Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deni Puja Pranata
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MASALEMBU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
/a/
Kau panggil aku setelah 31 tahun bumi mengenal
Disebuah dermaga, saat kapal membawaku kearah dimana laut gelap
Angin Timur, Ombak laut Jawa, Masalembu aku datang membawa pesan
/na/
Gugusan patah, Kalimantan di matamu, di telunjuknya ada peta Sulawesi yang menanamkan bahasa Ibu. Tapi kau tetap Sumenep, Madura. Sudah aku telan 128 Mil dengan bir, Aku datang.
/ca/
Nyanyikan aku Kakatua jambul kuning Abbotti, pohon kelapa yang kering, hiduplah.
Masakambing, perahu akan kembali bersama kapal-kapal besar, untuk mencatat, jika Tuhan mencipta Masalima sebagai garis pantai. Jangan menangis, gelap hanya titipan sejarah pada anak-anakmu.
/ra/
Masalima, Sukajeruk, Karamian, Masakambing, di tanahmu, puisi menyeberang laut.
Masalembu-Kalianget 2019
Faidi Rizal Alief
RADEN AYU KOROS BEING SEING
sebagai istri dari lelaki ahli tirakat
engkau mengumpulkan biji jagung
sebagai tasbih untuk menghitung zikir
dan penyesalan
butir per butir engkau petik
berulang kali
berputarlah kesunyian dalam dada engkau
dan dosa-dosa dalam tetes air mata
engkau yang tak jadi jatuh ke tanah
di malam ke-40 jari-jari engkau yang
dilepaskan biji jagung
menggaruk-garuk tanah hingga keluar
mata air, sumber dari kesadaran,
muasal dari sejarah
yang hingga kini jadi tempatku
mandi dan bersuci dari
segala hadas yang bisa membatalkan
ibadah puisiku
Gapura, 2023
Deni Puja Pranata, lahir di Sumenep, Madura. Puisinya beberapa kali dianugerahi gelar juara pertama dalam lomba cipta puisi (Universitas Trunojoyo Madura) dan peraih Anugerah Sastra Litera 2019 (kategori puisi terbaik).
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo