Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Seporsi sarapan pikiran

Pengarang: peter tomasoa jakarta: sinar harapan, 1982 resensi oleh: prijono tjiptoherijanto. (bk)

2 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEROMBAKAN STRUKTUR TANPA PERUBAHAN PIMPINAN NASIONAL Penulis: Drs. Peter Tornasoa penyusun) Penerbit: Penerbit Sinar Harapan, 1982, Cetakan Pertama, 131 halaman "Atau apakah sejarah kelak akan berkata bahwa mereka itu (militer, pen.) meninggalkan warisan bagi instabilitas dan pergolakan yang tidak ada henti-hentinya sehingga keadilan dan kemakmuran tidak kunjung tercapai, seperti umpamanya diwariskan oleh generasi pembebas di negara-negara Amerika Latin kurang lebih 150 tahun yang lalu". Tentu saja jawabannya: tidak. Karena bagi T.B. Simatupang, yang menulis pertanyaan di atas, harus ada saling percaya antara TNI dan kekuatan-kekuatan sosial politik lainnya dalam melaksanakan pembangunan ini. Hal-hal seperti itu dilemparkan oleh buku kecil dengan judul yang cukup menggertak itu. Tetapi semua yang indah di atas harus didasari suatu political will dari semua pihak, khususnya pihak penguasa. Ini tidak saja disinggung oleh ahli politik seperti M.A. Gani, tapi juga oleh ekonom yang juga pengusaha, Frans Seda. Nah, rupanya yang satu itu memang belum tampak nyata. Sehingga orang seperti Mubyarto, dengan mengutip pendapat Aristoteles, bisa mengatakan "keadaan di mana manusia bebas dan orang miskin yang merupakan mayoritas diberi kekuasaan dalam negara" (hal 65) belum seluruhnya tercapai di alam Pancasila ini. Karenanya perlu dipertimbangkan orientasi baru dalam strategi pembangunan, dengan tekanan pada kebijakan kesempatan kerja penuh (full employment policy) dan peningkatan kebijakan serta program kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat (hal 67). Usaha ke arah itu tidaklah mudah. Karena, dalam pengamatan Frans Seda, banyak orang dan para pemimpin kita dewasa ini yang menginginkan pembangunan yang mau kita laksanakan adalah sekedar op een varm nestje te louwen in ket kapitalisme (untuk membangun sarang yang nyaman dalam kapitalisme hal 80-81). Sehingga, sependapat dengan Mubyarto, Frans Seda mengusulkan perlunya pengembangan lebih lanjut konsep Ekonomi Pancasila. Dan buru-buru keinginan itu ditanggapi pihak yang saat ini berkuasa. Tidak perlu strategi baru, begitu Emil Salim dalam tulisannya di buku yang disusun Peter Tomasoa ini. Kalau masalahnya keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat banyak, Pelita-Pelita yang akan datang menjawabnya. "Jer basuki mawa bed" kita harus tetap sabar. Lihat saja statistik kita. Sumbangan sektor pertanian pada PDB, yang pada 1960 tercatat 49,02%, di tahun 1980 telah menurun menjadi 29,03%. Sementara pada kurun waktu yang sama sumbangan sektor industri meningkat dari 25,06% menjadi 38,99%. Kita sedang merayap pada era industrialisasi. Karenanya, menurut Simon Kuznets, pada awal pertumbuhannya memang segi pemerataan yang akan menanggung beban. Menggembirakan, para ekonom menyadang juga pentingnya menengok indikator di luar laju pertumbuhan PDB. Seperti tingkat pendidikan, tingkat kesehatan yang tercermin dari membaiknya gizi serta nutrisi, sebagai tolok ukur berhasilnya pembangunan. Lebih menggembirakan lagi kcnyataan bahwa pihak nenguasa pun tampak menyadari, arah pembangunan harus lebih ditujukan pada kesempatan yang sama untuk masuk (equal acces) memperoleh fasilitas pendidikan, lapangan kerja dan kemajuan. Keyakinan-keyakinan semacam itu yang menyebabkan "Perombakan Struktur Tanpa Perubahan Pimpinan Nasional" tidak sekedar menjadi kumpulan makalah yang sarat dengan slogan. Tapi seporsi sarapan pikiran yang perlu disimak. Dalam hubungan dengan luar negeri, buku hasil diskusi KNPI ini mengingatkan agar kita berhati-hati dalam menanggapi gagasan 'Pacific Basin Community and Coopration' Jangan sampai, bila ASEAN sampai dapat ditarik masuk dalam gagasan tersebut, timbul kesan bahwa Indonesia, Malaysia, Muangthai dan Filipina menjadi kelompok negara North yang akan ditelan begitu saja oleh negara-negara North di kasawasan Pasifik tersebut -- yang terdiri dari Jepang, AS, Kanada, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura. Karena itu, ketergantungan yang biasanya berat sebelah memang harus diakhiri, dan diganti dengan kerjasama yang saling menguntungkan. Dan menyinggung masalah ketergantungan ini, Chalid Mawardi sebagai salah seorang penyumbang makalah mengingatkan akan ketergantungan Indonesia pada Muangthai dalam hal stock piling beras. Saat ini Muangthai telah menjadi salah satu life line Indonesia perut kita berada di sana. Sehingga timbul pertanyaan: haruskah kita mempertahankan Muangthai bila negara ini mcndapat serangan dari luar? Pertanyaan-pertanyaan menggoda semacam itu dilemparkan oleh berbagai penulis makalah dalam buku tersebut. Karena itu seluruh uraian di dalamnya menjadi cukup menggemaskan untuk dibahas tuntas. Di samping nilai yang cukup baik untuk isi buku, berbagai kesalahan cetak dan kesalahan nama seperti pada halaman-halaman 22, 66, 75 dan ]04-105 bukan merupakan hal yang mudah dimaafkan. Ditambah lay-out yang kurang rapi -- seperti terdapatnya judul yang sama di dua tempat, tidak dibedakannya huruf-huruf untuk sumber satu tabel dengan huruf bagi isi karangan, serta kurang seragamnya bentuk tabel, menimbulkan kesan ketergesa-gesaan. Segi editing pun rupanya perlu diperbaiki. Bagaimanapun, berbagai makalah yang diinginkan dirangkum menjadi satu buku hendaknya diseragamkan cara penulisannya. Paling tidak bisa dihilangkan basa-basi pembukaan yang kurang relevan. Kalau tidak, buku yang tercetak idak lain hanya akan merupakan kumpulan pidato. Prijono Tjiptobenjanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus