Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Ratu kidul main cinta

Bagong kussudiardjo mempertunjukkan drama tari ratu kidul di tim. tarian dan bunyian kombinasi jawa, bali dan sumatera barat. cerita digarap menampilkan keseraman dan keromantisan sang ratu. (tr)

18 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAKTU gong pertama berbunyi, deretan lilin yang memagari pentas dinyalakan. Diiringi dentaman gong besar yang menyerakkan bunyi bergetar merobek-robek pada buntutnya, muncullah Nyai Roro Kidul. Di belakangnya menguntit 2 inang. Dengan pakaian gemerlapan, kain terjurai panjang di antara ke dua kaki -- seperti busana arja (Bali) -- ia melangkah dari sudut arena ke tengah. Sanggulnya menjulang seperti mentimun raksasa. Sudah jelas maunya bikin suasana serem. Inilah pertunjukan Ratu Kidul produksi PLT Bagong Kussudiardjo, Teater Arena TIM, 7 dan 8 Juni yang lalu. Dengan penonton yang padat, pertunjukan pendek itu digiring lagu-lagu dari tangan Bagong sendiri serta konconya Muhardi. Bunyi yang terdengar adalah kombinasi Jawa, Bali serta juga pukulan gendang Sumatera Barat. Yang paling menonjol adalah, musik tidak lagi merupakan ilustrasi yang berjalan sendiri. Musik sudah berkurang statusnya hanya menjadi elemen pergelaran. Karenanya yang menonjol adalah segi-segi dramatiknya dalam memberi suasana. Basuki Abdullah Cerita yang digarap memang menampilkan keseraman dan keromantisan sang Nyai. Kali ini ia berhadapan dengan Sutawijaya dalam peristiwa Babat Alas Mentaok. Kekera,san Ratu Kidul yang misterius itu,pun asmaranya yang menggebu-gebu, dapat imbalan yang lumayan dari sang pahlawan. Sutawijaya sempat memberikan pantulan yang hangat buat penguasa laut selatan itu. Tetapi pada akhir lakon, seorang lain telah muncul mendampingi Sutawijaya, sehingga ratu yang aduhai tetapi terus-menerus melotot sepanjang pertunjukan itu - jadi penasaran. Dengan diiringi para pengikutnya, ia pun menghampiri Sutawijaya yang sedang memeluk sang dara. Lalu Bagong cepatcepat muncul. Pertunjukan itu selesai dengan titik yang terkatung-katung. Dari segi penggarapan, Bagong telah berusaha mendramatisir setiap adegan. Busana Ratu Kidul dibikinnya begitu rupa mewah, seperti lukisan Basuki Abdullah kalau sedang memuja cewek. Sementara Sutawijaya dan pemain-pemain lain, termasuk para penabuh, bertelanjang dada. Ratu Kidul ditonjolkannya dengan mematoknya secara masif - sementara pemain lain berseliweran membuat fokus-fokus kecil. Ini taktik seorang pelukis yang sedang berusaha melukis potret diri. Bagong menghadapi para pemai:nnya tidak seperti dahulu lagi. Sekarang ia amat rasionil. Jasmani para penari, tangan mereka, pundak, jari, kaki, tidak lagi memiliki identitas pribadi. Bagong memanfaatkannya secara visuil, untuk mendapat efek-efek gambar yang memiliki berbagai variasi. Dari sana ia getarkan irama, ia garap ruangan sehingga selamanya ada kejutan-kejutan kecil yang mengalir terus-menerus sampai akhir lakon. Ia kombinasikan unsur-unsur tari Jawa dan Bali serta juga Sumatera Barat, sesuai dengan watak jenis tari itu -- untuk mengisi suasana-suasana yang sedang berkembang. Eksploatasi ini dalam perhitungan memang klop. Bagong memang tampak lincah, bervariasi, cerdik. Tetapi tidak merasuk, tidak dalam. Kombinasi Halusnya tari Jawa tidaklah akan muncul dengan meluruh, kalau bagianbagian yang lebih dinamis dioperkan pada tari Bali. Sebaliknya, gemuruhnya tari Bali tidak akan memberi pesona lebih dari keributan biasa, kalau tidak dilanjutkan pula dengan mengikuti geraknya pada bagian-baian di mana pukulan riuh rendah itu melembut, dan lenggok-lenggok. Dengan kata lain, kesan. tempelan meski sudah tidak sekasar "gado-gado", dalam pergelaran kali ini, masih belum diselesaikan Bagong. Para penari memang yakin-yakin. Mereka telah berusaha menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh, serta memiliki stamina yang baik. Adegan ke adegan berlangsung rapih. Tetapi Bagong cenderung membatasi penampilan untuk tetap atraktif semata. Kombinasi pakaian yang gemerlapan pada Roro Kidul dengan semangat tari modern pada kelompok-kelompok yang bertaburan di seluruh arena, masih memiliki jarak. Keseraman yang mencuat dari tokoh Ratu Kidul bukanlah keseraman yang dimuntahkan oleh suasana, tetapi keseraman yang ditonjol-tonjolkan. Dengan tubuh yang tegang, ratu ini berusaha menunjukkan keagungan, kemolekan, keangkaraan dan sebagainya. Penggarapan karakter dengan cara seperti ini sudah amat bertentangan dengan kemerdekaan jiwa yang dipakai Bagong untuk menciptakan gruping-gruping di permukaan arena. Tokoh Ratu :Kidul jadi kosong dan kehilangan misteri. Yang ada hanya sebuah patung yang ingin ditakuti. Bagong memiliki imajinasi yang baik. Ia pun gemar bekerja. Pertunjukannya mengalir lancar. Ada keterbukaan diri untuk mencoba. Ini terbantu oleh penggarapan lampu dari tangan Roedjito. Hanya rupa-rupanya ia terlalu dikejar waktu. Barangkali malas untuk menukik lebih jauh. Tetapi siapa tahu juga ada ketakutan untuk mencelup secara total. Kalau-kalau nanti tidak komunikatif. Kita mengerti, di samping berusaha mencari, Bagong juga bertugas menjaga kesenangan penggemarnya. Putu WijAya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus