Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Membaca Potret Arab Pra-Islam

Jawwad Ali menjelaskan sejarah panjang Arab sebelum masa Islam secara tematis dan ensiklopedis. Mengapa Arab pra-Islam sering kali disebut dengan istilah "jahiliah"?

10 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Membaca Potret Arab Pra-Islam

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fajar Kurnianto
Alumnus UIN Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arab adalah salah satu peradaban besar di dunia seperti halnya peradaban Cina, India, Mesopotamia, Yunani, Romawi, dan lainnya. Dari peradaban inilah lahir agama-agama besar saat ini, seperti Yahudi, Kristen, dan Islam. Namun sumber-sumber penting tentang peradaban Arab pra-Islam masih sangat minim yang ditemukan. Tak banyak yang secara serius menguak dan mengulasnya, kecuali sebagian kecil dari ilmuwan Barat (orientalis). Kalangan ilmuwan Arab, yang semestinya tahu asal-usul bangsanya sendiri, rupanya juga tak banyak yang tertarik mengkajinya secara komprehensif dan mendalam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dr Jawwad Ali, sejarawan asal Irak, adalah satu dari sedikit ilmuwan Arab yang dengan telaten mengulik sumber-sumber sejarah Arab di masa silam. Ia tak serta-merta menerima karya-karya orientalis mengenai sejarah Arab, melainkan mencoba mengkajinya sendiri dari sumber-sumber primer. Seperti yang selalu ia katakan bahwa orang Arab semestinya menjadi pihak yang paling berkepentingan dengan sejarahnya sendiri. Saatnya orang Arab menuliskan sejarahnya sendiri. Sayangnya, kata Jawwad, dukungan untuk itu dari pemerintah-pemerintah negara-negara Arab sangat minim. Pada akhirnya, itu diambil oleh orang luar (orientalis).

Melalui buku yang dalam versi aslinya berjudul al-Mufashhal fi Tarikh al-‘Arab qabla al-Islam yang terdiri atas 10 jilid (satu jilid indeks) ini, Jawwad Ali mencoba menjelaskan sejarah panjang Arab sebelum Islam tidak secara kronologis, melainkan tematis dan ensiklopedis. Berbagai sumber primer ia kaji secara mendalam, seperti sumber-sumber Perjanjian Lama (Taurat) dan Perjanjian Baru, syair-syair Arab pra-Islam yang disebut sebagai syair Arab jahiliah, berbagai penemuan arkeologis, artefak, manuskrip-manuskrip Arab kuno, juga sumber-sumber dari Romawi dan Persia. Tak hanya melakukan studi komparatif atas sumber-sumber primer, Jawwad Ali juga mengulasnya secara kritis dengan metode ilmiah yang ketat.

Jilid pertama karya Jawwad Ali ini berbicara soal ruang lingkup istilah "Arab", istilah "jahiliah" dan sumber-sumber sejarahnya yang kerap kali diabaikan, lalu beranjak ke pembahasan soal Jazirah Arab dari sisi karakteristik, sumber daya alam, demografi, geografi, topografi, iklim, tingkatan masyarakat Arab, corak pemikiran orang Arab, nasab atau silsilah orang Arab, asal-usulnya, serta hubungannya dengan bangsa-bangsa di luarnya, seperti Khaldea, Persia, Byzantium, Ibrani, dan Yunani. Dari jilid pertama, kita dibawa untuk mengenal lebih dekat dan dalam asal-usul bangsa Arab beserta karakteristik manusia dan alamnya serta model interaksi dengan dunia luar yang ikut mempengaruhi perkembangan bangsa Arab di masa-masa selanjutnya.

Sejarah Arab pra-Islam, misalnya, sering kali disebut dengan istilah "jahiliah". Istilah ini, menurut Jawwad Ali, lebih tampak bertujuan untuk merendahkan dan memberikan label penghinaan terhadap kondisi yang terjadi pada masa itu (hlm. 23). Istilah ini sesungguhnya lahir pada era Islam untuk menandai sebuah era klasik sebelumnya di mana Islam menjadi era baru yang revolusioner, menggantikan era itu. Ignaz Goldziher, orientalis Jerman, berpendapat bahwa pengertian awal yang terkandung dalam kata "jahiliah" adalah kasar lawan dari sabar. "Jahiliah" memiliki arti sombong, kurang berpikir, emosional, dan sejenisnya (hlm. 24). Jawwad Ali menambahkan, tidak tunduk terhadap hukum, syariat, dan kehendak Tuhan serta sikap lainnya yang dicela Islam (hlm. 26).

Istilah itu adalah gambaran dominan bangsa Arab sebelum era Islam, terutama masyarakat Arab pedalaman (badui), mengingat mereka hidup dalam kondisi yang keras, gersang, panas, dan curah hujan yang minim. Itu membuat mereka menjadi masyarakat yang nomaden, berpindah-pindah tempat untuk menyambung hidup. Ketika tempat-tempat subur dan berair itu sulit didapatkan, hal paling mudah yang bisa mereka lakukan adalah menghadang kafilah dagang yang lewat di wilayah mereka untuk merampok dan merampas harta mereka. Mereka juga kerap kali berperang dengan suku-suku tetangganya yang punya sumber atau sumur air. Air memang hal yang paling mereka impikan. Hanya untuk sebuah sumur, misalnya, perang antarsuku bisa pecah.

Namun tidak semua masyarakat Arab hidup nomaden. Ada juga yang hidup menetap dalam kota-kota tertentu dengan struktur pemerintahan yang teratur dan mampu mengendalikan serta melindungi masyarakat dari orang luar yang cenderung liar dan bebas. Karakteristik dan pola pikir mereka jauh berbeda dengan masyarakat badui. Mereka umumnya hidup di tempat-tempat subur dengan curah hujan tinggi. Misalnya, masyarakat Arab di bagian selatan yang disebut berada di wilayah "Bulan Sabit Subur" (hlm. 545). Di sini, banyak berdiri kota-kota dan pemerintahan yang teratur, misalnya Kerajaan Saba’ yang terkenal dengan bendungan Ma’ribnya yang membuat kehidupan ekonomi masyarakatnya maju.

Buku ini dapat disebut sebagai salah satu rujukan penting dan utama tentang sejarah Arab pra-Islam. Selain karena ditulis oleh sejarawan Arab sendiri, juga karena ulasannya yang kritis dan ilmiah. Kalangan orientalis sendiri memuji Jawwad Ali sebagai salah satu sejarawan besar Arab di era modern. Mereka mengakui, sementara dahulu orang Arab merujuk sejarahnya kepada karya-karya orientalis, kini hal sebaliknya yang terjadi: orientalis merujuk pada karya Jawwad Ali. Buku ini menjadi potret sejarah Arab pra-Islam yang penting untuk melihat perkembangannya dari masa ke masa hingga hari ini. Menarik disimak.


Sejarah Arab Sebelum Islam Jilid 1

Penulis : Dr Jawwad Ali

Penerbit : Alvabet

Cetakan : I, April 2018

Tebal : xiv+836 halaman

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus