FILSAFAT EKSISTENSI KARL JASPERS Oleh: Harry Hamersma Penerbit: PT Gramedia, Jakarta, 1985, 63 halaman "BANYAK orang menjadi bingung berhadapan dengan 'hutan' filsafat ...." Begitu bunyi sebuah kalimat perkenalan pada buku ini. Dan, agaknya, banyak pula orang yang percaya, "hutan" itu multiinterpretasi - salah benarnya sebuah tafsiran toh sulit dihakimi. Begitu juga rupanya keyakinan Harry Hamersma, pengarang buku ini yang juga dosen Institut Filsafat Teologi Kentungan, Yogyakarta. Buku ini, karenanya, bukan sekadar buku pengantar ke pikiran-pikiran Karl Jaspers (1883-1969), tokoh filsafat eksistensi (sebuah garis dalam eksistensialisme) yang sejajar dengan Sartre, Heidegger, dan Gabriel Marcel. Toh keberanian itu punya manfaat. Berbeda dengan buku-buku introduksi dalam filsafat yang sering kali masih saja terasa rumit - seperti hutan itulah - buku ini berhasil menguraikan dasar-dasar cara berpikir Jaspers dengan sederhana. Kendati keputusan untuk menerbitkan buku ini barangkali cuma sebagian dari rangkaian penerbitan buku filsafat, pengarang tampak berhasil membuat buku ini menjadi khusus. Melalui pemilihan beberapa pokok pikiran Jaspers, pengarang agaknya ingin membangkitkan minat pembaca - bahkan motivasi untuk memperdalam. Alhasil, renungan tentang hubungan manusia dengan Tuhan, renungan tentang kehidupan dan renungan tentang nasib pada buku ini memang cepat mengikat bahkan pembaca yang tak mengenal seluk-beluk dan sejarah filsafat. Di sisi lain, Jaspers memang memikat dan merangsang keinginan berdiskusi. Di antara pemikir filsafat eksistensi, ia terbilang aneh karena paling "agamis". Ia percaya pada hubungan vertikal dengan Tuhan. Akan tetapi, Tuhan dalam transendensi itu bukanlah "pribadi" seperti yang diyakini agama, melainkan "yang ada" (yang esa) sebagai kenyataan ontologis. Dalam diskusi, pengarang seolah mencoba mendorong "pertobatan" Jaspers dengan mengemukakan, Tuhan sebagai pribadi ada pula dalam persepsi Jaspers - diungkapkan sebagai bahasa sandi (chiffre) dalam kenyataan hidup. Chiffre memang salah satu dasar pikiran Jaspers yang paling penting: filsafat eksistensi adalah teka-teki pemecahan sandi-sandi itu dalam kehidupan. Tapi pengarang mengabaikan pendapat keras Jaspers bahwa Tuhan sebagai pribadi yang menjadi keyakinan agama itu adalah mitos, dan mitos itulah chiffre - dengan begitu apologi apa pun tak mungkin lagi. Ada kekhawatiran pengarang yang bisa dimengerti. Filsafat, walau dengan rendah hati senantiasa antidogma - Jaspers menyebutnya keyakinan pribadi - lewat konsepsi "keniscayaan" sering kali menjadi pseudo-dogma yang menyesatkan bagi mereka yang tak mafhum seluk-beluk "hutan" filsafat. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini