Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Lukisan Mardian, Santai

Mardian mengadakan pameran lukisan di balai budaya menampilkan supidol, konte, pena, tinta cina atau cat air pada kertas. ada juga akrilik pada kanvas. (sr)

7 April 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH karya Mardian, sebagian besar bertahun 1977 dan beberapa lainnya terhitung lama (tahun 50-an) dipajang di Baiai Budaya 26-31 Oktober. Ada sesuatu yang terasa lain dengan pameran-pameran yang dua tiga tahun belakangan ini terasa meningkat frekwensinya. Mardian menyuguhkan karya supidol atau potlot konte atau pena dan tinta cina pada kertas. Ada juga cat air pada kertas dan akrilik pada kanvas, tapi hanya kira-kia empat atau lima buah. Dalam soal ukuran, ia menarik karyanya kecil-kecil, bahkan ada yang seperempat kartu pos. Memarlg bukan soal ukuran lukisan, kalau kita hendak bicara tentang mutu. Namun pada Mardian hal itu menarik karena ruang pameran Balai Budaya tiba-tiba terasa lebih akrab. Karya-karya itu mengundang untuk diamati secara cermat, karena ukurannya yang mini. Konon Mardian terjun ke dalam seni lukis abstrak atau non-figuratif setelah menyaksikan pameran iukisan Salim, itu pelukis Indonesia yang bermukim di Paris. Pameran Salim ia saksikan tahun 1956. Anehnya, dalam pameran Mardian kali ini, karya-karya yang mempunyai jejak (meski remang-remang) Salim justru karya-karya tahun pertengahan tujuh puluhan. Karya nonfiguratifnya sebelum itu justru lebih bisa dikatakan non-figuratif linier, yang lebih kurang mengingatkan akan karya Hans Hartung. Tidak terlalu penting bagi saya untuk menjejaki sepuh mana Hatung mempengaruhi Mardian. Soalnya, sebagaimana kebanyakan pelukis Indonesia, pengaruh Barat dalam karya hanyalah pengaruh permukaan. hanya sedikit mengetahui laar belakang karya dan pelukis yang menarik hatinya -- dan lebih banyak "belajar" dari reproduksi! Itu bisa berarti positif, karena tidak menelan bulat-bulat karya orang lain, tapi hanya kulit. Namun bisa juga berarti negatif sebab tak tahu pasti kenapa orang lain berkarya demikian. Dan karena karya orang lain yang "mempengaruhi" pelukis kita biasanya karya tahun 50-an ke atas, bisa dipastikan negatifnya lebih banyak. Soalra, sejarah seni rupa Barat setelah tahun 50-an lebih menekankan pentingnya konsep daripada karya itu sendiri sehingga hanya 'meniru' bentuknya bisa membingungkan untuk pekerjaan selanjutnya. Mitologi Jawa Karya Mardian yang garis-garis, atau blok-blok warna dengan supidol, emang menenteramkan dilihat. Tak ada kesan bergolak, tak ada kesan mau aneh, lahir begitu saja, mulus dan memang tak memberi apa-apa yang berbekas pada kita -- selain itu dibuat oleh tangan yang sedikit-banyak telah mengenal estetika. Santai, mungkin predikat yang tepat. Itu mengingatkan saya akan lukisan tradisi Jepang dan Tiongkok ketika telah terpengaruh Zen Budhisme: lukisan yang lahir begitu saja, nyaris sembarangan, namun terasa berbobot. Nah, bobot inilah yang kurang pada Mardian. Barangkali karena landasan "kesantaian"nya belum ada. Ia melukis begitu karena memang tak tahu mau mengerjakan yang bagaimana. Itu kesan saya. Ada beberapa karya yang menarik: gambar kepala manusia bercambang yang matanya menyorot ayam jantan hingga mati. Gambar puteri duyung. Gambar garis-garis dan di sela-sela ada tulisan seperti tulisan di tembok-tembok pinggirjalan. Karya-karya tersebut bertahun 50-an. Ada suatu cerita agaknya yang hendak digambarkan, dan cerita itu mungkin berasal dari dunia, yah, katakanlah dunia kebatinan Jawa. Mungkin bau klenik. Tapi, cara mewujudkannya dalam gambar menarik. Nah itu mungkin satu landasan yang baik bagi Mardian (50 tahun) untuk karya-karyanya, jika ia setuju. Ia nampak lebih punya kontrol menyuguhkan gambar demikian dari pada Sukimo misalnya, yang kesan dibuat-buatnya lebih kuat terasa. Kalau mitologi Yunani pernah menjadi tema pelukis Eropa, mungkin cerita rakyat kita bisa menjadi tema lukisan yang menarik. Tentu saja bentuknya musti dicari lagi agar klop. BB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus