Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Negeriku cintaku

Keenan nasution tampil dengan musik keras di teater terbuka tim. dengan tema patriotisme memuja tanah air, pengiringnya, chrisye tampil gesit dan bringas.

9 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK Guruh Soekarno Putra menggaungkan tema Nusantara lewat kaset 'Guruh Gipsy', banyak musisi muda usia berhenti menulis lagu untuk para pacar. Keenan Nasution (26 tahun) muncul di Teater Terbuka TIM 25 dan 26 Nopember lalu, melanjutkan percintaan baru yang memuja tanah air tersebut. Tetapi patriotisme lewat Keenan lain. Ia tampil dengan musik keras. Panggung diapit sepasang merah putih ukuran raksasa. Di latar belakang disemprotkan slide, di antaranya gambar garuda. Tengah menggebu-gebunya musik, angin berembus kencang mengibaskan bendera. Sementara waktu lagu terakhir Negeriku Cintaku dibawakan, di kedua sisi panggung dinyalakan lampu fosfor yang mencorong sambil mengebulkan asap dahsyat. Ini sudah teater. Trio Bebek Keenan yang pendek dan bersuara tinggi tampil dibantu Nasution-Nasution yang lain. Ada Odink, Gauri, Debby. Keenan menyanyi sambil memukul dram dibarengi Fariz dan Eddy yang juga memukul dram -- sering ketiganya memukul bersama-sama -- sehingga hentakan dram mendominir penampilan. Ikut menyanyi adalah Trio Bebek, Ana, Ani dan Nana. Juga ada Chrisye yang maju sambil membawa gitar. Berbeda dengan kesan yang meruap dari kaset Sabda Alam, malam itu Chrisye tampak gesit dan beringas. Keenan pun sangat jeli. Meskipun acara tidak begitu lancar, di samping banyak terlambat, penampilan dikuntit dengan akrab oleh penonton. Tata lampu, dekor yang berubah-ubah, slide, banyak membantu nomor-nomor Nasution yang sebenarnya monotun. Baik Keenan maupun Chrisye, atau musik Harry Sabar yang mendahului, semuanya hanya merupakan arus lanjut dari lagu-lagu Eros Djarot dan Guruh. Gabungan berbagai bunyi instrumen suara paduan sebagai latar belakang dan kemudian suara tunggal yang menonjol dengan warna yang polos, tidak dimerdu-merdukan, rupanya jadi kombinasi paling disukai remaja sekarang. Kelihatan usaha sungguh-sungguh untuk menampilkan aransemen yang baik, juga isi lirik. Tiba-tiba saja penampilan itu tidak hanya berarti sebagai suguhan musik. Para pendukung yang rata-rata muda usia diapit oleh bendera dengan latar belakang garuda, jadi menarik karena sempat mengharukan. Tak ada usaha menjaga ketangkasan suasana penampilan. Padahal dengan waktu yang lebih ketat dari lagu ke lagu, serta pemilihan nomor yang sedemikian rupa sehingga tanjakan pertunjukan tidak sempat kendor, acara bisa lebih mengesankan. Banyak faktor visuil yang sudah dikerjakan untuk membantu musik jadi kurang artinya--karena para pemain masih kelihatan amatir dari segi penampilan, sementara bobot musik dapat diandalkan. Pada kesempatan pertama misalnya, tatkala lagu Guruh dibawakan, Keenan menyanyi sementara sejumlah penari pendet bergerak keluar-masuk panggung. Visualisasi yang dikerjakan Kompyang dkk ini dibantu pula dengan lampu kedip-kedip. Keenan begitu trampil memukul dram, juga menguasai suara, tetapi kurang memperhitungkan bahwa bahan-bahan visuil di sekitarnya membantu lagu. Agak mengherankan juga. Keenan sendiri mengaku kepada TEMPO, pertunjukan tersebut kira-kira mencapai 70% targetnya. Anak muda yang haji dan sangat santri ini (lihat Laporan Utama) kelihatannya tidak suka banyak omong. Ditanya apa tidak berminat bikin musik bernafaskan agama, menjawab: "Bernafas agama buat apa. Buat dijualkan? Nah, gua nggak mau agama untuk dijual!" Diuber lagi, apa tak ada minatnya untuk bikin lagu protes sosial, hanya senyum. "Sekarang kritik-kritik buat apa. Nanti yang kena lu juga, percuma. Kalau kritik-kritik ditangkap mau apa lu? Lebih baik santai-santai, musik kita terserah pendengar. Ngajarin orang sih kita gerah, tapi kalau bisa diserap masyarakat --wallahualam."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus