Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Sebuah Lanjutan, Sebuah Kekecewaan

Perlukah sebuah film yang berhasil dilanjutkan? Mari kita simak sekuel yang kembali mengisahkan sosok-sosok kesayangan kita.

19 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARISAN!
2Sutradara: Nia Dinata
Skenario: Nia Dinata
Pemain: Tora Sudiro, Cut Mini, Rachel Maryam, Aida Nurmala, Surya Saputra, Rio Dewanto, Sarah Sechan, Adinia Wirasti, Edward Gunawan, Ria Irawan
Produksi: Kalyana Shira Films

Rio Dewanto dan Adinia Wirasti.

Mereka adalah dua tulang perkasa yang berhasil menegakkan leher saya selama dua jam menanti film ini berakhir.

Padahal kita, para penonton Indonesia, sudah jatuh cinta kepada karakter Sakti (Tora Sudiro), Nino (Surya Saputra), Andien (Aida Nurmala), Lita (Rachel Maryam), dan Meimei (Cut Mini). Delapan tahun silam, melalui film Arisan!, kita mengikuti pergulatan batin tokoh-tokoh ini, pertengkaran dan percintaan mereka, dialog yang cerdas dan lucu, serta proses pencarian identitas yang berakhir dengan sebuah harapan: orientasi seks apa pun bukan persoalan untuk hidup bahagia. Siapa saja bisa hidup berbahagia berdampingan dan saling mencintai.

Persoalannya, setelah Sakti bisa keluar dari "lemari persembunyian"-nya dan merasa nyaman dengan orientasi seksualnya, perlukah kita mengetahui kelanjutannya? Dengan kata lain, perlukah film yang sudah merebut perhatian (dan merebut Piala Citra sebagai Film Terbaik FFI tahun 2004) membuka drama baru tokoh-tokoh kesayangan kita itu?

Sutradara Nia Dinata merasa perlu. Dan penonton yang setia seperti saya tentu saja akan mengikuti langkah sang sutradara. Harap diingat, Arisan! 2 bukan hanya sekuel dari film Arisan!, tapi juga bahkan meneruskan kisah yang sudah sempat diangkat menjadi serial di televisi. Jadi Lita sudah mempunyai anak di luar nikah. Nino dan Sakti sudah putus dan masing-masing punya pacar baru. Nino mengencani seorang berondong manja bernama Okta (Rio Dewanto), sedangkan Sakti menjadi simpanan Gerry (Pong Harjatmo), lelaki paruh baya yang sudah menikah dengan dokter Joy (Sarah Sechan), sosialita terkemuka yang kebetulan berkawan dengan Andien.

Kostum mewah kerlap-kerlip, tas Hermes yang bertebaran, mobil BMW dan rumah-rumah gigantik dengan halaman seluas lapangan bola digambarkan sebagai bagian dari kehidupan para nyonya cantik (yang tak lagi sibuk arisan, tapi lebih merasa hip untuk tampil di semua pesta dengan wajah licin hasil botox). Kelakuan khas OKB (orang kaya baru) yang lebih doyan memperlihatkan seluruh milik mereka dengan ucapan dan tingkah laku pretensius (berciuman pipi tanpa menyentuh sama sekali) ini memang ditampilkan seperti seorang pelukis yang menyemprotkan semua persediaan warna ke kanvasnya tanpa daya sunting. Meriah dan gemerlap.

Namun kemeriahan warna itu diletakkan di atas sebuah lokomotif yang bergerak dengan lamban dan tak tentu arah. Plot tanpa arah dan keinginan daya kejut tanpa bisa mengejutkan. Sakti dan Gerry berhubungan gelap, lalu apa? Okta seperti sebatang benalu yang melekat pada Nino hanya karena ingin tampak keren di Twitter dan Facebook, lalu apa? Lita berceloteh lucu tentang kelakuan teman-temannya, sementara anaknya ditenteng Meimei ke Lombok, lalu apa pula? Dan Meimei, yang tiba-tiba saja menjadi perempuan yang membebaskan diri dari gerusan hidup urban, sudah ketahuan penyakitnya. Meimei (dan sang sutradara) mencoba menyembunyikan penyakitnya dari sahabat-sahabatnya di Jakarta. Dia membentuk perkawanan baru dengan Tom (Edward Gunawan), seorang lelaki yang merawat Meimei dengan obat alternatif, dan Molly (Adinia Wirasti), bartender yang magnetik. Satu-satunya bagian yang menarik adalah hubungan Tom, Meimei, dan Molly yang ditampilkan dengan sugestif, meski kita juga tak kunjung tertarik kepada close-up shot mata para tokoh yang dilakukan berkali-kali.

Semua kecerdasan dialog dan bangunan karakter yang solid dalam Arisan! delapan tahun silam (ditulis oleh Joko Anwar dan disutradarai oleh Nia Dinata) kini tampak meleleh. Sementara Arisan! berhasil menunjukkan kebiasaan para sosialita berpameran materi dengan sebuah satire, dalam film ini segala keinginan terlalu penuh sesak: botox, perkawinan semu, dan hubungan klise Sakti-Gerry serta Nino-Okta. Sementara orientasi seksual dalam Arisan! justru disikapi dengan kearifan, dalam film ini tokoh kesayangan kita jatuh pada sebuah kenyataan klise. Lalu, omong-omong, bagaimana bisa putri kembar Andien yang sudah remaja dengan santai menyaksikan sang ibu tunggal berhubungan dengan berbagai lelaki yang berbeda cukup dengan "I miss daddy"? Remaja zaman manakah itu yang cukup memberontak dengan tato?

Menyaksikan film ini sungguh seperti mengendarai kereta yang berderak perlahan dan tanpa tujuan. Kita hanya terbangun karena penampilan Rio Dewanto dan Adinia Wirasti yang menggebrak meski porsi mereka sekadar pendukung. Mereka adalah pemain yang tampil seperti bunglon: pada setiap film, mereka muncul dalam format dan jiwa yang berbeda.

Memang tak semua film membutuhkan sekuel. Arisan! akan tetap saya kenang sebagai Arisan! produksi 2003, yang membuat kita semua jatuh cinta kepada Nia Dinata. Itulah sebabnya, kita masih menantikan Nia mengeluarkan keajaiban dari tangannya tahun-tahun mendatang. Karena kita masih mencintainya.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus