KAMI seorang ex karyawan salah satu hotel-losmen yang sejak 1956
menampung anggota-anggota AD/sipil AD sampai pertengahan 1973 --
di mana pihak Angkatan Darat baru mampu menampung
anggota-anggotanya ke asrama/perumahan. Dengan kata lain, di
pertengahan 1973 hotel-losmen kami dikosongkan dari penghuninya
dalam keadaan payah berantakan.
Sepanjang 1956 sampai 1966, yang dalam istilahnya dikatakan
jaman lama sewa hotel losmen kami selalu dibayar pihak Angkatan
Darat dengan wajar, tidak pernah tertunda-tunda. Namun sesudah
1967 pembayaran tidak lancar lagi, berlarut-larut, tidak
berketentuan dan selalu menemui aneka ragam kesulitan.
Akibat nyata dari hal ini adalah gaji/honorarium kami tidak
terbayar oleh si pengusaha -- selalu dijanji-janji dan disuruh
bersabar sampai adanya pembayaran lunas pihak Angkatan Darat.
Ini kami sadari. Kami bersabar dan bersabar sampai mencapai
hampir 3 (tiga) tahun. Sesudah itu kami terpaksa berhenti dan
mencari pekerjaan lain, di samping tetap mengharapkan uang
gaji/honorarium kami selama 35 bulan @ Rp 50.000 = Rp 1.950.000.
Untuk kami suatu jumlah yang cukup besar.
Di pihak lain si pengusaha dengan gigih dan kontinyu dari Daerah
sampai ke Pusat (MABAD dan HANKAM) memperjoangkan pembayaran
tagihan sewa hotel-losmennya. Namun sampai sekarang pun belum
juga mendapat penyelesaian. Berbulan, bahkan bertahun-tahun
dengan segala biaya dan pengorbanan mondar-mandir. Terkadang
hanya dibayar dengan cicilan yang tidak memadai, bahkan untuk
menutup perongkosan mereka di Jakarta selama pengurusan. Untuk
keperluan biaya hidup keluarga, terpaksa pinjam dan pinjam
dengan bunga yang tentunya kian lama bertambah parah. Akhirnya
satu demi satu barang mereka, bahkan gedung hotel-losmennya,
sudah ada yang terjual.
Malang tak dapat ditolak. Pengusaha tempat kami menggantung
harapan itu berpulang ke rahmatullah dengan tidak sempat
menikmati haknya. Pengurusan selanjutnya diteruskan oleh ahli
warisnya/kuasanya.
Dari perorangan maupun kolektif serta bersama-sama dalam OPS
Perhotelan, segala daya dan upaya telah banyak ditempuh, baik
menghadap langsung maupun bersama-sama membuat surat permohonan.
Yang kami ketahui antara lain ialah surat-surat:
1. Tanggal 7-7-1976, kepada Yth. Bapak Men Hankam, Bapak Kas Dep
Hankam dan Bapak Kasad dengan pokok: mohon penyelesaian
pembayaran tagihan sewa hotel-losmen tahun 1969, 1970, 1971,
1972 dan 1973.
2. Tanggal 9-12-1977 kepada Yth Bapak Asrena Kasad, dengan
pokok: mohon pembayaran tagihan sewa hotel-losmen .
3. Tanggal 27-3-1978, kepada Yth Bapak Kasad cq Asrena Kasad
dengan pokok: mohon pelaksanaan pembayaran tagihan sewa
hotel-losmen.
4. Tanggal 31-7-1978, kepada Yth Bapak Irjenad, dengan pokok:
mohon bantuan dalam penyelesaian tagihan sewa hotel-losmen.
5. Tanggal 7-10-1978, kepada Yth Bapak Irjenad, dengan pokok:
mohon bantuan dalam penyelesaian tagihan sewa hotel-losmen
(susulan surat 317-1978 di atas).
Dengan surat tertanggal 7-7-1976 tersebut, tidak lama kemudian
lahirlah Otorisasi atau SKEP KASAD Nomor SKEP 432/XII/1976 OT
tertanggal 1312-1976 beserta lampirannya, di mana keuangan untuk
pembayar tagihan hotel-losmen sudah tersedia dengan jumlah yang
penuh tanpa discout. Pengusaha hotel-losmen sudah merasa lega,
bersyukur dan berkeyakinan tidak lama lagi seluruh tagihan akan
dibayar sekaligus. Tidak kurang-kurang pula gembiranya hati
kami.
Tetapi kenyataannya pelaksanaannya jauh dari yang diperkirakan.
Para pengusaha baru bisa mendapat pembayaran sekaligus, bila
bersedia dipotong atau di-discount sedikitnya 500 (limapuluh
persen) dari tagihannya.
Memang. Pengusaha yang sudah berputus asa, apa lagi melihat
pengusaha-pengusaha yang telah meninggal di dalam menunggu,
terpaksa bersedia saja menerima pembayaran dengan discount,
kendatipun sebenarnya hati nuraninya menjerit dan tidak ikhlas.
Semestinya pengusahalah yang patut menuntut pembayaran tambahan
atau uang jasa karena sudah sangat dirugikan akibat terlambatnya
pembayaran. Coba renungkan pengeluaran mereka tahun 1969/1970
hingga sekarang. Saat itu emas masih berharga Rp 650 per gram
sekarang ini sudah menjadi Rp 3.000. Inikah namanya "sudah jatuh
terhimpit pula"?
Timbul kebingungan dan tanda tanya: mengapa sudah tersedia
keuangannya tetapi pelaksanaan pembayaran tertahan-tahan,
berlarut-larut dan baru akan dibayar sekaligus jika pengusaha
bersedia dipotong? Bagaimana nasib para pengusaha hotel-losmen,
dan nasib kami yang tidak habis-habisnya menanggung hutang?
Tidakkah ini bisa menimbulkan ekses-ekses yang sama-sama tidak
kita harapkan? Dalam hal pelaksanaan pembayaran cicilan tagihan
seperti yang sudah-sudah itu pun kelihatannya ada pilih kasih
--karena tidak berdasar prosentasi jumlah tagihan masingmasing.
Apa pula bagi pengusaha yang tidak muncul-muncul mengurus --
jangan harapkan mendapat pembayaran cicilan.
Selain hotel-losmen, juga masih banyak bangunan/perumahan rakyat
yang dipakai pihak AD dengan sewa kontrak atau sewa bulanan,
namun tidak juga terbayar. Salah sebuah di antaranya adalah
milik orangtua kami yang sewanya hanya Rp 200 (dua ratus rupiah)
per bulan, namun sejak 1966 s/d sekarang tidak juga dibayar. Ada
di antara pemilik bangunan yang dan mohon dikembalikan, namun
tidak ada yang dikabulkan dengan alasan masih diperlukan --
namun sewanya pun tidak terbayar.
Data-data tagihan sewa bangunan/ perumahan rakyat dimaksud, yang
oleh Kodam setempat telah diajukan ke MABAD dan juga ke HANKAM
katanya, kelanjutan atau penyelesaiannya kami tidak mengerti,
karena tidak ada beritanya lagi. Di mana letak kemacetannya?
Adanya otorisasi atau Skep Kasad No. Skep. 432/XII/1976 tanggal
13-12-1976, adalah hasil atau perkenan dari surat permohonan
para pengusaha tertanggal 7-7-1976. Betapa ganjil rasanya
pembayaran sesuai dengan Skep tersebut belum juga terlaksana
sebagaimana mustinya.
Sebenarnya untuk menulis surat terbuka ini hati nurani kami
tidak mengizinkan. Namun didorong oleh nasib kami dan nasib
orang banyak. Pula pada mulanya kami takut-takut kalau dianggap
bersalah oleh penguasa atau oleh Pemerintah, tetapi kami percaya
bahwa Pemerintah sekarang ini lebih baik dan selalu memelihara
Kemanunggalan antara ABRI dan Rakyat seperti yang dianjurkan
Yth. Bapak Menhankam Jenderal M. Yusuf.
Kami yakin atas kebijaksanaan serta bantuan Bapak Kasad dan
Bapak Menhankam sekarang ini.
(Nama & alamat pada Redaksi).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini