PERNAH saya mengirim komentar, TAXI: Todong dan Rampas (TEMPO 22
Januari 1977). Kemudian TEMPO memuat soalnya dalam terbitan Juni
1977
Saya sangat berterimakasih: usul saya TEMPO muat juga, walaupun
datang dari orang awam seperti saya hanya sekedar sopir. Saya
berterimakasih karena saya menerima satu hadiah majalah TEMPO
yang saya sukai. Kemudian lebih bangga lagi, ternyata sekarang
ada yang menanggapi komentar saya itu. Hampir semua kendaraan
jenis angkutan umum di seluruh DKI Jakarta, memasang lampu kode
pengaman yang saya usulkan itu.
Entah kesadaran mereka sendiri demi menjaga keselamatan, entah
ada yang menginstruksikan dari atas, dari pengurus angkutan DKI
atau mungkin KODAK. Yang jelas saya bangga melihatnya, walaupun
menurut pandangan saya rasa-rasa kurang sempurna.
Contohnya kita lihat sendiri: di samping tidak seragam, juga ada
yang memasangnya hanya asal-asal saja, sehingga kabelnya keluar
melilit begitu. Selain kurang pantas dilihat juga kurang aman
pada alatnya sendiri.
Sebaiknya disempurnakan secara khusus peralatannya. Umpama alat
lampu kodenya dibuat dari bahan anti pecah seperti bahan
pemiglas, supaya tidak cepat rusak, dan kabelnya dimasukkan ke
dalam selang baja atau apa saja supaya tidak mudah putus. Cara
penyimpanan stop kontaknya juga harus aman dari jangkauan orang
lain kecuali pengemudi sendiri.
Pernah terjadi. Sebuah taxi yang sedang melaju menarik
penumpang, stop kontak lampu kode pengamannya ketarik tidak
disengaja. Entah oleh penumpang yang suka iseng raba sana-sini
entah oleh pengemudinya sendiri. Kemudian ketahuan oleh petugas
patroli -langsung disergap. Disangka ada bahaya. Kalau sudah
begitu 'kan bikin konyol. Mudah-mudahan dengan memakai alat
pengaman dapat terhindar dari penodongan dan kejahatan lainnya.
Tapi bukan soal keamanan itu saja yang ingin saya bicarakam
Mengapa ketertiban lalu-lintas di tanah air ini belum seperti di
negara-negara yang sudah maju? Saya ingin mmberi sedikit
komentar.
1. Di samping jalan peninggalan Jenderal Daendels dulu, dan
jalan yang direncanakan Pemerintah, kebanyakan jalan bersifat
alamiah. Karena Negara sudah mulai maju di seluruh pelosok, maka
jalan juga "tumbuh sendiri".
2. Masyarakat khususnya yang memiliki kendaraan sendiri,
daripada naik angkutan umum lebih suka memakai kendaraan sendiri
-- biarpun lebih boros. Bandingkan jumlah kendaraan umum dengan
kendaraan pribadi yang hanya diisi satu orang. Bahkan banyak
orang kaya-raya memiliki mobil lebih dari satu, dipakai semua.
'Kan ini makin menambah kemacetan saja. Memang keadaan
kendaraan-umumnya sendiri tidak terpelihara. Juga di samping
pengemudi suka ugal-ugalan, penumpangnya biarpun sudah penuh
sesak lebih suka menggelantung asal kebawa.
3. Masyarakat kita belum mentaati peraturan berlalu-lintas
seluruhnya. Bukankah menyeberang jalan juga termasuk
berlalu-lintas? Sering kita lihat sendiri pejalan kaki
menyeberang seenak jidatnya, dengan alasan sepi, biarpun lampu
traffic menyala merah. Atau pengendara yang suka tancap gas di
lampu stopan dengan alasan kepalang tancap atau sepi tidak ada
yang nyeberang. Ini tantangan pihak Kepolisian yang rumit
sekali.
Apa salahnya pihak Kepolisian lebih menggiatkan lagi program
seperti iklan di radio, maupun iklan bergambar di tempat-tempat
ramai: bagaimana berlalu-lintas yang baik. Dan apa salahnya
pihak Kepolisian lebih memperketat lagi memberikan SIM atau
menguji calon pengemudi. Soal mengemudilan kendaraan, anak di
bawah umur juga hanya belajar beberapa minggu sudah mahir. Tapi
yang penting kan kesopanan dan kepatuhannya.
Apa salahnya pihak Kepolisian mencetak atau membukukan cara-cara
berlalu-lintas yang baik, untuk diedarkan atau dimasukkan mata
pelajaran dari mulai SD sampai ke atas. Terutama ting kat dasar,
sebab yang utama menumbuhkan adat kebiasaan harus dari dasar.
Jelas di samping usaha Pemerintah, diharap masyarakat sendiri
ikut berpartisipasi.
A.B. SUBANDI S.
Jl. Kartini No. 34,
Cikaret, Cianjur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini