Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Renungan Roekmana

Tigapagi akhirnya meluncurkan album perdananya, Roekmana's Repertoire. Lagunya tersusun dalam pembabakan sore, malam, dan dinihari.

3 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Renungan Roekmana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Judul: Roekmana's Repertoire
Musikus: Tigapagi
Label: Demajors, Helat Tubruk
Rilis: September 2013

Setelah terbentuk pada 2006 dan sempat tak terdengar kabarnya, tahun ini Tigapagi, trio asal Bandung yang terdiri atas Sigit Pramudita (vokal, gitar, bas, keyboard), Eko Sakti (gitar), dan Prima Dian Febrianto (gitar, piano, kecapi), akhirnya mencetak album perdana Roekmana's Repertoire.

Roekmana adalah seseorang yang gelisah mencari makna hidup dan memikirkan negerinya. Karena bertutur soal perjalanan hati dan keresahan pikiran Roekmana, album ini disuguhkan dalam satu track sepanjang lebih dari satu jam. Track tersebut, kata Sigit, terdiri atas tiga pembabakan waktu: sore, malam, dan dinihari. "Jadi kesatuan track dalam album kami ibarat waktu yang terus berjalan, tanpa jeda," ujar Sigit, Rabu lalu.

Komposisi album, yang penutup lagunya sekaligus menjadi intro, pernah digunakan Boomerang dalam Reboisasi, yang dirilis tahun lalu. Namun, Sigit membantah mengekor grup musik rock asal Surabaya tersebut. Tigapagi, kata dia, sekadar ingin memperkuat jalinan cerita perjalanan Roekmana dengan mengemas lagu-lagunya dalam suatu kesatuan. Dalam membuat album ini, Tigapagi dibantu banyak musikus, seperti Firza Achmar Paloh dari grup Sore yang urun ide lirik dan menyumbang vokal dalam lagu Alang-Alang, Aji Gergaji dari The Milo, Ida Ayu Made Paramita Saraswati dari Nadafiksi, Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca, dan Alvin Witarsa sebagai pemain violin.

Roekmana's Repertoire terdiri atas 14 lagu, yang dibuka dengan Alang-Alang. Lagu yang dirilis bertepatan dengan Hari Tani 24 September lalu ini berkisah soal kehilangan dan perpisahan. Suara Sigit yang mendayu sendu dan parau itu dipadu musik khas Pasundan, yang menyuarakan kegetiran hati Roekmana.

Selanjutnya kita dibawa masuk dalam ruang pikiran Roekmana yang penuh pertanyaan, kemarahan, dan renungan. Album ini sekaligus bercerita soal kelahiran (Birthday), kematian (Tangan Hampa Kaki Telanjang, Tertidur), dan kehidupan (The Way). Menurut Sigit, pada awalnya album ini diilhami oleh peristiwa 30 September 1965. "Lirik-liriknya memang implisit dan multi-interpretatif. Menurut kami, itu lebih adil bagi pendengar. Biar saja mereka punya interpretasi masing-masing, karena kami tak ingin menyetir," kata dia.

Liriknya puitis tapi tidak cengeng yang dipadu dengan musik yang menyayat dan syahdu membuat Roekmana's Repertoire seperti mesin waktu yang membawa kita ke beberapa dekade silam. Dalam beberapa bagian, Tigapagi juga menghadirkan suasana getir yang mendalam, seperti dirasakan Roekmana yang sedang muram memikirkan negerinya.

Sigit mengatakan, banyak hal yang mempengaruhi Tigapagi sebelum melahirkan album ini. Prima, misalnya, banyak mendapat pengalaman dari profesinya sebagai guru seni budaya di sekolah menengah pertama dan atas di Sukabumi. Ia juga seorang pencinta alam, yang banyak mendapat inspirasi saat mendaki gunung.

Adapun Eko, yang cucu seorang sinden, adalah pendengar musik klasik dan metal sekaligus. "Kalau saya sendiri ketemu banyak orang, mengobrol dengannya, dan biasanya mendapat cerita baru yang bisa jadi lagu. Ya, katakanlah inspirasi yang kami dapat itu diimpor dari Tuhan," kata Sigit.

Sigit enggan membahas ihwal jenis musik Tigapagi yang cenderung folk. Menurut dia, terserah jika pendengar punya persepsi berbeda soal jenis musik mereka. Namun, kata Sigit, pada dasarnya musik Tigapagi adalah hasil karya mereka yang saat itu tak punya duit untuk menyewa studio.

"Bisanya gitar akustikan saja di rumah karena sewa studio saat itu mahal. Ya, jadinya musik seperti itu, yang dibilang orang folk. Kami sendiri memilih tidak mengidentikkan diri dengan genre tertentu. Bisa saja dalam album berikutnya musik kami berubah metal," ujarnya.ISMA SAVITRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus