Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta adalah ladang yang tak pernah kering bagi para pembuat sketsa. Sudut-sudut kota yang mungkin tak pernah kita hampiri atau mungkin hampir setiap hari kita lewati, tapi tak pernah kita perhatikan, menjadi obyek yang menarik bagi mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 25 pembuat sketsa memajang puluhan karya mereka dalam pameran "Cerita Sketsa tentang Jakarta-dari Henk Ngantung hingga Urban Sketchers". Pameran itu dilangsungkan pada 6-15 Juli 2018 di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudut sebuah gang di sebelah Kantor Pos Cikini di Jalan Kalipasir, misalnya,menjadi obyek yang menarik bagi Hafid Alibasyah. Ia menggoreskan penanya membuat sketsa sebuah rumah tua bertingkat, dengan jendela-jendela dan pintu yang terbuka lebar, lengkap dengan pipa air, talang, ventilasi, dan sebuah pengatur suhu. Beberapa pot tanaman dan sepeda berada di depan rumah. Kesan tua rumah tersebut dipertebal dengan sentuhan warna sepia dalam karya berjudul Gang Samping Kantor Pos Cikini 2 itu.
Lalu salah satu sudut di Pasar Mayestik, tepatnya di toko lawas Esa Genangku, digoreskan oleh Beng Rahardian. Pemandangan dari seberang toko menonjolkan tiang listrik dengan kesemrawutan kabel dan orang-orang yang beraktivitas di depannya. Beng tak hanya membuat sketsa, tapi juga melengkapinya dengan cat air menjadi sebuah lukisan atau drawing.
Dia menuturkan obyek ini dibuat saat mengeksplorasi kawasan selatan Jakarta. Sejak berdomisili di Jakarta pada 2003, dia sudah dua kali mendatangi tempat itu. Kini pasar itu sudah berubah lebih cantik dan modern. Tapi ada sesuatu yang tak berubah, salah satunya adalah bangunan di sudut jalan bernama Esa Mokan dan Esa Genangku. "Ingatan pertama saya pada Pasar Mayestik hilang, berganti dengan kebaruan di sana-sini, tapi ada beberapa yang tak berubah," ujarnya.
Jakarta yang menggeliat selalu tampil dengan wajah baru. Jejak kemacetan dan pembangunan gedung-gedung pencakar langit serta jalan-jalan layang yang bersandar pada beton-beton bahu penyangga juga tak luput direkam dalam tarikan garis. Seperti karya Donald Saluling berjudul Jakarta Menyambut MRT.
Dia mengabadikan situasi persilangan dua proyek besar di Lebak Bulus: pembangunan MRT dan underpass Pondok Indah-Lebak Bulus.Dia merekam aktivitas kesibukan di sekitar proyek itu, termasuk kemacetan yang menjadi dunia keseharian manusia Jakarta dan para komuter.
Donald mengatakan lebih sering menjadi penumpang daripada pengendara. Buat dia, hal itu menjadi berkah karena ia bisa menggambar dengan leluasa. "Saya bisa mengamati kondisi di sekitar saya tanpa terbawa emosi dan stres. Kadang-kadang sketsa malah belum selesai saat macet terlewati," ujar Donald.
Ada juga perupa yang merekam Pelabuhan Sunda Kelapa yang penuh dengan kapal-kapal Nusantara: kapal tradisional pengangkut bahan-bahan pokok antarpulau, atau sudut-sudut kota tua dengan arsitektur kuno pada jendela dan pintunya.
Pengunjung juga bisa melihat gambaran padatnya kereta listrik dan manusia-manusia di dalamnya. Atau suasana saat kereta kosong. Ini terlihat dalam beberapa karya Adrian.
Adapun Hendriko Teguh, seniman Urban Sketchers, memotret suasana di dekat Pasar Festival yang dipagari gedung pencakar langit berarsitektur modern dan menyandingkannya dengan rumah-rumah bedeng di pinggir kali di sebelah ITC Roxy.
Selain karya yang bercerita tentang Ibu Kota yang terus bergerak, sketsa dua seniman kondang Indonesia ikut dipamerkan. Ada enam goresan tinta dari Henk Ngantung yang merekam momen-momen politik Presiden Sukarno saat Perjanjian Linggarjati pada periode 1946-1947.
Dua sketsa lainnya adalah karya Danarto, yang wafat beberapa bulan lalu. Ia menggoreskan tinta tebalnya memotret suasana di sekitar Kota Tua yang masih mempunyai air mancur pada 1969 dan suasana di seputar Bundaran Hotel Indonesia. Karya-karya mereka yang dipamerkan adalah reproduksi karya yang menjadi koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta.
Para pembuat sketsa pada umumnya adalah pegiat komunitas Indonesia Sketchers dan Urban Sketchers. Ada pula beberapa mahasiswa Institut Kesenian Jakarta. Mereka menampilkan roman Jakarta dari sudut pandang dan pengalaman pribadinya. Pengunjung bisa merekam Jakarta pada masa lalu dan masa kini ke dalam memori mereka. DIAN YULIASTUTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo