Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Musim Semi Superhero

Tokoh komik DC Comics dan Marvel satu per satu diangkat ke film. Thor, Green Lantern, Captain America, X-men kini giliran meloncat ke layar perak. Ada yang ceritanya disederhanakan habis-habisan.

19 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Makhluk berkepala plontos dan bertubuh ungu itu terbaring tak berdaya di pesawat luar angkasa yang ringsek. "Hal Jordan, aku adalah Abin Sur, pelindung sektor 2814. Cincin itu telah memilihmu. Ambillah cincin itu, angkatlah sumpah untuk memegang tanggung jawab," kata Abin Sur (Temuera Morrison), makhluk asing itu, tersendat-sendat.

"Hei, hei..., teruslah bernapas. Ayolah!" seru Hal Jordan (Ryan Reynolds) seraya mengguncang-guncang tubuh Abin. Tapi nyawa Abin, yang terluka setelah bertarung dengan Parallax, tak terselamatkan. Makhluk dari Planet Ungara itu akhirnya diam untuk selamanya.

Jordan, pilot pesawat tempur yang punya kenangan pahit terhadap kematian ayahnya, kini mewarisi cincin Green Lantern, yang membuatnya punya kekuatan luar biasa, dapat terbang, dan mampu menciptakan berbagai benda dari sinar hijau yang keluar dari cincin itu sesuai dengan kehendaknya.

Tapi, sejak itu pula, Jordan dibebani tugas menjaga sektor 2814, kawasan yang meliputi planet-planet sekitar Bumi. Ya, dia kini telah menjadi bagian dari 7.200 anggota Green Lantern Corps, yang menjaga keamanan seluruh semesta, yang dibagi dalam 3.600 sektor. Pasukan polisi antargalaksi itu dibentuk oleh makhluk abadi Guardians of the Universe, yang konon merupakan makhluk berakal pertama di semesta. Diceritakan pula bagaimana Jordan dilatih dua Lantern hebat, Sinestro dan Kilowog.

Kisah perjuangan Jordan melawan Parallax kemudian menjadi alur utama film Green Lantern, yang disutradarai Martin Campbell dan diproduksi DC Entertainment, induk DC Comics, raksasa penerbitan buku komik Amerika Serikat. Film ini telah diputar di Amerika pada pertengahan Juni lalu, bertepatan dengan masa liburan musim panas, tapi belum ada kabar jadwal pemutarannya di Indonesia.

Selain oleh aksi Green Lantern, bioskop tahun ini juga diramaikan film yang menampilkan superhero komik lain produksi Marvel Studio, yakni Thor yang disutradarai Kenneth Branagh, Captain America: The First Avenger besutan Joe Johnston, dan X-Men: First Class garapan Matthew Vaughn. Peralihan dari komik ke film memang membutuhkan berbagai penyesuaian di sana-sini, sehingga para penggemarnya pasti akan melihat perbedaan itu.

Perbedaan paling besar terjadi pada Green Lantern, karena ceritanya disederhanakan habis-habisan. Bandingkan, misalnya, dengan komik miniseri Green Lantern: Rebirth, yang ditulis Geoff Johns dan digambar Ethan van Sciver. Cerita dalam komik enam jilid yang terbit sepanjang 2004-2005 itu sangat kompleks. Dalam komik ini, Hal Jordan dilukiskan kerasukan Parallax dan membuat repot para superhero lain yang tergabung dalam Justice League of America, seperti Batman, Superman, Wonder Woman, Aquaman, The Flash, dan Green Arrow.

1 1 1

Di jagat perkomikan, kisah para jagoan super ini sebenarnya memang semakin rumit setelah melewati periode-periode sejarah komik Amerika, yang lazim disebut di kalangan penggemar komik sebagai Zaman Emas, Zaman Perak, dan Zaman Modern. Zaman Emas adalah masa puncak bisnis perkomikan, yang awalnya kira-kira ditandai dengan munculnya Superman ciptaan Jerry Siegel dan Joe Shuster dalam majalah Action Comics pada 1938 dan disusul Batman karya Bob Kane dalam majalah Detective Comic pada tahun berikutnya.

Komik-komik itu meledak di pasaran, yang disusul dengan serbuan superhero lain, seperti Captain America ciptaan Joe Simon dan Jack Kirby serta The Shield, superhero pertama yang mengenakan kostum patriotik berwarna merah-putih-biru bendera Amerika Serikat.

Terlibatnya Amerika dalam Perang Dunia Kedua ternyata menguntungkan bisnis komik. "Pasokan kertas menipis pada masa perang, tapi setiap majalah yang sampai ke lapak langsung disambar legiun anak-anak dan remaja berseragam. Dan, siapa yang mungkin bisa menjadi musuh yang lebih bagus untuk Superman, Captain Marvel, Captain America, dan sebangsanya selain Nazi dan orang Jepang yang dibenci itu?" tulis Roy Thomas, editor majalah komik Alter Ego, dalam satu artikelnya di buku Comics 101: How-To & History Lessons from the Pros (2007).

Masa gemilang ini sempat meredup setelah Amerika menerapkan sensor yang ketat terhadap komik pada 1950-an. Aturan itu melarang kemenangan penjahat, ketelanjangan, rasisme, dan iklan tertentu terbit di majalah komik.

Dunia perfilman kemudian melirik para superhero ini. Adventures of Captain Marvel (1941) menjadi film superhero pertama yang diadaptasi dari komik, sedangkan Superman and the Mole Men jadi film bioskop pertama dengan George Reeves sebagai Superman dan Phyllis Coates sebagai Lois Lane. Namun film Superman baru benar-benar tenar ketika dibintangi Christopher Reeve, yang dimulai pada 1978.

Kebangkitan kembali komik superhero, yang dikenal sebagai Zaman Perak, dimulai tatkala DC Comics memutuskan memperkenalkan kembali tokoh lamanya pada 1960-an. Pertama The Flash dihidupkan pada 1956, lalu Green Lantern. Latarnya diubah ke masa kini dan ceritanya agak berbeda dengan masa sebelumnya. Green Lantern, misalnya. Pada Zaman Emas, tokohnya adalah Alan Scott, insinyur rel kereta api yang menemukan lentera ajaib dan menciptakan cincin dari lentera itu, yang kekuatannya harus diisi ulang setiap 24 jam sekali. Nah, pada Zaman Perak, tokohnya adalah Hal Jordan, yang kisahnya mirip dengan film yang dirilis tahun ini. Upaya DC Comics berhasil dan mendorong Marvel Comics menerbitkan The Fantastic Four dan Spider-Man.

Tidak jelas benar kapan Zaman Perak berakhir dan Zaman Modern dimulai. Tapi sejumlah penulis menggarisbawahi kematangan artistik dan tema yang lebih dewasa dalam komik di Zaman Modern. Komik superhero tampaknya dipengaruhi sejumlah novel grafis yang mulai bermunculan pada 1970-an, seperti A Contract with God (1978) karya Will Eisner dan Maus: A Survivor’s Tale (1986) karya Art Spiegelman.

1 1 1

Munculnya dua penulis cerita berbakat, Frank Miller dan Alan Moore, pada 1990-an kemudian mengubah dunia superhero. Miller membuat kehidupan para superhero itu lebih kelam. Termasuk kehidupan Batman dan Robin dalam Batman: The Dark Knight Returns untuk DC Comics dan Daredevil: Born Again untuk Marvel. Miller telah membawa Batman ke akar kekerasannya dan memberikan pandangannya yang lebih getir. Randy Duncan dan Matthew J. Smith dalam The Power of Comics: History, Form, and Culture (2009) menilai cara Miller menangani sang pahlawan itulah yang turut mempengaruhi nada dan arah yang lebih kelam pada film Batman (1989) karya Tim Burton.

Adapun Alan Moore menggali lebih jauh sosok para jagoan berkostum ketat itu. Pada akhir 1986, DC Comics mulai menerbitkan Watchmen, miniseri karya Moore yang dianggap Bradford Wright, sejarawan komik Amerika, sebagai seri superhero paling kompleks dan ambisius.

Seperti era sebelumnya, DC dan Marvel mencoba menghidupkan kembali para jagoannya, terutama dengan perluasan usaha, seperti membuat film dan game. Tokoh komik mereka satu per satu tampil ke layar perak. Pada tahun-tahun belakangan ini kita bisa mencatat kemunculan mereka.

Dari X-Men (2000) hingga X-Men: First Class (2011). Dari Batman Returns (1992) hingga The Dark Knight (2008), Hulk (2003) dan The Incredible Hulk (2008), atau Green Lantern dan film lain pada tahun ini. Sebagian besar film itu cukup laris di pasaran. Green Lantern, misalnya, sejauh ini telah mengumpulkan pendapatan kotor sekitar US$ 116,5 juta, Captain America: The First Avenger US$ 173,5 juta, dan X-Men: First Class US$ 146,3 juta.

Dan mereka belumlah berhenti. Tahun depan gedung-gedung bioskop dunia akan dikunjungi para superhero. Marvel merencanakan The Wolverine, Ant-Man, The Avengers, Captain America 2, Ghost Rider: Spirit of Vengeance, The Amazing Spider-Man, Iron Man 3, dan Thor 2. Akan halnya DC Comics menyiapkan The Dark Knight Rises, Justice League of America, dan Man of Steel.

Jadi, bersiap-siaplah mabuk oleh aksi luar biasa mereka. Planet Bumi selamat karena mereka.

Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus