Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Seniman Cosilia Wu menghelat pameran tunggal berjudul Photothread di Galeri Orbital Dago Bandung sejak 21 Agustus hingga 22 September 2024. Dia menampilkan karya-karya foto yang disulam dengan benang. “Sulaman benangnya tidak hanya dekoratif tapi menjadi unsur kritis dari karya fotonya,” kata kurator sekaligus pemilik galeri Rifky Effendy, Senin 26 Agustus 2024.
Pameran Tunggal Tonjolkan Foto Berpadu Sulaman Benang
Kekaryaan fotonya yang cenderung bernuansa hitam putih alias BW, ditambahkan sulaman benang beraneka warna. Bentuk sulamannya ada yang berupa garis-garis pendek, putus-putus, memanjang dan berulang seperti arsiran, juga meliuk seperti batang tanaman. Sementara figur pada karya fotonya sering menampilkan sesosok perempuan berkelir hitam putih alias BW.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan tampilan seperti itu, Cosilia Wu membuat kekontrasan visual antara figur dengan elemen latar. Di sisi lain, variasi bentuk dan pola sulaman serta paduan warna benang itu ikut mengalirkan imajinasi efek gerak dari foto yang bersifat statis atau diam. Misalnya pada karya berjudul 'Switching' dan 'Self confidence #1'.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karya Cosilia Wu berjudul Co-Consciousness. Foto: Dok.Orbital.
Potret Diri Seniman Lulusan ISI Yogyakarta
Alumni Jurusan Fotografi Institut Seni Indonesia atau ISI Yogyakarta itu pada sebagian karyanya menampilkan potret diri dengan identitas tersembunyi. Selain itu, Cosilia membuat karya foto-foto penari Jawa klasik yang diambilnya saat menemani anaknya latihan menari. Foto itu menurut Rifky ikut dicetak dengan mesin fotokopi lalu ditempelkan pada tembok-tembok di luar ruangan, tiang listrik, kendaraan dan sebagainya.
Hasil foto yang ditempelkan itu kemudian difoto kembali oleh Cosilia hingga menghasilkan potret kolase yang unik disertai sulaman benang. Misalnya pada karya berjudul 'Adigang Adigung Adiguna', 'Ajining Diri', 'Ancik-ancik Watu Ngglimpang', 'Gegayuhan', dan 'Mintaraga'. “Karyanya bisa menjadi metafora pengikat antara realita khayali dan kenyataan yang teraba atau sesungguhnya,” kata Rifky.
Lahir dan tinggal di Yogyakarta, Cosilia yang bernama asli Fitrilia Wulansari itu sebelumnya sempat ikut beberapa kali pameran bersama di Yogyakarta dan Bandung. Kali ini menurut Rifky, seniman menggabungkan karya foto dengan praktek kriya atau pekerjaan domestik yang dianggap feminin, dan mengandung sistem representasi atau pemaknaan yang berlapis.