Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Menjumput Ide dari Kuas Leonardo

Brown menginterpretasi bebas karya-karya seni masyhur dunia. Mona Lisa, The Last Supper, hingga Little Mermaid, ikon pemujaan perempuan.

22 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Boleh percaya boleh tidak terhadap teori konspirasi yang diajukan Dan Brown. Tapi simaklah cara dia menulis dan mengambil inspirasi dari beberapa karya Leonardo Da Vinci untuk menopang argumen yang hendak ia ajukan. Brown lihai betul dalam urusan ini.

Begitu kagumnya Brown terhadap Leonardo hingga fiksi yang telah laku 45 juta eksemplar itu mengabadikan nama belakang Leonardo ke dalam judul novel seolah-olah itu nama keluarga. Padahal, Leonar-do di ser Piero Da Vinci (15 April 1452 – 2 Mei 1519) tak punya nama keluarga. Namanya yang panjang itu kurang lebih berarti ”Leonardo, anak Piero dari Vinci.”

Tak melulu melukis, si tangan kidal yang dipercaya sebagai homoseksual ini juga penemu, arsitek, insinyur, ahli anatomi, pematung, pemusik dan pe-ramal. Dengan kata lain, dia tergolong polymath, orang yang me-nguasai seni dan sains sekaligus.

Brown ”menyuntikkan” karya Leo-nardo ke dalam cerita pertama kali ketika kriptolog Sophie Neveu tertegun melihat kakeknya, kurator museum Louvre, menirukan pose The Vitruvian Man di penghujung nyawanya, demi mena-rik perhatian sang cucu. Ini visuali-sasi Leonardo atas konsep anatomi Marcus Vitruvius, arsitek Roma pada 80–70 sebelum Masehi. Dia menggambar anatomi tubuh lelaki de-ngan lingkaran yang mengelilinginya bersentuhan dengan ujung tangan dan kakinya yang membentang lebar. Hing-ga kini sketsa ini masih dipajang di Venesia, Italia.

The Vitruvian Man adalah ikon gabungan seni dan sains yang paling awal pernah dilakukan. Situs Encyclopedia Britannica menyebut sketsa Leonardo sebagai cosmografia del minor mondo, atau kosmografi dari mikrokosmos. Leonardo menghubungkan manusia de-ngan alamnya, dalam hal ini lingkaran sebagai simbol roh dan bujur sangkar sebagai perlambang ragawi. Dalam catatan yang mengiringi sketsa ini, ditulis secara terbalik pada 1492, Leonardo membahas tubuh lelaki dewasa yang simetris dengan alamnya.

Dengan beberapa catatan perbaikan, Leonardo meng-gambar anatomi dasar yang dirumuskan Vitru-vius dalam De Architectura seperti: ”telapak ta-ngan adalah lebar dari empat jari, telapak kaki adalah em-pat kali lebar telapak tangan, jarak dari ujung ta-ngan kiri dan kanan manusia yang terbentang sama dengan tinggi manusia itu dan jarak dari garis rambut manusia hingga ujung dagu adalah sepersepuluh tinggi badannya.”

Plot lantas bergerak ke Mona Lisa. Brown menyebut lukisan favorit Leonardo yang dibuat pada 1503 dan selesai empat tahun kemudian ini sebagai pemujaan dia terhadap prinsip femininitas. Brown percaya sinar X bisa mengungkap adanya kalung lapis lazuli bergambar Isis, dewi Mesir perlambang istri dan ibu, di dada perempuan yang mengulum senyum itu.

Mona Lisa atau La Gioconda, nama asli lukisan itu, merupakan potret diri Lisa Gherardini, istri pebisnis Florence Fransesco del Giocondo. Lukisan ini berulang kali pindah tangan dari raja dan kaum ningrat di Eropa sebelum akhirnya bersema-yam di Louvre.

Telah lama Mona Lisa mengundang perdebatan. Misalnya tentang matanya yang terus meng-ikuti pandangan kita, kulitnya yang berpendar, dan senyumnya yang misterius. Wajahnya sering di-sebut androgynous, bisa laki-laki, bisa juga perempuan. Dr. Lilli-an Schwartz dari Bell Labs yakin Mona Lisa adalah lelucon Leonardo yang melukis dirinya sendiri sebagai perempuan. Kesimpulan ini diambil dari potret diri Leonardo yang kemudian dipersandingkan melalui teknologi komputer dengan Mona Lisa. Unifikasi perempuan dan laki-laki itu tak hanya di wajah. Menurut Brown, namanya pun diambil dari kombinasi dewa Mesir Amon dan dewi L’isa, nama lain Isis. ”Itulah mengapa dia tersenyum abadi,” kata Brown.

Latar belakang Mona Lisa tak habis dibahas. Ada alasan mengapa Leonardo, yang terkenal dengan presisinya, sengaja membuat latar Mona Lisa tidak seimbang. Menurut Brown, sisi kiri (dari pandangan kita) sengaja dibuat lebih rendah dari sisi kanan. ”Karena Da Vinci sangat feminis, dia membuat Mona Lisa kelihatan lebih anggun dan molek dari kiri dibanding kanan, perlambang laki-laki,” Robert Langdon, tokoh utama Brown, menguraikan.

Pada karya agung lain Leonardo, The Last Supper, sejarawan rekaan Brown menggunakan lukisan ini untuk meneguhkan teorinya yang membuat berang umat kristiani. Lukisan ini dibuat Leonardo di usia 43 tahun di dinding ruang makan Convent of Santa Maria del Grazie di Milan, Italia, saat ia menjadi pelukis upahan Ludovico Sforza, penguasa Milan saat itu.

Di lukisan yang menggambarkan perjamuan ter-akhir Yesus dengan 12 muri-dnya itu, Brown menunjuk sosok yang duduk di sebelah kiri Yesus (dari pandangan kita) sebagai Maria Magdalena. Bukan Yohanes seper-ti selama ini dipercaya umat kristiani. Alasannya, sosok itu be-rambut merah terurai, tangannya lembut mengatup dan dadanya tampak sedikit membusung. ”Pasti perempuan,” Neveu berpikir. Posisi duduk Yesus dan Yohanes, yang menurut Brown adalah Maria Magdalena, juga dianggap mewakili simbol huruf M. Brown mengartikannya sebagai matrimonio, atau pernikahan dalam bahasa Latin.

Kritik menghujani Brown karena Yohanes sebagai murid yang termuda memang lazim digambarkan dengan sosok feminin. Dia tak berjanggut dan gerak tubuhnya yang agak bersandar itu menandakan kepercayaan dan kepasrahan yang total terhadap Yesus. Setidaknya, sembilan pelukis lain–Bouts the Elder, del Castagno, di Buoninsegna, Gay, Ghirlandaio, Lorenzetti, Bassano, Poussin dan Rubens–melukiskan Yohanes dengan gaya sama. Pertanyaan lain, bila memang Yohanes diartikan sebagai Maria Magdalena, lalu ke mana Yohanes dalam perjamuan akhir ini? Umat kristiani memprotes ini sebagai tak masuk akal.

Brown memasukkan karya yang tak kalah kontroversial, yakni Madonna of the Rocks yang disimpan di Museum Louvre. Karya kedua yang serupa kemudian disebut Virgin of the Rocks, menjadi koleksi Galeri Nasional London, Inggris. Dua-duanya asli buatan Leonardo. Pelukis ini ingin menjual kedua lukisan itu di atas harga kesepakatan. Karena gereja Katolik Milan saat itu menganggapnya terlalu mahal, Leonardo lantas menjualnya ke pedagang biasa.

Adegan pada kedua lukisan itu menggambarkan bayi Yesus dan Yohanes pembaptis disertai Bunda Maria dan Malaikat Uriel. Brown menentang persepsi umum ter-hadap salah satu bayi yang merupakan sosok Yesus. Tak ada ca-tatan sejarah yang bisa membuktikan teori Brown.

Selain Leonardo, Brown menyebut Botticelli, Poussin, Bernini, Mozart, dan Victor Hugo sebagai seniman-seniman yang memuja kesucian femininitas. Legenda Sir Gawain dan Kesatria Hijau, Raja Arthur serta dongeng Si Bungkuk Notredame disebut Brown sebagai alegori dari kisah cawan suci.

Sampai di situ argumen Brown memikat hati. Argumen yang agak sulit dibeli adalah ketika ia menyebut kartunis Walt Disney sebagai Leonardo abad ke-20 yang sering menyisipkan pesan rahasia di balik karya-karyanya. Sebutlah antara lain Cinderella, Sleeping Beauty, dan yang terbaru, Little Mermaid, sebagai wujud pemujaan Disney terhadap sosok perempuan yang teraniaya.

Satu adegan di Little Mermaid menunjukkan putri duyung A-riel memajang lukisan Penitent Magdalene karya Georges La Tour, atau Magdalena yang teperdaya (dilukis pada 1635–1637) di rumah bawah lautnya. ”Rambut merah Ariel pun bukan satu kebetulan,” kata Brown. Lihat juga dongeng Putri Salju yang cantik, dianiaya oleh ibu tirinya. Adegan sang putri terlena oleh buah apel juga dipersepsikan sebagai alegori dari Hawa yang meninggalkan firdaus karena memakan apel. Fantasi yang ruaarr biasa!

Kurie Suditomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus