Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Tak Menyerah Diterpa Pandemi

Puluhan musikus dan penyanyi unjuk kebolehan memperingati Hari Musik Nasional. Belum ada pengakuan yang lebih nyata bagi para musikus tradisional.

14 Maret 2021 | 00.00 WIB

Dewa Budjana dan Trie Utami. youtube/DSS Music
Perbesar
Dewa Budjana dan Trie Utami. youtube/DSS Music

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Puluhan musikus dan penyanyi tampil dalam konser memperingati Hari Musik Nasional.

  • Seniman musik tetap berkarya di tengah situasi pandemi Covid-19.

  • Ada pula webinar yang mengangkat topik tentang musik tradisional.

Suara Candil melengking menyanyikan tembang berjudul Rocker Juga Manusia. Mantan vokalis grup musik Seurieus ini memperlihatkan totalitasnya membawakan lagu yang dirilis dan hit pada 2005 itu. Suara rocker bernama asli Dian Dipa Chandra itu jernih dan menghipnosis pendengarnya. Tak mengherankan jika di kolom komentar saluran YouTube DSS Music, yang menyiarkan acara itu, penonton ikut mengapresiasi suaranya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Rocker kelahiran 25 Agustus 1974 itu hanyalah satu dari puluhan penyanyi dan musikus yang tampil dalam konser bertajuk “Musik Pemersatu Bangsa” pada Selasa malam, 9 Maret 2021, itu. Konser daring ini digelar Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI), Federasi Serikat Musik Indonesia (FESMI), dan Konser 7 Ruang untuk memperingati Hari Musik Nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ada 60 penyanyi dan musikus yang tampil dalam konser tersebut, di antaranya Grace Simon, Ermy Kulit, Dewa Budjana yang berduet dengan Trie Utami, Lea Simanjuntak, Dira Sugandi, serta Kaka dan Bimbim Slank. Penampilan penyanyi muda Faye Risakota dan Astrid pun tak kalah memukau penonton. Ada pula pianis dan komponis Ananda Sukarlan yang memainkan piano membawakan Rapsodia Nusantara 8, yang digubah dari lagu daerah Manado.

Para penampil bergantian menyanyikan masing-masing satu lagu dalam konser yang berlangsung lebih dari enam jam itu, yang dimulai pada pukul 18.00 WIB hingga dinihari. Donny Hardono, pendiri DSS Music, menjelaskan, karena kondisi Covid-19, persiapan tak dilakukan sebagaimana konser pada umumnya. “Tampil tanpa cek suara dan gladi bersih,” ujarnya. Ia meminta pemirsa bersabar jika ada hambatan secara teknis.

Candra Darusman, Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), menyampaikan rasa salutnya kepada para musikus, pencipta lagu, dan penyanyi. “Ternyata musik Indonesia tahan banting. Di tengah pandemi, kreativitas tetap menggeliat,” ujarnya. Malam itu, Candra membuka konser dengan tampil bersama Andien. Ia memainkan piano mengiringi Andien, kemudian ikut bernyanyi bersama.

Chandra Darusman dan Andien. youtube/DSS Music

Konser ini berjalan santai diiringi celetukan sang tuan rumah, Donny Hardono, dan pembawa acara, Farhan. Sesekali mereka mengusili para penampil. Di sela konser, pemilik studio ini mengajak pemirsa berdonasi. “Ini puluhan musikus tampil malam ini. Silakan yang mau berdonasi, ditunggu,” ujar musikus asal Malang itu. Ia berujar bahwa donasi yang terkumpul akan disalurkan kepada para musikus tradisional.

DSS Music dan Konser 7 Ruang menjadi saluran hiburan musik secara daring selama masa pandemi Covid-19. Mereka menggelar konser daring dengan menerapkan protokol kesehatan ketat di studio. Sebelum tampil, para musikus harus menjalani tes bebas Covid-19. Para penyanyi pun menunggu giliran tampil di mobil masing-masing. 

Elfas Singer. youtube/DSS Music

Peringatan Hari Musik Nasional itu juga diwarnai dengan webinar seputar pemajuan musik tradisional. Webinar yang berlangsung pada sore hari sebelum konser itu menghadirkan pembicara Agus Sardjono, guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang merupakan ahli hak kekayaan intelektual (HKI) dan juga senang bermusik. Pembicara lain adalah Gilang Ramadhan, Endo Suanda, dan Candra Darusman.

Musikus Gilang Ramadhan mengatakan Hari Musik belum sepenuhnya dirasakan oleh semua musikus, terutama musikus tradisional. Menurut dia, tidak ada catatan dan pengakuan yang lebih nyata bagi para musikus tradisional. “Hanya terkesan seremonial dan belum masuk industri,” ujar Gilang. Padahal, ia melanjutkan, Indonesia punya potensi besar agar musik tradisional masuk dunia industri.

Ia juga mengatakan para musikus tradisional yang mengadu nasib di luar negeri jalan hidupnya lebih baik, menjadi pengajar di beberapa tempat dan duta seni. Tapi tetap saja tidak ada catatan tentang karya dan musik mereka. Hal yang memprihatinkan, kata dia, anak-anak muda Indonesia sudah jarang mengenal alat musik tradisional.

Adapun Teuku Faizasyah, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri, mengatakan musik dan seni tradisional lainnya mempunyai potensi dan merupakan aset diplomasi kebudayaan untuk mengenalkan Indonesia lebih luas.

DIAN YULIASTUTI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus