Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
The Son of No One
Sutradara: Dito Montiel
Skenario: Dito Montiel
Pemain: Channing Tatum, Al Pacino, Juliette Binoche, Katie Holmes, Ray Liotta
Dengan meledaknya serial drama kriminal di televisi selama sepuluh tahun terakhir—dan berhasil membentuk penonton fanatik, seperti CSI New York, Criminal Minds, The Killing—maka membuat film layar lebar dari genre ini adalah sesuatu yang mustahil. Mustahil karena semua format, cara, dan gaya sudah digali habis-habisan oleh para sutradara, pencipta cerita, serta studio TV besar Amerika dan Eropa. Saking terlalu banyak dan kehabisan cerita, Hollywood bahkan membuat ulang serial Denmark Forbrydelsen menjadi The Killing, yang kini tengah melejit di Amerika dan memasuki musim tayang kedua.
Penulis dan sutradara Dito Montiel masih mencoba percaya bahwa film drama kriminal masih bisa digarap untuk film layar lebar. Dengan memcemplungkan nama besar seperti Al Pacino dan Juliette Binoche, Kota New York, serta sebuah kisah yang gelap dan masa lalu kelam seorang polisi baik hati, Montiel mengira dia sudah mengumpulkan bahan dan bumbu yang tepat untuk menampilkan "sesuatu yang baru".
Di atas kertas, tampaknya begitu. Jonathan White (Channing Tatum), seorang polisi NYPD, baru saja ditugaskan ke daerah Queens, sebuah kawasan yang sangat lekat dengan masa kecilnya yang kelam. Dengan istri cantik dan penuh tuntutan, Kerry (Katie Holmes), dan sang putri kecil yang sakit-sakitan, sutradara Dito Montiel memberi alasan untuk penonton bersimpati pada protagonisnya. Di pojok lain, reporter The Queens Gazette, Loren Bridges (Juliette Binoche), yang luar biasa agresif, mendapatkan surat kaleng berisi informasi bahwa ada pembunuhan dua pecandu narkoba 25 tahun silam yang tak pernah diinvestigasi dan ditutup-tutupi oleh polisi. Surat-surat kaleng itu dimuat begitu saja, setiap hari, di halaman depan koran The Queens Gazette (yang tentu saja menyebabkan kita bertanya, harian macam apa gerangan yang memuat surat kaleng yang belum diverifikasi begitu saja). Surat datang terus-menerus, dan para polisi di polsek sibuk mengurus masalah itu, seolah-olah tak ada kasus pembunuhan atau perampokan lain.
Di antara kesenewenan menghadapi reporter yang mengancam akan membongkar pembunuhan dua pecandu narkoba itu, adegan bolak-balik dari masa kini (pasca-9/11) ke masa kecil Jonathan ketika dia terancam hidupnya oleh seorang pecandu narkoba. Pada adegan kilas balik itu, kita mengenal Charles Stanford (Al Pacino), detektif New York yang berpasangan dengan ayah Jonathan. Stanford-lah yang menutup dan mengubur peristiwa pembunuhan itu.
Sutradara Dito Montiel jelas mempunyai mata yang tajam dan teliti dengan pojok kumuh New York: kelebatan metro pada malam hari, grafiti di dinding, serta aroma korup di antara para polisi dan detektif yang belakangan terbentur oleh seorang polisi yang memiliki nurani seperti Jonathan White.
Problemnya bukan pada cerita, melainkan pada skenario dan penggarapan. Lihatlah teknik kilas balik yang serabutan yang kemudian menggagalkan para pemain membangun sosok yang solid. Lalu simak pula klimaks yang dimaksudkan ingin mencapai dramatisasi ala film Infernal Affair (atau versi Hollywood-nya The Departed oleh Martin Scorsese) yang saling ancam, saling tembak di rooftop gedung. Jelas Montiel ingin membangun ketegangan hingga klimaks, tetapi yang terjadi adalah kekacauan yang sama sekali tak melibatkan emosi.
Al Pacino, yang sepanjang sejarah kariernya sudah berkali-kali tampil dalam film drama kriminal (Serpico, Heat, Donnie Brasco, Righteous Kill), pasti menyadari belakangan bahwa film ini mempunyai potensi menjadi karya yang bagus, tapi belakangan film ini kacau-balau karena sutradara yang tidak koheren dalam bertutur.
Poin-poin yang semula dimaksudkan sebagai kejutan pada setiap belokan tak lagi mengagetkan karena penulis dan sutradara Montiel tak berhasil membuat penonton terikat pada karakter mana pun, termasuk sang protagonis. Ide dan bahan seperti ini yang seharusnya menarik, yang disajikan pada era meledaknya serial detektif, seharusnya digarap dengan jauh lebih serius dan teliti. Yang terjadi adalah mubazir terhadap aktor sekelas Al Pacino dan Juliette Binoche.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo