PADA suatu hari, ketika bendera reformasi berkibar dengan gagahnya, Djody terpaku pada sebuah potret masa lalu. Sejarah menguak: sebuah berita dan beberapa foto yang menggambarkan para tertuduh PKI di Madiun yang siap dieksekusi. Katup sejarah yang selama ini ditutup rapat mulai jebol dan mengalir. Djody mempertanyakan perihal kakeknya (yang tewas dipukuli massa pada zaman itu) dan ayahnya (yang karirnya sebagai pegawai negeri terhambat karena "dosa turunan"). " Tragedi ini mengikuti kita. Saya belum pernah mendengar sebuah sistem yang melakukan eksekusi turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, seperti pusaka," ujar ayah Djody.
Ini sekelumit kisah The Making of a Terrorist, cerita pendek karya Michael Vatikiotis dalam kumpulan cerita pendeknya Debatable Land yang baru saja diluncurkan. Kenapa cerita pendek? Menurut Vatikiotis, dia tidak mau menyia-nyiakan apa yang dia lihat dan dia alami dan dianggap menarik untuk ditulis. "Sayangnya, apa yang saya lihat, saya temui, dan saya alami ternyata tidak bisa masuk dalam majalah di tempat saya bekerja," ungkap Vatikiotis, yang sehari-hari bekerja memegang jabatan managing editor majalah Far Eastern Economic Review yang berbasis di Hong Kong.
Berdasarkan pengalaman yang tak tersalurkan itu, Michael Vatikiotis menuangkan pengalamannya itu ke dalam buku fiksi yang berisi sembilan buah cerita pendek. Empat di antaranya adalah cerita pendek berlatar belakang Indonesia, yaitu The Making of a Terrorist, A Crazy Era, The Interruption, dan Menteng Tragedy. Adapun sisanya adalah catatan perjalanan Vatikiotis di Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Vietnam. Hanya satu dari sembilan cerpen tersebut yang betul-betul berdasarkan kisah nyata, yaitu In a Debatable Land, yang menceritakan perjalanan jurnalistik Vatikiotis di perbatasan Myanmar dan Thailand.
Terbitnya buku ini tampaknya mendapat sambutan yang cukup baik dari para pengunjung toko buku impor macam Times Bookstore dan QB World Books. Setidaknya, 20 buku Vatikiotis telah terjual dalam seminggu di toko buku Times, sementara QB World Books pada dua pekan pertama sudah menjual 40 bukunya.
Tentu saja Debatable Land bukan satu-satunya buku fiksi dengan latar belakang Indonesia yang ditulis oleh para ekspatriat atau wartawan asing. Richard Mann adalah nama yang cukup akrab di telinga para pembaca asing karena sudah menghasilkan 36 buah buku. Empat di antara karya Mann adalah novel Murder in Batavia dan Restless Warrior serta dua kumpulan cerita pendek, yaitu A Clown on The Street of Jakarta dan A Hardship Post, yang banyak berkisah tentang pemahaman kebudayaan di Indonesia.
Karya Frank Worsdale berjudul An Indonesian Tale of Conspiracy and Unrest: Rainboys adalah buku terbaru karya seorang ekspatriat yang juga menggunakan Indonesia menjelang reformasi sebagai seting. Sebagai konsultan pembangunan rel kereta api di Indonesia, dia justru menemukan inspirasi untuk membuat novel tentang persekongkolan penjatuhan Soeharto, pembersihan kroninya, hingga kerusuhan-kerusuhan lain yang menyusul. Sementara itu, Michael Wise, seorang produser acara televisi AS, menghasilkan On the Edge of a Dream: Magic and Madness in Bali enam tahun silam, yang isinya sebuah perjalanan turistik tentang eksotisme Bali.
Para penulis ini, yang berprofesi sebagai wartawan, konsultan, atau turis, tentu tak berpretensi bahwa dirinya adalah Gabriel Garcia Marquez. Eksotisme, keasingan, dan keasyikan dalam riuh rendahnya budaya baru tentu membuat darah menggelegak dan pena melaju. Ketika mereka melangkah ke negeri berikutnya, para pengelana itu akan bercerita tentang tanah dan udara baru yang dihirupnya.
Purwani Diyah Prabandari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini