Surabaja
"TUAN djangan tanja lagu Hongkong disini, tidak laku", kata
perekam pita kaset "L-auto" di djalan Tundjungan. Ini tidak
berarti warga Surabaja tidak dojan dengan musik Hongkong. Di
Djalan Bubutan pemilik toko "Life House Record" berkata
mejakinkan: "Disini kebanjakan lagu Hongkong terdjual habis". Ia
menerangkan pula bahwa LHR, singkatan tokonja, chusus
mengusaha-kan rekaman tanpa mendjual piringan hitam. Didaerah
Tundjungan memang sukar didjumpai lagu Hongkong karena kiranja
daerah itu telah diduduki oleh lagu barat dan pop Indonesia
terutama jang di namakan Koes Plus. Jang menjukai lagu seberang
itu lebih baik datang sadja ke Pasar Atom. Djangan kepasar Turi
karena daerah ini sudah diduduki oleh irama Melaju dan India.
Sedang THR Surabaja-pun sudah mendjadi genjataan sebagai daerah
lagu kerontjong dan lagu-lagu "qasidah" dari samrohnja Rofiqoh
Darto.
"Dapat dipastikan" begitu tulis Jassien koresponden di Surabaja,
"rata-rata pertokoan jang mendjual alat-alat perlistrikan, djuga
mendjual kaset jang telah dipompa dengan lagu sambil menerima
pesanan untuk merekam". Toko Internasional jang sebenarnja
pengetjer pesawat radio dan TV. Sebuah toko sepatu jang merubah
nasibnja mendjadi tukang rekam. Dua buah di kompleks pasar
Tandjung Anom, jang satu melulu tempat rekaman jang satunja
njambi djualan toes tel dan menerima tjutjian film. Tidak
terhitung penjambi-penjambi jang lain. Dikabarkan pula bahwa di
THR sadja 30% pertokoan mengusahakan rekaman. "Toko Sumber
Djaja" misalnja adalah toko jang baru beberapa minggu ini
mentjoba njambi merekam. Pendeknja demam kaset telah menjerang
Surabaja pula.
Hak tjipta
Demam kaset tidak dapat ditangkis oleh toko-toko piringan hitam.
Bahkan setjara beramai-ramai mereka menjambut usaha baru itu
sebagai bagian dari kegiatan mereka. Seolah-olah toko-toko
piringan hitam tidak mungkin hidup tanpa njambi merekam. Memang
ada usaha untuk membelokkan usaha seperti jang dialami oleh toko
"AS" didjalan Tundjungan, jang dari pendjual piringan hitam,
merobah taktiknja setjara total mendjadi usaha pendjualan radio
dan TV. Tetapi melihat piring-piring tua djaman tahun 60-an,
seperti PH Lilis Surjain jang dipadjang ditoko-toko rekaman itu,
dapat ditarik kesimpulan, sebagian besar toko-toko rekaman itu
asalnja dari toko-toko piringan djuga. Tjukup logis karena
beberapa tokowan mengakui bahwa kaset jang didjual seharga Rp
1.200 (C-90 berisi lagu) dapat mengalahkan pembeli piringan
long-play barat/timur jang rata-rata berharga Rp 1.500.
"Setelah membatja buku, raja baru tahu hal itu bertentangan
dengan apa jang disebut hak tjipta" kata pemilik Duta Ria dan
LHR. Entah betul atau Aura-Aura tetapi keduanja mempergunakan
alasan kebodohan untuk tindakan mereka jang di Djakarta sudah
dinamakan pembadjakan. Namun ada djuga jang mengaku sudah tahu.
Seperti halnja pemilik toko Internasional, kendatipun demikian
ia tetap djuga melakukan perdagangan membadjak itu dengan alasan
belum adanja peneguran. "Saja boleh sadja mendjualnja, sebelum
ada larangan polisi" katanja dengan jakin. Lalu bagaimana
tindakan polisi?
Rupa-rupanja masalah pembadjakan jang dianggap pentjurian
disiang bolong ini memang sudah mengetuk pintu kekantor Polisi.
Komisaris Besar Polisi Kodrat Samadikun berkata: "Sungguh
menjinggung nurani saja!" Dandin pol kota Surabaja itu dengan
meluap berkata lagi bahwa para artis dan seniman mutlak harus
dilindungi. "Mereka telah dikedjar-kedjar padjak pada setiap
pertundjukan, karena itu patutlah didjamin haknja!" katanja
dengan suara tegas. Namun ketika ditanja apakah polisi sudah
melakukan tindakan jang konkrit, Kodrat. nampak terperandjat,
tetapi segera berkata: "Kalau saja bertindak, akan ada sadja
anggapan sebagai perbuatan hukum. Tapi saja telah siap-siap,
tinggal tunggu formalitas sadja". Dan apa jang dinamakan
formalitas itu suatu pedoman jang telah diadjukan kepada Kadapol
setempat.
Bandung
Di Kota bunga ini angin tak perlu ditunggu lagi.
Perusahaan-perusahaan piringan hitam di Djakarta seperti
Metropolitan, Elshinta, Dimita, Remaco, Tetap Segar boleh
bersorak karena Adjun Komisaris Polisi A.Dermawan telah memimpin
anak buahnja menjerbu pasar-pasar rekaman. Suara-suara Lilis
Surjani, Elly Kasim, Yanti Bersaudara, Upit Sarimanah maupun
Waldjinah telah diselamatkan. "Dalam taraf pertama hasilnja
tjukup untuk pembuktian dalam pemeriksaan. Sekarang sudah dalam
taraf pemeriksaan dan penuntutan" kata Dermawan sambil
memperlihat kan kaset jang dapat dirampasnja. Adjun Komisaris
Polisi jang berkumis netjis itu meskipun terang-terangan
menjatakan bahwa istilah pembadjakan adalah istilah para
wartawan, ia menjatakan setudju djuga. Lalu di bongkarnja
dasar-dasar jang-dipakai didalam penjerbuan. Bahwa jang di
anggap sebagai pembadjakan itu adalah "pemindahan lagu dari
piringan hitam lengkap dengan etiket-etiketnja kedalam kaset,
tanpa seizin dan sepengetahuan pengusaha perusahaan jang
bersangkutan". Kelakuan-kelakuan diluar batasan itu konon masih
belum digarap. Dan bagaimanapun, tindakan pengamanan terhadap
toko toko radio didjalan ABC, djalan Otto Iskandardinata agaknja
masih tetap dalam hubungan pemalsuan sadja dan bukan merupakan
pengamanan torhadap hak tjipta jang selama ini terlunta-lunta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini