Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Inflasi Merendah. Tapi Hati-Hati Inflasi Merendah. Tapi Hati-Hati

Indeks harga beberapa bahan makanan turun. Laju inflasi menunjukkan angka 11,4%, terendah sejak 3 tahun lalu. Tingkat yang rendah itu bisa dipertahankan kalau harga beras terkendali.

12 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN masih turun di akhir Pebruari kemarin. Masa paceklik tinggal sebulan lagi. Tapi inflasi selama Pebruari kemarin hampir tak ada artinya. Indeks dari hampir semua bahan keperluan sehari-hari tak berobah. Indeks bahan makanan bahkan turun dengan 0,04%. Ini disebabkan karena indeks harga beberapa makanan pokok seperti beras, daging, telor ternyata turun. Ada yang menarik tentang inflasi di bulan Pebruari itu. Diukur dari tingkat tahunan (indeks Pebruari ini dibanding indeks Pebruari tahun lalu), tingkat inflasi menunjukkan 11,4%: Satu tingkat inflasi tahunan yang terendah sejak tiga tahun terakhir ini. Sejak pemerintah mengeluarkan peraturan April 1974 yang tujuan utamanya membndung inflasi, belum pernah terjadi penurunan inflasi yang berarti. Tingkatnya masih tetap berkisar antara 20%, empat sampai lima kali tingkat inflasi negara tetangga. Apakah tingkat inflasi yang rendah yang terjadi Pebruari kemarin akan dapat dipertahankan atau bahkan bisa ditekan lebih lanjut? Ini tergantung dari beberapa hal. Yang paling penting adalah: apakah harga beras akan bisa dikendalikan'? Ini menyangkut pertanyaan sampai di mana sasaran produksi beras tercapai. Pemerintah menetapkan sasaran produksi beras pada 1976 adalah 16,4 juta ton. Tapi laporan-laporan sementara yang masuk menunjukkan bahwa sasaran produksi itu tak tercapai - sekurang-kurangnya 1 juta ton di bawah sasaran. Mungkin sebab serangan hama wereng tempo hari, dan musim kemarau yang cukup parah antara Mei - September tahun lalu. Aman, Kata Bustanil Bagaimanapun, rendahnya produksi beras pada 1976 mengharuskan pemerintah untuk memperbesar impor beras. Itu memang sudah dilakukan oleh Bulog, yang impor berasnya tahun ini akan mencapai 1,5 juta ton. Jumlah ini akan memperkuat cadangan Bulog untuk menghadapi kekurangan beras sewaktuwaktu, yang bisa terjadi antara paceklik sekarang ini sampai Mei 1977 nanti ketika Pemilu berlangsung. Ketua Bulog Bustanil Arifin sesudah bertemu Presiden baru-baru ini mengatakan: "Musim paceklik akan berlalu dengan aman". Bustanil punya cukup alasan untuk berkata demikian. Dibanding dengan situasi 1972, di mana Bulog hampir tak siap sama sekali menghadapi paceklik, maka kali ini persiapan Bulog jauh lebih matang. Kalau pada 1972, Bulog hanya mampu membeli 18.000 ton beras dari dalam negeri, maka pembelian kali ini dari dalam negeri akan bisa mencapai 350.000 ton. Dibanding dengan masa paceklik 1972, maka akibat paceklik tahun ini nampaknya tak akan separah itu. Dulu harga beras di luar negeri mencapai 'US$ 500 per lon, kini harganya berkisar US$ 225 per ton. Dulu Indonesia hampir tak punya cukup devisa untuk mengimpor bras, kini devisa cukup tersedia-- bahkan untuk impor komersiil sekalipun. Dulu persediaan beras sangat tipis karena adanya musim kemarau yang panjang di tiap negara produsen utama beras. Kini, persediaan beras agak melimpah baik di India, RRC dan Muangthai sendiri. Sekalipun kini keadaan lebih menguntungkan pemerintah dibanding paceklik 1972, bukan tak mungkin masih timbul beberapa persoalan. Mungkin karena banjir dan tanah longsor akibat hujan keras, pengangkutan beras ke daerah minus mengalami kelambatan yang menyebabkan terjadinya lonjakan-lonjakan harga beras secara lokal. Ini akan mendorong timbulnya inflasi. Karena itu putusan Dewan Stabilisasi Ekonomi Oktober kemarin untuk memberi beberapa kabupaten tertentu beras sebanyak 250 ton untuk dibagikan dengan gratis kepada yang tak punya, tak akan banyak artinya, bila penyalurannya tak dikontrol dengan seksama. Jual Ternak Yang lebih parah lagi dengan adanya musim kering panjang selama 1976 adalah merosotnya pendapatan di desa-desa. Banyak petani yang terpaksa menjual ternaknya dengan banting harga, sekedar untuk menutup kebutuhan makan sehari-hari. Dari Jawa Timur pertengahan September kemarin terbetik berita harga ternak jatuh dari Rp 70.000 menjadi Rp 30.000 seekor. Ini melukiskan sejauh mana paceklik panjang mempengaruhi kehidupan penduduk di desa. Dengan penghasilan yang merosot ini, masih sanggupkah petani membeli pupuk pada tingkat harga yang sekarang? Latar belakang inilah yang agaknya jadi dasar bagi pemerintah untuk memutuskan menurunkan harga pupuk dari Rp 80 menjadi Rp 70 per kilo, yang mulai berlaku awal Pebruari kemarin. Tapi sekalipun harga pupuk sudah diturunkan, masih diragukan apakah para petani masih sanggup membeli pada tingkat harga baru tersebut. Apabila demikian halnya, maka pemakaian pupuk akan menurun. Dan petani akan kembali lagi dengan bibit padi varitas lama yang hasilnya kecil. Di samping itu, Bank Rakyat Indonesia - yang kini kreditnya lewat bimas sudah macet sebanyak Rp 20 milyar menghadapi masalah yang tak ringan. Apabila BRI bersikeras bahwa petani yang berhutang itu mesti membayar, maka dengan penghasilan mereka yang menurun sekarang ini, mereka akan mundur dari program bimas. Ini akan merupakan pukulan bagi program peningkatan produksi padi. Tapi kalau tak ditagih dan dibiarkan saja, artinya, BRI akan menderita rugi yang tak sedikit. Sementara disiplin dan tanggungjawab petani terhadap kewajiban membaar hutangnya akan semakin kurang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus