakan, kaum Bolsyewik secara praktis tak menghadapi perlawanan, "karena pemerintah tak mampu menggalang kekuatan, dan akhirnya mencari perlindungan sendiri-sendiri." Buchanan jalan-jalan ke alun-alun depan istana dan mengatakan semua nampak normal, kecuali adanya kelompok-kelompok tentara dekat jembatan. DI istana berlangsung tragedi komedi. Kelompok-kelompok militer keluar diam-diam. Juga staf wanita, yang keluar melalui Jalan Millionnaya. Para wanita kemudian dibawa ke barak Grendersky di pinggiran Petrograd. Pukul sepuluh malam, pertempuran pecah antara kelompok yang mempertahankan istana dan para Bolsyewik. Makin larut, Lenin kian khawatir. Sebentar ia dan Trotsky istirahat di kamar sebelah ruang pertemuan. Seseorang -- bisa jadi adik perempuan Lenin, Mariya -- menggelar selimut di lantai. Kedua tokoh Bolsyewik itu berusaha beristirahat sambil menunggu berita. Lenin sudah mengirimkan pesan-pesannya pada KMR: Ia ingin kepastian bahwa para Pengawal Merah memainkan peran penting dalam merebut istana. Lenin dan Trotsky berbincang pelan. "Indah sekali. Seorang buruh dengan senapan, berdiri berjajar dengan seorang tentara, di bawah lampu jalan," kata Lenin. Tapi kemudian wajahnya kembali menunjukkan kekhawatiran. "Bagaimana dengan Istana Musim Dingin? Kan belum direbut? Apa berbahaya?" ujarnya kemudian, setengah berteriak. Trotsky lalu beranjak hendak menelepon seseorang. Lenin menghentikannya. "Tetaplah berbaring. Saya akan mengutus seseorang untuk melihat." Istana dipenuhi kebingungan dan kekacauan. Kini jumlah Pengawal Merah di sana sudah begitu banyaknya, dan mereka mulai melucuti para taruna. Para komandan militer pemerintah pada meneriakkan perintah, yang umumnya tak didengar para anak buah. Antarkomandan pun kini mulai saling teriak. Para menteri rupanya masih belum kehilangan harapan. Sejumlah menteri berusaha menelepon, meminta bantuan. Tiba-tiba terdengar dua letusan kuat. Sejumlah pelaut Bolsyewik melempar granat ke salah satu ruangan. Dua taruna cedera. Lalu para pemimpin KMR memasuki ruangan, tempat berkumpul para menteri. Sineguba baru saja kembali dari ekspedisi di sejumlah lorong. Dekat jalan masuk ia bertemu sekelompok tentara tanpa senjata. "Apa yang terjadi? Mengapa kalian tak bersenjata?" tanyanya. "Kami sudah menyerahkan istana," jawab salah seorang tentara dengan wajah muram. "Omong kosong," kata Sineguba. Tapi, begitu mendongak ke atas tangga, ia melihat seorang komandan dikelilingi sekelompok pelaut Bolsyewik. Pasti sudah terjadi sesuatu. Ia menaiki tangga, tapi seorang pelaut menghentikannya. Ke-13 menteri dikumpulkan di sebuah meja. Beberapa di antara anggota kabinet itu berdiri. "Kami ini pemerintah. Mau apa kalian?" kata seorang menteri -- seperti dikenang oleh Menteri Kehakiman Malyantovich. "Kami umumkan bahwa kalian, anggota pemerintah, ditahan. Saya wakil dari Komite Militer Revolusioner," sahut Antonov-Ovseyenko. Waktu itu pukul 01.50, tanggal 26 Oktober. Sebuah telegram segera dilayangkan ke Smolny: "Pada pukul 02.04 Istana Musim Dingin telah direbut. Enam pasukan Pavlosky terbunuh." Pengumuman secara resmi menyebut 18 orang ditangkap, dan sejumlah besar dokumen disita. Sepanjang malam, pertemuan seluruh Rusia Soviet berlangsung. Lenin menunggu di satu ruangan, tapi tak pernah muncul. Pertemuan dihadiri 650 delegasi, di aula. Kebanyakan yang hadir mengenakan mantel abu-abu. Tampak 390 kaum Bolsyewik, 159 SR, dan 80 Mensyewik. Inilah pertemuan paling kacau sejak revolusi dimulai. Sebuah presidium beranggotakan mayoritas kaum Bolsyewik, yang diketuai Lenin, akhirnya disetujui. Tapi masih terjadi sejumlah debat seru. Di antaranya Martov lawan Trotsky. Baru pukul satu ada waktu jeda. Semua orang tampak marah, lelah, dan penuh kebencian. Ketika peserta sidang kembali ke aula, Kamenev, ketua sidang, berbicara: "Kami baru saja menerima berita via telepon. Istana Musim Dingin sudah direbut tentara KMR. Seluruh anggota pemerintah ditangkap, kecuali Karensky, yang berhasil lolos." Saat itu jarum jam menunjuk pada angka 03.10. Setiap orang memang sudah tahu berita itu, Kamenev cuma meresmikan. Pertemuan itu terus berlangsung. Baru pukul 05.50 selesai. Langit Petrograd masih gelap saat para delegasi keluar gedung di Smolny. Tentara berdiri di seantero pojok. Senapan mesin menjaga tiap pintu. Kendaraan-kendaraan bersenjata memenuhi halaman. Inilah hari pertama pemerintahan buruh, tentara, petani Soviet. FS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini