NU DALAM TANTANGAN Penyunting: S. Sinansari Ecip Penerbit: Al-Kaustar, Jakarta, 1989, 128 halaman BUKU saku ini merupakan kumpulan karangan (pengalaman dan pendapat) berbagai tokoh NU (maupun ahli NU) mengenai jamiyah itu. Ada sepuluh penulis, dari K.H. As'ad Syamsul Arifin, sampai Dr. Nurcholish Madjid. Ada trio kelompok Cipete, seperti H. Imam Sofwan, H. Nuddin Lubis, dan H. Mahbub Djunaidi (para politisi PPP dari unsur NU). Juga politisi "luar", seperti Ridwan Saidi, di samping Arbi Sanit dan Soetjipto Wirosardjono. Meskipun buku itu dipersiapkan menjelang Muktamar NU ke-29 di Krapyak (menilik tanggal karangan Kiai As'ad, yang Oktober 1989), tak ada uraian tentang pertentangan kiai sepuh dengan kelompok cendekiawan yang "dipimpin" oleh Gus Dur. Yang ada ialah pendapat-pendapat, seperti yang dapat disimpulkan dari rangkuman, bahwa NU sudah seyogianya mempertimbangkan lagi dirinya untuk berkiprah dalam politik praktis. "... warga NU yang kini punya jutaan jumlahnya punya aspirasi politik yang mengambang... membiarkan keadaan berlarut-larut berarti aspirasi terbekukan dan mubazir", tulis H. Nuddin Lubis. Kiai As'ad, yang karangannya ditarik bagian pertama, mengharapkan warga NU jangan sampai jadi golongan putih (golput) dalam pemilu. "Penggunaan hak politik dilakukan menurut ketentuan perundangan yang ada dan dilaksanakan dengan penuh akhlaqul karimah sesuai dengan ajaran Islam," tulisnya. Dalam Pemilu 1987, Kiai As'ad tetap mencoblos bintang, bahkan terang-terangan menyampaikan rencana pencoblosannya itu kepada para santri dan orang tua yang melakukan cabis (sowan tradisional pondok) kepada Kiai. Padahal, ketika itu, sebagian tokoh NU, seperti K.H. Yusuf Hasyim dan H. Mahbub Djunaidi melakukan penggembosan terhadap PPP. Sikap Mahbub sendiri dinyatakan dalam buku ini. "Pemilu yang akan datang akan sangat tergantung dari bagaimana sikap dan gaya PPP terhadap NU dan apakah NU masih berdiri ketat pada prinsip khittah atau sedikit membuka diri pada politik". Buku berukuran separuh kuarto ini merupakan best seller selama muktamar NU tahun lalu. Mungkin karena judulnya cukup menggigit. M. Baharun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini