Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Orang tua itu merayap dari bawah

Suparman, 51, mulai karirinya sebagai guru dan kini memimpin perusahaan asuransi, mendirikan lembaga bina wiraswasta. menurutnya semua orang dapat berhasil asal tekun dengan semua persyaratan. (tk)

26 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENTU ada tokoh-tokoh swasta lain yang bisa ditampilkan di sini. Tapi karena kesibukan atau masih berada di luar negeri, mereka tak begitu mudah untuk ditemui. Agaknya yang juga menarik dikemukakan adalah Dr Suparman, 51 tahun, yang mulai mempopulerkan istilah wiraswasta. Pernah 10 tahun jadi tentara (terakhir kapten), tahun 1955 berhasil mencapai gelar sarjana ilmu pajak di negeri Belanda, lalu melanjutkan studi perpajakan di AS. Ia juga dikukuhkan sebagai doktor ilmu akuntansi oleh UNPAD. Berbeda dengan tokoh swasta lainnya, Suparman yang sudah ubanan ini memang memulai karirnya sebagai guru. Sekalipun kini aktif sebagai konsultan, memimpin sebuah perusahaan asuransi dan beberapa perusahaan lainnya, sikap gurunya masih tebal. Akhir-akhir ini dia sering berceramah memperkenalkan: Apa itu yang disebut Wiraswasta. Tahun lalu dia mendirikan Lembaga Bina Wiraswasta dengan Bung Hatta sebagai pelindungnya. Usahawan pribumi yang ulet itu percaya bahwa setiap orang pasti bisa berhasil menjadi wiraswasta, asal saja menjalani dengan tekun semua persyaratannya. Mungkin tertarik akan istilah padi unggul, dia mendambakan lahirnya manusia-manusia "unggul" di Indonesia. "Yang perlu adalah menjadi manusia unggul dulu", katanya. "Nah sesudah itu baru memperdalam ilmu dengan sekolah". Dan mendidik manusia wiraswasta itulah yang diajarkan lembaganya. Bagi Suparman, seorang wiraswasta itu tak terbatas pada usahawan saja. Tapi bisa juga menyelam di bidang seni sampai olahraga. Rudi Hartono dan dramawan Rendra menurut Suparman adalah wiraswasta. "Asalkan orang itu punya karakter, ulet, berdikari, pandai memilih risiko, inovatif -- nah itulah wiraswasta", katanya. Suparman terjun ke bidang usaha baru belakangan ini -- dibanding dengan tokoh-tokoh swasta lainnya. Mungkin suasana bisnis yang banyak menggantungkan diri pada kredit bank, fasilitas ini-itu dan rasa puas diri kalau sudah bisa menemukan partner asing --itulah yang membuat akuntan ini merasa perlu menumbuhkan sikap yang berdikari pada para pengusaha jaman sekarang. "Cari kredit bank itu perlu untuk meluaskan usaha", katanya. "Tapi itu bukan merupakan syarat utama bagi seseorang yang ingin berusaha". Tanya: Apa sudah banyak usahawan kita yang bisa disebut wiraswasta? Jawab: Belum. Ini memang butuh suatu proses yang panjang, butuh kesabaran. Tapi kalau suatu waktu sudah bisa dibina manusia-manusia unggul di Indonesia, saya yakin mereka akan bisa merubah watak bangsa agar percaya pada diri sendiri. Lalu dia mengemukakan contoh ekstrim dari manusia unggul yang pernah lahir di dunia ini: Hellen Keller yang buta-tuli dan bisu itu, yang berhasil menjadi jutawan yang amat dermawan. Beberapa buku Suparman yang berjudul Waktu, Watak, Wiraswasta dan Menggali, Menempa dan Mengembangkan Kepribadian Unggul Kewiraswastaan, menurut beberapa orang mirip dengan buah fikiran Dale Carnegie, orang Amerika yang terkenal dengan buku-buku 'sukses' itu. T: Soal pribumi dan non-pribumi itu sering dipakai untuk membedakan antara kaum modal lemah dan mereka yang bermodal kuat. Bagaimana pendapat bapak? J: Saya keberatan menggunakan istilah itu. Apalagi kalau disebut pribumi lemah. Sesudah 5 tahun isyu tersebut ditiup-tiupkan, saya khawatir akan timbul keyakinan dalam masyarakat bahwa pribumi itu memang lemah. Padahal kalau dikaji, kemerdekaan yang berhasil kita rebut ini adalah semata-mata karena pribumi kuat. Isyu semacam itu tak patut diterus-teruskan. Kita justru sedang menjadi bibit pribumi yang unggul. Sekalipun diakui banyak bibit-bibit kemalasan, bermental lemah, priyayi mana dan benih kecurangan. Yah, kaum aji mumpung yang tak setia pada tanah air ....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus