Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNDANGAN Perdana Menteri Laos Pangeran Souvannah Phouma yang membawa GeneviƩve Couteau akhirnya menginjakkan kaki di Asia Tenggara. Di tengah Perang Vietnam, Laos tercabik antara kubu pro-Vietnam dan pro-Amerika. GeneviƩve, pelukis asli Prancis, diundang untuk menggali tradisi Laos dan menunjukkan kepada dunia bahwa masih ada kedamaian di negeri berkonflik itu.
Selama enam bulan pada 1968-1969, GeneviƩve mendatangi istana, wihara, hingga pasar tradisional di Laos. Interaksi keseharian dan praktik spiritual di sana menarik minatnya. Tak cukup menjelajahi Laos, GeneviƩve pun melanjutkan perjalanan untuk melihat bentuk kebudayaan Asia lain. Sampailah ia di Bali. "Dua budaya ini yang ia beri perhatian khusus dan amat ia cintai," kata pengamat seni, Jean Couteau, 72 tahun, putra GeneviƩve yang sampai kini masih tinggal di Bali.
Dari perjalanan ke Laos dan Bali, GeneviƩve membuahkan puluhan lukisan dengan beragam tema dan gaya. Lukisan-lukisan itu kini sedang dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia hingga 14 Februari mendatang di bawah tajuk "GeneviƩve Couteau: The Orient and Beyond". Jean Couteau sendiri yang menjadi salah satu kuratornya. "Saya beberapa kali ke Prancis untuk mengumpulkan lukisan-lukisan Ibu," kata Jean, yang ditemui sebelum pembukaan pameran.
Hampir semua lukisan GeneviƩve yang dipamerkan dibuat pada rentang 1968 hingga akhir 1970. Pada 1980-an, ia mulai terserang parkinson, yang membuat produktivitas melukisnya turun drastis. GeneviƩve akhirnya meninggal pada 2013 pada usia 88 tahun setelah dua dekade didera penyakit itu. Namun jejak estetiknya masih tertinggal.
Dalam pameran ini, dua pertiga karyanya adalah tentang Bali. GeneviƩve memang berkali-kali kembali ke sana setelah kunjungan pertamanya. Saat berkunjung pada 1975, ia turut membawa serta Jean, yang saat itu mulai mempelajari kebudayaan Bali. Mereka tinggal di Ubud, yang masih penuh dengan sawah, dan hidup berbaur dengan warga sekitar.
Dilihat dari karya-karyanya, GeneviƩve bukanlah seniman yang konsisten dengan melulu satu gaya. Ia menggunakan beragam teknik untuk menangkap obyek yang berbeda. Kala melukis tentang Bali, setidaknya ada tiga gaya yang terlihat digunakan GeneviƩve, dari figuratif hingga surealis.
Yang paling menarik adalah gambar-gambar potretnya. GeneviƩve banyak membuat gambar potret orang-orang Bali yang ia temui. Rata-rata orang biasa saja: perempuan Bali, petani, atau pemangku adat tanpa nama. Namun ada juga potret seniman yang ia kenal saat di Bali, seperti pelukis Made Sukada.
Pengamat seni Agus Dermawan menilai karya potret GeneviƩve berhasil menangkap karakter orang Bali dengan figur khas mereka tanpa diintervensi persepsinya sendiri sebagai orang Eropa. "Tulang pipi dan rahang lelaki Bali yang cenderung terlihat kuat dan menonjol dibiarkan hadir sebagai bagian penting dari wajah. Begitu pula mata perempuan Bali dengan bundaran bola mata hitam yang menyala," kata Agus dalam catatannya.
Figur yang paling menarik minat GeneviƩve selama di Bali tampaknya adalah I Gusti Nyoman Lempad, maestro seni rupa Bali yang wafat pada 1978. Ia membuat sebuah seri potret Lempad yang- berbeda dengan lukisan potret GeneviƩve lain- mengandung unsur imajinatif.
Dalam The Old Lempad, GeneviƩve menggambar sosok kurus kering sang maestro yang duduk mengangkat kaki. Kepalanya besar tak proporsional. Kuku-kuku jari kaki dan tangannya dibuat amat panjang dan tajam dengan sebuah kuas tergenggam di tangan kiri. Lukisan kelabu yang dibuat pada 1977 itu seolah-olah meramalkan kematian Lempad yang telah membayangi. "Ibu saya waktu itu datang ke rumah Lempad dan amat terkesan kepadanya. Tapi saat itu tak ada orang yang tak terkesan oleh Lempad," ujar Jean.
Gaya lain yang muncul dalam lukisan GeneviƩve adalah figuratif realis. Dalam lukisan cat minyaknya, GeneviƩve menangkap berbagai seremoni tradisional yang biasa dihelat di Bali. Misalnya, lukisan Puppet Show Theater, yang menampilkan pertunjukan wayang dengan banyak penonton, atau seri lukisan Barong Landung, pertunjukan boneka raksasa yang biasa diadakan sebelum hari raya Galungan. Ia juga menangkap kegiatan sehari-hari biasa, seperti perempuan berjalan ke pasar, kegiatan panen, dan penyerahan sesaji.
Tak ada lukisan lanskap walau ia tinggal di Ubud, yang kala itu pasti masih amat permai. "Pola pergaulan, spiritualitas, dan tubuh manusia yang berbeda lebih menarik bagi ibu saya ketimbang pemandangan alam," ucap Jean mengenang.
Lahir di Paris pada 1925, GeneviƩve adalah alumnus Sekolah Tinggi Seni Rupa Nantes. Ia mulai berkarya dengan potret hitam-putih dan pernah dianugerahi piagam Prinx Lafont Noir et Blanc (Penghargaan Lafont untuk Gambar Hitam-Putih).
Sebagai perempuan, GeneviƩve, melalui karya-karyanya, dapat disebut mewakili feminisme. Kala melukis sosok perempuan, ia tak pernah menonjolkan lekuk tubuh atau sensualitas, seperti yang dilakukan kebanyakan pelukis pria pada zamannya. GeneviƩve memusatkan perhatian pada wajah dan ekspresi para perempuan itu. Dan di semua lukisannya, para perempuan hampir selalu terlihat sedang menatap ke kejauhan, seolah-olah sedang mencari sesuatu. Barangkali sebuah dunia yang tak lagi mengeksploitasi tubuh mereka.
Jean menyebut ibunya sebagai seorang "pelukis penjelajah". GeneviƩve banyak melakukan perjalanan ke berbagai negara, dari Spanyol, Venesia, Yunani, hingga akhirnya sampai di Asia Tenggara. Selain di Paris, GeneviƩve pernah tinggal lama dan membuat workshop di Mykonos, Yunani. Di bengkel kerja itulah sebagian besar lukisannya dihasilkan. "Ketika menjelajah, ibu saya hanya membuat catatan atau sketsa. Saat kembali ke workshop, barulah ia membuat lukisan," tutur Jean.
Satu ciri ke-Eropa-an GeneviƩve yang tak hilang adalah penggunaan warna pastel. Lukisan cat berwarna buatan GeneviƩve tersapu warna-warni lembut yang tampaknya terbawa atmosfer Eropa yang selalu redup tak disinari matahari sepanjang tahun. GeneviƩve tak terpengaruh untuk melukis dalam warna tropis yang menyala-nyala meski sedang melukis tentang Laos atau Bali.
Moyang Kasih Dewimerdeka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo