Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Malaysia tanpa partai melayu

Singapore : oxford university press, 1987 resensi oleh: leo suryadinata.

5 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GOVERNMENT AND POLITICS OF MALAYSIA Penyunting: Zakaria Haji Ahmad Penerbit: Oxford University Press, Singapore, 1987, 178 halaman BUKU ini merupakan buku politik , Malaysia yang ditulis oleh akademisi . _ Malaysia sendiri..Terdiri atas tujuh bab - tidak termasuk bab pengantar dan bab tambahan - buku yang disunting oleh dosen Universitas Kebangsaan Malaysia ini mencoba menganalisa pemerintahan dan politik Malaysia dari beberapa segi. Dimulai dengan karangan Khong Kim Hoong yang membahas tiga partai zaman awal, yaitu MCP (Partai Komunis Malaya) AMCJA-Putra, dan IMP. MCP masih aktif tapi telah gagal merebut kekuasaan, sedang yang dua lagi sudah bubar. Salah satu sebab kegagalan itu karena mereka mencoba menjadi organisasi yang tidak berdasarkan ras. Karangan kedua, oleh Michael Ong, membahas politik parlemen. Ia berpendapat, parlemen sejak mula dikuasai oleh partai pemerintah, sementara golongan oposisi diperbolehkan hanya untuk mempertahankan bentuk demokrasi. Banyak pembatasan yang telah dilakukan oleh pemerintah terhadap partai oposisi di parlemen sehingga peranan oposisi tidak efektif. Karangan Ong disusul karangan Sothi Rachangan yang membahas pembagian kursi dilembaga perwakilan Malaysia yang berdasarkan kekuatan electorate. Akan tetapi Sothi berpendapat bahwa dalam praktek dasar itu tidak selalu diikuti. Yang cukup menarik adalah karangan Lee Kam Heng yang meninjau politik bangsa Tionghoa di Malaysia. Dia menganggap, ada tiga pendekatan politik Tionghoa di sana, yang tercermin dalam tiga buah partai, yaitu MCA (Malaysian Chinese Association), Gerakan yang bergabung dengan Barisan Nasional (gabungan partai pemerintah yang berkuasa), dan DAP (Democratic Action Party) yang merupakan partai oposisi. MCA terang-terangan menampilkan diri sebagai partai orang Tionghoa. Sedang yang dua lagi tidak menunjukkan kecinaannya, tetapi pemimpin dan pengikutnya hampir seluruhnya terdiri atas orang Tionghoa - dan dianggap demikian oleh pemilih Malaysia. Pada hemat saya, MCP (Partai Komunis Malaysia) boleh dianggap sebagai pendekatan yang keempat dalam politik Tionghoa di Malaysia, karena partai itu juga didominasi orang Tionghoa. Cuma sayang, partai-partai Tionghoa di Malaysia Timur, yang tidak kurang pentingnya, tidak dibahas. Bab selanjutnya ditulis oleh Mavis Puthucheary, tentang elite administratif. Puthucheary membahasnya secara historis. Ia berpendapat bahwa Malaysian Civil Service (Perkhidmatan Awam Malaysia) masih memiliki pengaruh yang besar. Ada kesan, karangan ini diambil dari disertasinya. Juga berdasarkan disertasinya, Zakaria menulis pentingnya polisi dalam proses nation building di Malaysia. Ia berpendapat, walaupun polisi merupakan alat yang digunakan oleh elite yang berkuasa untuk mengancam dan menindak mereka yang melanggar hukum, penggunaan kekuasaan ini tidaklah sewenang-wenang. Karena itu, Malaysia masih bisa bertahan sebagai negara yang dikuasai orang sipil. Bab yang terakhir adalah karangan Sarayanamuttu tentang politik luar negeri Malaysia, yang juga berdasarkan disertasmya. Umumnya ia membahas perkembangan politik luar negeri Malaysia sejak Tunku Abdul Rahman sampai Tun Razak dan menunjukkan pentingnya tokoh-tokoh politik yang kuat dalam menentukan corak politih luar negeri Malaysia. Dikatakannya, mula-mula Malaysia di bawah pimpinan Tunku mengambil sikap anti-Barat dan antikomunis dalam arena politik internasional, kemudian di bawah Razak menganut sikap netral karena perubahan situasi internasional. Sayang sekali, Sarayanamuttu tidak membahas politik luar negeri Mahathir yang memegang pucuk pimpinan sejak Juli 1981. Politik luar negeri Mahathir yang tetap netral itu telah dibubuhi dengan kiblat Islam, justru untuk melayani tantangan dalam negeri. Soalnya ialah, identitas Melayu didasarkan pada Islam, sehingga partai-partai Melayu (UMNO dan PAS) berlomba-lomba menunjukkan bahwa mereka itulah yang "lebih Islam" - untuk mendapat dukungan kaum Melayu. Menurut saya, kekurangan yang paling mencolok dari buku ini ialah tidak adanya bab-bab yang membahas partai partai Melayu. Sebagaimana diakui oleh penyuntingnya, politik Malaysia berdasarkan ras, sedang kepentingan ras diwakili oleh para parpol ras. Akan tetapi mengherankan bahwa dalam buku ini tidak ada bab tentang UMNO - partai Melayu dan yang sedang berkuasa - dan PAS, partai oposisi yang berpengaruh. MIC, partai orang India di Malaysia, dan parpol lain di Malaysia Timur, juga tidak dibahas. Karena kekurangan yang cukup fundamental inilah, saya kira para pembaca - yang ingin tahu tentang politik Melayu Malaysia - akan agak kecewa membaca buku itu. Apalagi bila mereka ingin mengetahui krisis UMNO yang tidak kunjung padam itu. Buku ini, biarpun terbit pada 1987, naskahnya diselesaikan pada 1983. Oleh karena itu, penyuntingnya mencoba membuat buku itu lebih up-to-date dengan melampirkan sebuah bab tambahan (postscript). Ini memang sedikit menolong, tetapi tidak dapat menutupi kekurangan yang saya kira sangat fundamental itu. Leo Suryadinata

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus