Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Mengkritik kebudayaan

Pengarang : ignas kleden jakarta : lp3es, 1987 resensi oleh : sanento yuliman.

16 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIKAP ILMIAH DAN KRITIK KEBUDAYAAN Oleh: Ignas Kleden Penerbit: LP3ES, Jakarta, 1987, 282 halaman DI tanah air kita, kebudayaan tak hentinya dibicarakan orang dengan bermacam cara. Dulu, di zaman pergerakan nasional, kebudayaan dibicarakan dalam kerangka cita-cita. Bahasannya ialah anjuran yang bersemangat dan semboyan yang tegas, serta polemik. Kini, di zaman pembangunan nasional, kebudayaan dibicarakan dalam kerangka kepentingan teknis. Di sini dengan terang ilmu-ilmu sosial -- tumbuh oleh kepentingan pembangunan -- orang meneliti kebudayaan untuk menyingkap faktor-faktor budaya yang menunjang, dan lebih-lebih yang menghambat pembangunan. Bahasannya ilmiah, dan arahnya rekayasa sosial. Lalu datang Ignas Kleden. Ia membawa pedang bermata dua. Bukunya, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, hendak melakukan dua hal. Pertama, dari pandangan ilmu sosial melakukan kritik terhadap kebudayaan. Dan kedua, dalam rangka kritik kebudayaan melakukan kritik terhadap ilmu sosial. Tugas yang pelik. Dan Ignas menyiapkan perlengkapan yang cukup rumit. Apalagi ia berupaya agar setiap posisi, setiap bahasan, dan setiap argumentasi, punya dasar yang jelas. Ia memaparkan pengelompokan ilmu serta macam obyek yang diteliti oleh tiap kelompok ilmu. Ia membahas metodologi ilmu. Ia membicarakan hubungan antara ilmu di satu pihak dan kepentingan, nilai, serta ideologi di lain pihak. Ia menyinggung konsep, gagasan, dan teori-teori ilmiah tentang masyarakat dan kebudayaan. Bukannya ia asyik melayang-layang di langit konseptual. Ia tidak pernah lupa turun ke bumi. Dalam perlengkapannya termasuk pengetahuan tentang sejarah ilmu di Barat dan sejarah ilmu-ilmu sosial di Indonesia. Di samping itu, ia akrab dengan pelbagai hasil penelitian tentang masyarakat kita. Ia mengenal bagaimana ilmuwan sosial kita memperlakukan kebudayaan dalam paham dan konsep mereka. Juga, bagaimana pandangan dan gagasan kebudayaan para eksekutif pemerintah dan politikus, serta para budayawan dan seniman. Ia membicarakan kebijaksanaan pemerintah tentang kebudayaan, dan membahas karya-karya susastra. Bukunya terbagi dua. Bagian pertama, berjudul ilmu Sosial dan Pemikiran Sosial, meliputi 6 bab. Di sini dibahas pengindonesiaan ilmu-ilmu sosial, alasan dan batas-batasnya. Lalu teori-teori, yang disodorkan oleh ilmu sosial, ditinjau -- sebagai faktor yang dipengaruhi dan mempenaruhi masyarakat. Ada pembahasan tentang penelitian dan kemampuan ilmu-ilmu sosial, yang menyingkap -- melalui kritik terhadap salah satu penelitian -- kekaburan konsep dan simpang-siur antara teori (yang menggunakan orientasi sosial budaya dan nilai-nilai sebagai penjelas) dan metode (yang positivistik, kuantitatif). Ada tinjauan tentang model rasionalitas teknokrasi, tentang kualitas manusia sebagai persoalan ilmu sosial. Bagian ini ditutup dengan mencari landasan berpikir yang mendukung lingkungan hidup. Bagian kedua, berjudul Landasan Holistik Kebudayaan, terdiri atas 5 bab. Di sini dicari agenda persoalan kebudayaan kita, melalui bahasan tentang paham kebudayaan yang dilontarkan, serta masalah yang dihadapi oleh tiga kelompok utama yang dianggap mewakili pengertian khas tentang kebudayaan: para eksekutif pemerintah dan politikus, para ilmuwan sosial, serta para budayawan dan seniman. Di bagian ini juga dibahas pembaruan dan transisi kebudayaan, dan bersama itu, involusi kebudayaan kita. Dibicarakan tradisi dan sikap tradisional, eufemisme bahasa alias penghalusan kata atau ungkapan (misalnya "wanita tunasusila" untuk pengganti "pelacur"), dan sebagai penutup dibicarakan transnasionalisasi gaya hidup. Pembaca yang menginginkan kelengkapan perlu menahan diri. Misalnya, tidak akan ditemukan bahasan khusus yang bertalian dengan pendidikan ilmu-ilmu sosial di negeri kita dewasa ini, atau dengan alih teknologi, atau desa. Dan masalah penting dalam bahasa kita tentu bukan hanya eufemisme. Kecenderungan kepada kritik terhadap pandangan dan gagasan menyebabkan Ignas cenderung membatasi diri pada pustaka dan pada kelompok yang fasih mengutarakan pikiran dalam tulisan: kelompok yang terdidik baik, yang kota -- khususnya Jakarta dan terbaratkan (westernized). Keluhan Ignas bahwa masalah kebudayaan daerah kurang berkembang pembahasannya, dan bahwa perhatian yang harus diutamakan untuk pengembangan kebudayaan nasional, menyebabkan berkurangnya perhatian terhadap perkembangan kebudayaan lokal atau daerah. Keluhan ini dapat juga disampaikan oleh pembaca kepada Ignas sendiri. Tentu harus dimaklumi, buku ini sesungguhnya bunga rampai, tersusun dari karangan-karangan lepas yang pernah terbit dalam Prisma, kecuali dua karangan. Itulah pula sebabnya, dari bab ke bab, pembaca tidak dapat mengharapkan sistematika ataupun alur yang memuaskan "estetika berpikir". Tetapi dari karangan ke karangan, Ignas konsisten. Memang, buku ini dipersatukan oleh konsistensi jenis masalah, pikiran, dan pendekatan (kritik), serta gaya. Bahasa Ignas lugas, bersungguh-sungguh, serta jelas dan banyak menjelaskan -- kadang terasa agak seperti guru. Sumbangan yang berharga bagi kepustakaan ilmu sosial kita. Buku ini bermanfaat bagi para peminat dan pengkaji ilmu-ilmu sosial, khususnya mereka yang kekurangan dalam pandangan teoretis. Di tengah ilmu-ilmu sosial kita, yang subur dengan penelitian tetapi mandul dalam melahirkan teori-teori baru, buku yang menggugah kesadaran kritis terhadap teori ini layak akan sambutan yang positif. Sanento Yuliman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus