PRAKAPITALISME DI ASIA Oleh: Dr. H.J. Boeke Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta, 1983, 134 halaman KERJA sama Penerbit Sinar Harapan dan Yayasan Tani Atsiri Wangi dalam menerjemahkan buku The Interests of the Voiceless Far East (1948), karya Mendiang Profesor Boeke, patut dipuji. Sebab, sebagian besar sarjana ekonomi dan sarjana sosial Indonesia mungkin tidak pernah membaca tulisan-tulisan Boeke tentang ekonomi kita, meski teori dualismenya menduduki tempat penting dalam kepustakaan ilmiah. Usaha penerjemahan buku ini patut dipuji karena teori dan pandangan Boeke tentang sistem ekonomi dualistis di Indonesia (dan negara Asia lainnya) tidak populer di sini. Teori itu dianggap terlampau statis, dan karena itu juga menarik kesimpulan pesimistis mengenai potensi perkembangan ekonomi masyarakat dualistis seperti Indonesia. Lantaran kesimpulannya pesimistis, maka tidak mengherankan bila pemimpin dan cendekiawan Indonesla, yang mengenal teori Boeke, dengan tegas menolak pandangan itu. Pandangan Boeke tentang ekonomi dualistis diuraikan dalam bab pertama. Menurut dia, sistem ekonomi suatu masyarakat bersifat homogen atau dualistis (heterogen). Suatu masyarakat adalah homogen jika dikuasai oleh satu sistem sosial ekonomi saja. Di pihak lain, suatu sistem ekonomi adalah dualistis jika dalam masyarakat itu terdapat dua sistem sosial ekonomi yang dapat dibedakan dengan jelas satu sama lain. Tapi Boeke menegaskan bahwa suatu masyarakat bersifat dualistis jika dalam masyarakat itu terdapat dua sistem sosial ekonomi yang secara historis terpisah satu sama lain. Artinya: satu sistem bukan mendahului atau menyusul, tapi terpisah oleh sistem lain. Contoh Boeke adalah sistem "prakapitalisme" dan "kapitalisme tinggi" yang secara historis terpisah oleh "kapitalisme awal" seperti terjadi dalam perkembangan sosial ekonomi Eropa Barat. Menurut Boeke, prakapitalisme adalah sistem ekonomi yang terdapat di masyarakat pedesaan Asia yang dicirikan, terutama, dengan usaha memenuhi kebutuhan sendiri. Sedangkan kapitalisme tinggi diwakili oleh perusahaan besar dan modern yang bertujuan memperoleh laba secara maksimal. Mengenai Indonesia, Boeke mengemukakan bahwa kapitalisme tinggi - modern, muda, agresif, dan terutama terdapat di kota-kota besar - menghadapi tradisi prakapitalistis di desa-desa. Kekuatan kapitalistis itu seolah-olah menyerang masyarakat prakapitalistis yang hanya mampu menanggapinya secara pasif. Mereka tidak mampu menolak ataupun membaurkan diri dengan kekuatan kapitalistis itu. Dalam suatu pembahasan kritis mengenai pandangan Boekc - yang dimuat dalam majalah Indonesia terbitan 1954 - Profesor D.H. Burger mengemukakan bahwa kelemahan pokok teori Boeke adalah anggapannya tentang tidak terdapatnya unsur kapitalisme awal di Asia. Yang ditemui hanya sektor prakapitalistis, yang diwakili oleh rumah tangga pedesaan yang memenuhi kebutuhan sendiri, dan sektor kapitalisme tinggi, yang diwakili oleh perusahaan besar yang terdapat di daerah perkotaan. Dengan hanya menggambarkan kegiatan ekonomi di pedesaan, tanpa mengidentifikasikan kegiatan-kegiatan "kapitalisme awal" atau "kapitalisme perdagangan" yang terdapat di Asia, tidak mengherankan bila Boeke, seperti dikritik Burger, menilai perkembangan ekonomi di kawasan ini terlampau rendah. Sikap Boeke itu dengan sendirinya telah memperbesar jarak dan perbedaan antara ekonomi Asia asli dan sistem ekonomi (Barat) yang datang dari luar. Skema Boeke tentang kehidupan ekonomi pedesaan di Indonesia (dan negara Asia lainnya) hanya mengenal satu tipe masyarakat, yaitu yang memenuhi kebutuhannya sendiri Karena titik tolaknya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka tidak mengherankan jika analisa Boeke mengenai berbagai pranata ekonomi - seperti pasar tanah serta letak pemilikan tanah (Bab IV) dan peranan ternak dalam rumah tangga desa (Bab V) kurang memadai. Ia berpendapat, tanah dan ternak hanya mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan sendiri dan gengsi sosial, sehingga tidak masuk dalam lalu lintas ekonomi. Dengan skema kaku itu, tidak aneh bila Boeke tidak mampu (atau tidak bersedia) melihat keanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan ekonomi di pedesaan Indonesia. Keanekaragaman yang bukan saja terdiri atas sistem kapitalisme tinggi dan prakapitalisme, juga beberapa bentuk peralihan yang dapat dicirikan sebagai kegiatan kapitalisme awal, seperti penggunaan ternak untuk meningkatkan produktivitas kerja rumah tangga (dan bukan sebagai modal yang memberikan keuntungan). Bertolak dari keanekaragaman kehidupan ekonomi Indonesia itu, Burger ternyata lebih mampu memberikan gambaran realistis tentang perkembangan ekonomi kita sebelum Perang dibanding analisa Boeke. Meski demikian, hal itu tidak boleh mengurangi penghargaan kita terhadap Boeke sebagai perintis studi ekonomi Indonesia. Thee Kian Wie Pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini