Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Bobo Gajah Mada bukan anjing biasa. Dibanding kebanyakan kawan satu spesiesnya, anjing jenis basset hound ini punya kisah istimewa. Ia memiliki paspor Uni Eropa.
Itu yang membawa anjing berumur 3 taun ini berkelana di Eropa, dan “pulang kampung” ke Prancis. Memang dia tidak sendiri. Melainkan bersama Irma Lengkong Mikkonen, perempuan yang menjadi ibu sekaligus teman jalan-jalan Bobo. Irma yang berpaspor Indonesia, mengadopsi Bobo saat usia anjing itu masih empat minggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aktivitas plesiran dengan anjing berbulu coklat terang itu kemudian menginspirasi Irma membuat buku Bobo: The Traveling Hound. “Bobo mengajari saya banyak hal, termasuk untuk mendatangi tempat-tempat baru di Eropa saat anak-anak saya sudah sibuk dengan kuliahnya,” kata Irma di Grandkemang Hotel Jakarta pada Jumat, 25 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buku itu tak hanya berisi “catatan perjalanan” si basset hound, tapi juga lukisan dari pelukis abstrak Hanafi Muhammad. Adapun teksnya digarap Heru Joni Putra, dan visual bukunya ada di tangan Lans Bramantyo dari After Hour Publishing. “Buku ini merekam cerita Bobo saat mengunjungi tempat-tempat di Inggris, Amsterdam (Belanda), Brussel (Belgia), dan Paris (Prancis),” ujar Irma.
Bobo: The Traveling Hound diluncurkan di Grandkemang Hotel Jakarta pada Jumat lalu. Peluncuran buku itu diikuti pameran lukisan-lukisan Hanafi yang berlangsung hingga 3 Februari 2019 di tempat yang sama.
Di buku Bobo: The Traveling Hound, teks dan karya seni rupa Hanafi saling mengisi. Menurut Heru, lukisan Hanafi tak sekadar berfungsi sebagai ilustrasi. Namun juga berdiri sendiri, mewakili teks. Sedangkan teksnya tak hanya mendokumentasikan perjalanan Bobo dan Irma dari kota ke kota di Eropa, tapi juga merefleksikan hubungan antara manusia dengan hewan peliharaan. Perjalanan itu sendiri berlangsung pada pertengahan tahun lalu, yang juga diikuti Hanafi.Pameran lukisan karya Hanafi di Grandkemang Hotel Jakarta. (TEMPO/ISMA SAVITRI)
Hanafi menambahkan, ia menemukan banyak hal menarik dalam perjalanannya dengan Bobo di Eropa. Pertama, bahwa pelukis-pelukis Eropa punya kedekatan dan “hubungan yang baik” dengan anjing peliharaan mereka. “Ini terlihat di kanvas-kanvas mereka,” kata Hanafi. “Melihat itu, saya jadi lebih mudah memasuki, atau menirukan kembali hubungan mereka yang intim (antara pelukis dengan anjing).”
Kedua, menarik bagi Hanafi “meminjam” mata Bobo untuk melihat kondisi masyarakat sebuah kota. Misalnya bagaimana orang menaruh simpati pada Bobo, gestur si anjing ketika lapar, takut, senang, juga interaksi yang muncul antara Irma dan orang asing yang dipantik keberadaan Bobo.
Hanafi menuangkan itu dalam lukisan yang ia buat di beragam media. Selain kanvas, juga kertas dan hwashi. Itu karena dalam prosesnya, tak mudah bagi Hanafi melulu membawa kanvas. “Pernah saya ingin melukis Bobo, tapi di Belanda ketika itu hujan sedang turun. Akhirnya saya melukis di kertas tipis,” ujarnya.
Baca: Sehari Setelah Dicuri, Lukisan Rp 2,5 Miliar Ditemukan
Perbedaan media itu disiasati Lans dengan membuat media berbeda di buku Bobo: The Traveling Hound. Ia memakai kertas dengan beragam tekstur: halus, tipis, juga transparan.