Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitektur

Unjuk Gigi ala Arsitek Muda

Jong Arsitek adalah kelompok arsitek muda Indonesia. Bersenjata perangkat canggih melahirkan ide-ide gila, mereka pun bisa menerobos panggung internasional. Kelompok ini mendokumentasikan kegiatan mereka, seperti workshop, pameran, dan lomba. Ingin membuat pusat dokumentasi arsitektur modern Indonesia.

19 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satu dinding. Satu atap. Dua lantai. Tanpa pintu. Tanpa jendela. Minimal house, begitu sang arsitek, Danny Wicaksono, menamai karyanya. "Saya ingin mereduksi elemen bangunan yang tidak perlu," kata arsitek lulusan Trisakti angkatan 2001 ini. Bentuk dasar rumah mirip prisma segitiga besar di lahan seluas 300 meter persegi. Isinya empat kamar tidur dengan satu kamar mandi, ruang keluarga, dapur, dan ruang makan. Sebuah lemari besar menjadi pembatas di tengah ruangan.

Minimal house merebut juara kedua sayembara rumah hemat energi yang diselenggarakan Imelda Akmal Architectural Writer dua tahun lalu. Menurut Danny, hemat energi tidak sekadar dari pemakaian material bekas dan ramah lingkungan. Penyederhanaan bentuk membuat ongkos produksi, pembangunan, dan material rumah menjadi lebih murah.

Desain ini juga berhasil mengikuti pameran Indonesian Architecture World di Tokyo pada 24 September hingga 2 Oktober nanti. Dari 160 karya yang masuk, hanya 46 yang terpilih untuk tampil dalam acara yang tergabung dalam kongres arsitektur dunia, The International Union of Architects, itu. Kongres ini hanya berlangsung tiga tahun sekali dan Indonesia baru pertama kali mendapat kesempatan berpameran.

Dalam buku Indonesian Architects, kurator pameran tersebut, Deddy Wahyudi, mengatakan sebagian besar karya merupakan pemenang atau finalis sayembara serta peraih penghargaan nasional dan internasional. Setiap proyek juga mempresentasikan pendekatan yang berhubungan dengan dunia arsitektur Indonesia saat ini. Karena itu, ia mengambil tema pameran "Indonesian Architecture Now".

l l l

Boleh dibilang, Danny merupakan satu-satunya arsitek muda yang menampilkan karyanya secara individual dalam pameran itu. Namun, menurut dia, peran generasi muda dalam 159 karya yang ditampilkan tidak sedikit. "Tapi mereka masih ikut biro arsitek yang lebih mapan," ujarnya.

Era baru generasi arsitek ini sering disebut Jong Arsitek. Kelompok ini berawal dari sebuah jurnal digital gratis bernama jongArsitek!. Anggotanya rata-rata berumur di bawah 30 tahun. Mereka adalah generasi yang akrab dengan perangkat komputer dan alat canggih lainnya, meski masih tetap luwes membuat sketsa dengan pensil 2B. "Anggota yang aktif sekitar 30 orang," kata Danny, salah satu pendiri jurnal itu. Tapi jumlah kontributornya mencapai 90 orang dari tujuh negara.

Danny bersama tiga teman sejawat awalnya hanya ingin membuat media dokumentasi kegiatan para arsitek muda pada akhir 2007. Mereka kebanyakan bekerja dengan arsitek senior yang tergabung dalam Arsitek Muda Indonesia (AMI). "Kami sering disebut IPAMI alias Ikatan Pegawai AMI," kata Danny, yang pernah bekerja tiga tahun dengan Adi Purnomo, arsitek yang ikut dalam Ordos 100, proyek prestisius pembangunan rumah di gurun Mongolia yang didanai konglomerat Cina, Cai Jiang.

AMI merupakan kelompok arsitek lulusan akhir dan awal 1990-an. Kelompok ini muncul dari kegiatan diskusi dan pameran bersama yang terkenal dengan nama Forum AMI. Motor penggeraknya terdiri atas arsitek ternama sekarang, seperti Yori Antar, Sonny Sutanto, Bambang Eryudhawan, Andra Martin, Sarjono Sani, dan Marco Kusumawijaya.

Karya-karya kelompok AMI sangat berpengaruh terhadap gaya arsitektur modern Indonesia. Banyak sayembara dan penghargaan lokal serta internasional diraih generasi arsitek ini. "Sayangnya, image AMI terkesan terlalu eksklusif," kata Danny. "Tidak banyak yang bisa bergabung di kelompok itu."

Celah inilah yang kemudian diisi Jong Arsitek. Diskusi antaranak didik AMI membuat mereka solid dan bersepakat membuat generasi baru arsitek Indonesia. Nama Jong Arsitek pun dipilih untuk menunjukkan jiwa muda yang ingin memperbaiki keadaan. "Sama dengan peristiwa 1928 (Sumpah Pemuda)," ujar salah satu pendiri, Paskalis Khrisno Ayodyantoro.

Jurnal pertama jongArsitek! terbit pada Februari 2008. Isinya soal desain, isu perkotaan, pameran arsitektur, dan lingkungan. Tampilannya dibuat unik dengan mengandalkan keterampilan grafis dan foto yang menarik. Mereka membagikan jurnal ini secara gratis. Masuk dalam mailing list Ikatan Arsitek Indonesia, Forum AMI, dan situs Jong Arsitek. "Kami ingin menjalin hubungan dengan arsitek lainnya," kata Danny.

Tahun berikutnya, setelah edisi pertama, kegiatan komunitas ini berkembang dengan menyelenggarakan workshop dan pameran. "Inilah milestone kami," kata Danny. Para arsitek senior mulai memperhatikan eksistensi mereka. Ada yang membantu menjadi kurator pameran. Ada yang memberi masukan soal tema workshop.

Juni lalu, mereka berhasil mengundang arsitek ternama Rem Koolhaas untuk memberi kuliah umum di Jakarta. Danny mengatakan butuh waktu enam tahun untuk mengajak arsitek asal Belanda itu. "Sejak kuliah semester VI," ujarnya.

Lampu hijau baru ia peroleh ketika tahun lalu bertemu dengan Koolhaas di Singapura. Kejadian itu ia sebut series of fortunate event. "Kebetulan dia ingin datang ke Jakarta," kata Danny. "Kebetulan saya ingin mengundang dia."

Keinginan Danny mengundang arsitek yang pernah disebut sebagai 100 orang paling berpengaruh di dunia versi majalah Time 2008 itu bukan tanpa alasan. Menurut dia, Koolhaas merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas arsitektur abad ke-20. Pemikirannya soal arsitektur layak dicontoh arsitek lokal.

Kelebihan Koolhaas, Danny mengatakan, ada pada cara berpikirnya dalam mendesain. "Ia bisa bongkar semua, tidak percaya pada yang sudah pasti dan tipologi yang sudah ada," katanya. Pemikiran itu menghasilkan bangunan yang terlihat tidak lazim. Padahal tujuannya supaya bangunan dapat bertahan dalam evolusi dunia arsitektur.

Yang menarik, sikap ketidakteraturan dan ketidakterikatan Koolhaas muncul ketika ia menghabiskan masa kecilnya selama tiga tahun di Jakarta. Arsitek berumur 66 tahun itu pernah bersekolah di sekolah negeri dan tinggal dalam suasana kota yang semrawut. "Justru, ketika balik ke Belanda yang teratur, ia jadi depresi," ujar Danny, yang menemani Koolhaas selama empat hari di Jakarta.

l l l

Bangunan karya Jong Arsitek masih sedikit jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya di AMI. "Semua masih bekerja dengan orang, kecuali saya," kata Danny. Menurut dia, dalam lima hingga 10 tahun, baru dapat terlihat karya-karya mereka. "Sekarang baru gejala dan belum teruji konsistensinya."

Karena itu, Jong Arsitek ingin membuat dokumentasi perjalanan arsitektur generasi muda sekarang secara detail. Setiap pameran, publikasi, dan workshop mereka publikasikan secara digital melalui website. Mereka juga berkeinginan membuatnya menjadi sebuah buku. "Keinginan terakhir kami membuat pusat dokumentasi arsitektur modern Indonesia," kata Paskal.

Untuk mempertahankan eksistensi, mereka menargetkan membuat tiga acara arsitektur besar setiap tahunnya. Selain menghadirkan arsitek dunia, Jong Arsitek akan mencoba menyelenggarakan pameran arsitektur dengan teratur. Pameran terakhir adalah "Rumah tanpa Pintu" dua bulan lalu. Majalah jongArsitek! sedang diupayakan terbit setiap bulan dengan teratur, seperti ketika tahun pertama muncul.

Danny berharap semua cara tersebut dapat mengisi kekosongan dunia arsitektur, seperti kurangnya kritikus dan media yang bisa menjadi referensi. Dari situ, tujuan akhirnya adalah memperbaiki pendidikan arsitektur. "Kami ingin iklim arsitektur naik sama-sama, bukan hanya individunya," katanya.

Sorta Tobing

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus