Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

"Hotel ABRI": Kepada Menhankam

Sewa beberapa hotel/losmen & bangunan tempat tinggal lainnya yang dipakai TNI-AD. Bertahun-tahun tak dibayar. akibatnya banyak pemiliknya yang bangkrut.

9 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMI seorang ex karyawan salah satu hotel-losmen yang sejak 1956 menampung anggota-anggota AD/sipil AD sampai pertengahan 1973 -- di mana pihak Angkatan Darat baru mampu menampung anggota-anggotanya ke asrama/perumahan. Dengan kata lain, di pertengahan 1973 hotel-losmen kami dikosongkan dari penghuninya dalam keadaan payah berantakan. Sepanjang 1956 sampai 1966, yang dalam istilahnya dikatakan jaman lama sewa hotel losmen kami selalu dibayar pihak Angkatan Darat dengan wajar, tidak pernah tertunda-tunda. Namun sesudah 1967 pembayaran tidak lancar lagi, berlarut-larut, tidak berketentuan dan selalu menemui aneka ragam kesulitan. Akibat nyata dari hal ini adalah gaji/honorarium kami tidak terbayar oleh si pengusaha -- selalu dijanji-janji dan disuruh bersabar sampai adanya pembayaran lunas pihak Angkatan Darat. Ini kami sadari. Kami bersabar dan bersabar sampai mencapai hampir 3 (tiga) tahun. Sesudah itu kami terpaksa berhenti dan mencari pekerjaan lain, di samping tetap mengharapkan uang gaji/honorarium kami selama 35 bulan @ Rp 50.000 = Rp 1.950.000. Untuk kami suatu jumlah yang cukup besar. Di pihak lain si pengusaha dengan gigih dan kontinyu dari Daerah sampai ke Pusat (MABAD dan HANKAM) memperjoangkan pembayaran tagihan sewa hotel-losmennya. Namun sampai sekarang pun belum juga mendapat penyelesaian. Berbulan, bahkan bertahun-tahun dengan segala biaya dan pengorbanan mondar-mandir. Terkadang hanya dibayar dengan cicilan yang tidak memadai, bahkan untuk menutup perongkosan mereka di Jakarta selama pengurusan. Untuk keperluan biaya hidup keluarga, terpaksa pinjam dan pinjam dengan bunga yang tentunya kian lama bertambah parah. Akhirnya satu demi satu barang mereka, bahkan gedung hotel-losmennya, sudah ada yang terjual. Malang tak dapat ditolak. Pengusaha tempat kami menggantung harapan itu berpulang ke rahmatullah dengan tidak sempat menikmati haknya. Pengurusan selanjutnya diteruskan oleh ahli warisnya/kuasanya. Dari perorangan maupun kolektif serta bersama-sama dalam OPS Perhotelan, segala daya dan upaya telah banyak ditempuh, baik menghadap langsung maupun bersama-sama membuat surat permohonan. Yang kami ketahui antara lain ialah surat-surat: 1. Tanggal 7-7-1976, kepada Yth. Bapak Men Hankam, Bapak Kas Dep Hankam dan Bapak Kasad dengan pokok: mohon penyelesaian pembayaran tagihan sewa hotel-losmen tahun 1969, 1970, 1971, 1972 dan 1973. 2. Tanggal 9-12-1977 kepada Yth Bapak Asrena Kasad, dengan pokok: mohon pembayaran tagihan sewa hotel-losmen . 3. Tanggal 27-3-1978, kepada Yth Bapak Kasad cq Asrena Kasad dengan pokok: mohon pelaksanaan pembayaran tagihan sewa hotel-losmen. 4. Tanggal 31-7-1978, kepada Yth Bapak Irjenad, dengan pokok: mohon bantuan dalam penyelesaian tagihan sewa hotel-losmen. 5. Tanggal 7-10-1978, kepada Yth Bapak Irjenad, dengan pokok: mohon bantuan dalam penyelesaian tagihan sewa hotel-losmen (susulan surat 317-1978 di atas). Dengan surat tertanggal 7-7-1976 tersebut, tidak lama kemudian lahirlah Otorisasi atau SKEP KASAD Nomor SKEP 432/XII/1976 OT tertanggal 1312-1976 beserta lampirannya, di mana keuangan untuk pembayar tagihan hotel-losmen sudah tersedia dengan jumlah yang penuh tanpa discout. Pengusaha hotel-losmen sudah merasa lega, bersyukur dan berkeyakinan tidak lama lagi seluruh tagihan akan dibayar sekaligus. Tidak kurang-kurang pula gembiranya hati kami. Tetapi kenyataannya pelaksanaannya jauh dari yang diperkirakan. Para pengusaha baru bisa mendapat pembayaran sekaligus, bila bersedia dipotong atau di-discount sedikitnya 500 (limapuluh persen) dari tagihannya. Memang. Pengusaha yang sudah berputus asa, apa lagi melihat pengusaha-pengusaha yang telah meninggal di dalam menunggu, terpaksa bersedia saja menerima pembayaran dengan discount, kendatipun sebenarnya hati nuraninya menjerit dan tidak ikhlas. Semestinya pengusahalah yang patut menuntut pembayaran tambahan atau uang jasa karena sudah sangat dirugikan akibat terlambatnya pembayaran. Coba renungkan pengeluaran mereka tahun 1969/1970 hingga sekarang. Saat itu emas masih berharga Rp 650 per gram sekarang ini sudah menjadi Rp 3.000. Inikah namanya "sudah jatuh terhimpit pula"? Timbul kebingungan dan tanda tanya: mengapa sudah tersedia keuangannya tetapi pelaksanaan pembayaran tertahan-tahan, berlarut-larut dan baru akan dibayar sekaligus jika pengusaha bersedia dipotong? Bagaimana nasib para pengusaha hotel-losmen, dan nasib kami yang tidak habis-habisnya menanggung hutang? Tidakkah ini bisa menimbulkan ekses-ekses yang sama-sama tidak kita harapkan? Dalam hal pelaksanaan pembayaran cicilan tagihan seperti yang sudah-sudah itu pun kelihatannya ada pilih kasih --karena tidak berdasar prosentasi jumlah tagihan masingmasing. Apa pula bagi pengusaha yang tidak muncul-muncul mengurus -- jangan harapkan mendapat pembayaran cicilan. Selain hotel-losmen, juga masih banyak bangunan/perumahan rakyat yang dipakai pihak AD dengan sewa kontrak atau sewa bulanan, namun tidak juga terbayar. Salah sebuah di antaranya adalah milik orangtua kami yang sewanya hanya Rp 200 (dua ratus rupiah) per bulan, namun sejak 1966 s/d sekarang tidak juga dibayar. Ada di antara pemilik bangunan yang dan mohon dikembalikan, namun tidak ada yang dikabulkan dengan alasan masih diperlukan -- namun sewanya pun tidak terbayar. Data-data tagihan sewa bangunan/ perumahan rakyat dimaksud, yang oleh Kodam setempat telah diajukan ke MABAD dan juga ke HANKAM katanya, kelanjutan atau penyelesaiannya kami tidak mengerti, karena tidak ada beritanya lagi. Di mana letak kemacetannya? Adanya otorisasi atau Skep Kasad No. Skep. 432/XII/1976 tanggal 13-12-1976, adalah hasil atau perkenan dari surat permohonan para pengusaha tertanggal 7-7-1976. Betapa ganjil rasanya pembayaran sesuai dengan Skep tersebut belum juga terlaksana sebagaimana mustinya. Sebenarnya untuk menulis surat terbuka ini hati nurani kami tidak mengizinkan. Namun didorong oleh nasib kami dan nasib orang banyak. Pula pada mulanya kami takut-takut kalau dianggap bersalah oleh penguasa atau oleh Pemerintah, tetapi kami percaya bahwa Pemerintah sekarang ini lebih baik dan selalu memelihara Kemanunggalan antara ABRI dan Rakyat seperti yang dianjurkan Yth. Bapak Menhankam Jenderal M. Yusuf. Kami yakin atas kebijaksanaan serta bantuan Bapak Kasad dan Bapak Menhankam sekarang ini. (Nama & alamat pada Redaksi).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus