Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Seorang kardinal yang mudah ditemui

Darmojuwono tak terikat protokoler. pekan lalu, kardinal sederhana ini sudah tiada.

12 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AYAHNYA semula menentang pilihannya untuk menjadi pastor. Darmojuwono pun tidak ngotot. "Kalau memang bukan panggilan, meski sudah memakai jubah, saya akan mundur," kata Darmojuwono kepada ayahnya. Saat itu 30 Agustus 1935. Setelah diyakinkan, sehari setelah itu, ayahnya setuju sang anak menjadi pastor. Maka Darmojuwono pun masuk Seminari Tinggi St. Paulus Yogya. Pastor yang kemudian menjadi kardinal satu-satunya di Indonesia ini, Mgr. Justinus Kardinal Darmojuwono, telah tiada Kamis pekan lalu. Sampai akhir hayatnya, ia tetap mengenakan jubah pastor dan membina umat di Gereja St. Maria Fatima di kawasan Perumnas Banyumanik, Semarang. Sejak Sabtu sebelumnya kondisi Darmojuwono sudah memburuk. Namun, ia masih memimpin misa walau harus dipapah ketika berkhotbah. Minggu pagi Kardinal juga menerima rombongan Wanita Katolik dari Yogyakarta, yang sempat menyanyikan lagu panjang umur untuk Kardinal. Usai menerima rombongan itulah ia dibawa ke RS Elizabeth dan masuk ruang ICU sampai Tuhan memanggilnya. Jenazah almarhum dikebumikan di pemakaman Kerkof Bruderan, Muntilan, Jawa Tengah. Dalam upacara pemakaman, telegram duka Paus Johannes Paulus dibacakan oleh Duta Besar Vatikan di Indonesia. Darmojuwono tercatat sebagai kardinal pertama dari Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan kardinal satu-satunya di Indonesia. Sebagai kardinal yang ditunjuk lewat hak prerogratif Paus Paulus VI tahun 1967, ia mempunyai hak untuk memilih Paus. Selebihnya, Kardinal Darmojuwono dalam kehidupan sehari-hari tak banyak berbeda dengan umatnya. Ia memilih terjun langsung sebagai gembala ke dalam kehidupan umat yang jauh dari keramaian dan perhatian orang. Kesederhanaannya tentu dengan mudah dikenang orang. "Begitu sederhananya. Ia tak susah dijumpai dan setiap orang dapat bertemu dengannya setiap saat," kenang Bruder Theodorus Geuskens kepada pembantu TEMPO Arief A. Kuswardono. Geuskens setiap pagi berbincang-bincang dengan Kardinal Darmojuwono. Biasanya seorang kardinal, atau sering disebut Pangeran Gereja, dikungkung oleh aturan protokoler yang rumit sehingga tak mudah untuk ditemui. Namun, Darmojuwono, yang minta pengunduran diri dari jabatan Uskup Agung Semarang pada tahun 1979, rupanya tak mau terpisah dari umatnya. Setelah pengunduran diri dikabulkan Sri Paus, ia membangun gereja kecil di daerah Srondol Selatan, Semarang. Sayang, umur gereja itu tidak panjang karena terkena pembangunan jalan tol. Tapi ganti rugi memungkinkan ia membangun gereja yang lebih bagus di Banyumanik. Di gereja itu -- sekaligus jadi rumahnya -- ia menerima semua orang yang datang, termasuk yang minta sumbangan. Tak banyak sumbangan yang ia berikan, paling Rp 2.000 sampai Rp 3.000. "Saya memang tidak bisa memberikan banyak karena saya tidak kaya," katanya suatu saat kepada TEMPO. Ketika meninggal, hanya ada tiga kemeja batik dan tiga celana di kamarnya yang berukuran 3 m X 4 m itu. Lahir di Desa Kliwonan, sekitar 13 km di barat Yogyakarta, 2 November 1914, masa kecil Darmojuwono sebenarnya tak punya dasar agama Katolik. Kedua orang tuanya, menurut Kardinal sendiri, tergolong penganut Kejawen yang tiap malam Jumat selalu menyebar kembang di tempat keramat. Baru ketika masuk sekolah guru di Muntilan awal 1930-an, Darmojuwono, yang punya nama kecil Imin, dibaptis menjadi penganut Katolik dengan nama permandian Justinus. Ia memilih agama Katolik karena terkesan melihat pastor-pastor Belanda yang bijaksana, rendah hati, sopan, dan tidak pernah marah. Maka, tamat pendidikan guru, Justinus Darmojuwono melanjutkan pendidikan ke seminari. Sebagai pastor, kariernya boleh disebut komplet. Ia bersekolah di Universitas Gregoriana, Roma, dan pulang dari Roma ditunjuk untuk merintis pendirian sebuah gereja di Solo. Tahun 1962, Darmojuwono pindah ke Semarang dan menjadi pastor kepala merangkap Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang, sebelum terpilih sebagai Ketua MAWI dan uskup agung. Prestasi tertinggi adalah diangkat sebagai kardinal. Sayang, ayah dan ibunya -- yang sempat ia baptis menjadi penganut Katolik -- tidak sempat menyaksikan pengangkatannya sebagai kardinal karena lebih dulu meninggal dunia. Tampaknya, Darmojuwono berhasil meraih cita-cita sebagai pastor yang bijaksana, rendah hati, sopan, dan tidak pernah marah. Sejak menjadi uskup, ia tak segan memanggil pastor yang muda untuk berdialog dan mendorong pastor-pastor yang sedang dalam pergulatan agar bangkit kembali. "Saya ingat Kardinal Darmojuwono selalu mengatakan take it easy kepada pastor-pastor yang sedang menghadapi persoalan. Kami jadi bangkit kembali dan kata hati itu bisa mencairkan kebekuan," kata Mgr. V. Kartosiswoyo, Sekretaris Eksekutif Konperensi Waligereja Indonesia. Perhatian pribadi terhadap umat adalah salah satu kenangan abadi dari Kardinal. Albinus Tue, tukang kebun yang dilatih jadi sopir, mengatakan Kardinal tidak pernah memberi uang jika ia memerlukan. Kardinal hanya meminjamkan, namun setelah beberapa kali angsuran sudah dianggap cukup tanpa perlu dilunasi. "Saya sangat kehilangan, karena Romo sangat memperhatikan saya," kata Albinus yang kaget karena sebelum Kardinal meninggal ia sempat diberi uang Rp 100.000. "Kata Romo sebagai ucapan terima kasih selama ini." Liston P. Siregar (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus