AWAL bulan yang baru lalu. sekelompok karyawan dengan wajah
cerah meninggalkan kantornya. Yang pakai vespa atau honda segera
menghilang. Yang punya mobil masih menawarkan kepada rekan-rekan
mungkin ada yang ingin menumpang. Paling akhir keluarlah kenalan
saya, seorang yang masih muda, beberapa tahun di atas 30.
Berperawakan pendek, pandangannya selalu lurus ke depan dan
membayangkan kepastian. Di belakangnya pesuruh kantor menjinjing
tas, yang kemudian dimuatkan ke mobil. Tak pelak lagi: dia
seorang manajer di kantor ini.
Karena sudah tutup kantor, saya permisi hendak pulang saja.
Tetapi kenalan ini rupanya baik hati atau barangkali juga ingin
dapat teman bicara. Mobil jalan dan pembicaraan pun dimulai.
Hari gajian begini, karyawan anda semuanya nampak gembira.
- Begini bung! Cerita ini hanya buat anda. Aku baru putuskan
kenaikan gaji mereka, berhubung kenaikan harga barang. Sejak dua
minggu terakhir ini aku didesak terus-menerus. Utusan mereka
berulangkali datang. Kepala-kepala bahagian beruntun sampaikan
memo. Memang bisa capek sekali.
- Harga naik atau tetap, kenaikan gaji selalu ada manfaat
psikologisnya.
- Betul. Tetap manfaat itu baru terbatas pada diri karyawan.
belum pasti membawa efek kemajuan bagi perusahaan.
- Oh ya! Dengan menaikkan gaji, mereka paling-paling terbebas
dari tekanan belanja. Menjadi tenang. Namun, seorang yang tenang
belum pasti akan berprestasi lebih baik. Untuk menggalakkan
prestasi, yang dibutuhkan bukan ketenangan tapi gairah. Memang
sulit bahwa seorang yang kepepet dalam keuangan, akan menjadi
lebih bergairah dalam kerja. Tetapi seorang yang tenang dalam
keuangan tidak dengan sendirinya juga akan bergairah. Di
sinilah. saya kira, peranan manajer menjadi menentukan.
Pendekatam instruksi dan keputusan-keputusan yang diambilnya,
akan lebih langsung menggalakkan atau mematikan semangat kerja.
- Berarti tugas anda tetap berat, juga setelah kenaikan gaji
ini?
Manajer ini rupanya faham akan pertanyaan saya yang sebenarnya
merupakan penghargaan secara tak langsung. Mobilnya meluncur
terus. Jalanan bising, sementara berdua termenung sepi, asyik
dengan pikirannya masing-masing.
***
Belakangan saya pikir, hebat juga teman itu. Meyakinkan seperti
psikolog, padahal dia sebenarnya kuliah di Fakultas Ekonomi,
lalu berhehti karena kegiatan sosial politik. Penjelasannya amat
mengesankan saya. Betapa tidak.
Saya kira seorang ibu rumah juga faham. Kalau anaknya kelewat
bersemangat, meloncat di sana-sini, memanjat apa saja,
mencobakan semua alat-alat dapur, sang ibu bisa kesal. Tetapi
sekali anak-anaknya cuma diam, alim dan serba menurut, ibu yang
sama akan bingung juga. Ada apa dengan anaknya? Mengapa amat
kurang bicara? umah seperti kehilangan gairah.
Nampaknya seorang ibu juga tahu bahwa ketenangan dibutuhkan sama
seperti kegairahan dalam hal anak-anaknya sang ibu tentulah tak
mengharapkan anak-anaknya berprestasi tinggi di rumah. Sebab,
kalau sebuah rumah adalah kehidupan, maka seperti juga tanaman
halaman, kehidupan di rumah membutuhkan pertumbuhan dan
pertumbuhan berpangkal pada kegairahan. Ketenangan niscaya
dibutuhkan. Tetapi ketenangan semisal tanah tempat menanam.
Gairah mungkin ibarat sinar matahari atau sumber air.
***
Ketika memikirkan hal ini, ingatan saya tak dapat menghindari
pengalaman Pemilu yang baru lewat. Ada masanya rakyat diminta
bergauah. Ada masanya rakyat diminta tenang. Kampanye dan minggu
tenang jelas menunjukkan hal itu. Dan saya teringat lagi kepada
penjelasan manajer muda itu: rasa tenang merupakan prasyarat
bagi tumbuhnya kegairahan. Seorang yang tidak tenang susah
bergairah dalam kerja.
Sebenarnya apa yang berlaku dalam dunia perusahaan atau bisnis
tidak selalu sama dengan kenyataan di bidang sosial politik.
Kegairahan Angkatan 66 menumbangkan Orde Lama kiranya bukan
tumbull dari rasa tenang, tetapi justru dari rasa terganggu oleh
berbagai distorsi dalam pemerintahan pada waktu itu. Lalu apa
persoalannya?
***
Sederhana saja. Kegairahan dan kegairahan mungkin merupakan dua
hal yang berbeda. Yang satu tumbuh dari rasa tenang dan
cenderung berkembang menjadi kreatif atau konstruktif.
Kegairahan yang lain merupakan pelampiasan suatu perasaan kecewa
atau tertekan, yang cenderung berkembang ke arah destruktif.
Sebaliknya ketenangan dan ketenangan pun ada dua. Dalam hal
pertama ia merupakan akibat terbebasnya seseorang dari rasa
tertekan, seperti perasaan orang yang berhasil melunaskan utang.
Dalam hal kedua ketenangan justru dipaksakan oleh rasa tertekan.
seperti ketenangan anak gadis terhadap ibu tirinya yang galak.
Kalau seorang manajer berbicara tentang ketenangan dan gairah.
maka kita mungkin cepat faham. Cukup jelas kegairahan dan
ketenangan apa yang dimaksudkannya. Akan tetapi dalam banyak hal
lain masih dibubuhkan suatu identifikasi yang cermat dan lapang
dada.
***
Ketenangan adalah prasyarat untuk tumbuhnya kegairahan, kata
teman manajer saya. Sekarang saya menyesal karena tidak terpikir
ketika itu untuk memperingatkannya bahwa di luar bidang bisnis
ketenangan tak selalu berarti bebas dari keadaan tertekan tapi
dapat berupa "tenang yang menghanyutkan".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini