Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Simfoni kemerdekaan pesanan

Simfoni puisi 'kemenangan' karya pianis trisuci juliati kamal atas pesanan menteri daoed joesoef, selama 17 menit, seharga rp 500 ribu.

15 November 1980 | 00.00 WIB

Simfoni kemerdekaan pesanan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
UNTUK membangkitkan semangat kebangsaan, dipesan sebuah simfoni. Sekalian sebagai peringatan Hari Pahlawan 10 November, Senin lalu ciptaan itu diperdanakan oleh Orkes Studio Jakarta (OSJ) di Studio V RRI Jakarta. "Sudah saatnya melibatkan seniman musik untuk menciptakan musik perjuangan," kata Menteri Daoed Joesoef, sang pemesan. Tidak berarti selama ini tak ada musik jenis itu, tentunya: berbagai lagu mars ataupun 'langgam' bisa dijadikan contoh. Hanya dalam pemesanan rupanya terkandung maksud lain: mencoba "merangsang penciptaan jenis musik yang terdesak". April lalu gagasan itu -- konon diilhami pergelaran OSJ ketika memperingati 40 hari meninggalnya Bung Hatta, April lalu -- disambut J.A. Dungga, pengamat musik dan anggota kelompok kerja Menteri P&K. Atas saran Dungga, tugas dijatuhkan kepada komponis dan pianis Trisutji Djuliati Kamal--itu Ketua Ikatan Komponis Indonesia yang telah menciptakan antara lain 13 kom posisi orkestra. Rasa Syukur Kemenangan adalah simfoni puisi (poem symphony)--bentuk yang dipilih Trisutji karena memberi keleluasaan dan biasa digunakan untuk musik bertema. Gubahan yang diselesaikan empat bulan setelah Trisutji bertemu sang pemesan itu, rampung akhir Agustus, semula judulnya Kemerdekaan--memang ada rencana diperdanakan pada Hari Proklamasi Kemerdekaan lalu. Tapi "kemerdekaan punya arti terbatas," menurut Trisutji. "Jadi saya ganti dengan kemenangan yang lebih luas cakupannya." Tapi rencana pertunjukan perdananya tak jadi, karena waktu itu meski ciptaan sudah rampung Trisutji masih belum puas benar. Juga rencana diperdanakan dalam pergelaran OSJ 25 September lalu pun dibatalkan. OSJ, waktu itu giliran dipimpin Praharyawan Prabowo, tak sanggup mempergelarkannya hanya dengan latihan sekitar dua minggu. "Teknis sulit. Terutama pada bagian biolanya," kata sang konduktor kepada TEMPO. Ini diakui pula oleh Yap Tji Kian, solis biola OSJ. Trisutji, meski agak ragu, pun mengakui. "Barangkali karena nadanya lincah, untuk menggambarkan semangat perjuangan, teknis memang agak susah,"katanya. Akhirnya OSJ toh berhasil membawakan Kemenangan -- di bawah pemimpin lain yang sedang dapat giliran, Adidharma. Mereka pun membuka gubahan itu dengan pukulan gong -- disambut ketuk-ketuk temple block seperti sebuah pembukaan upacara yang keramat. Dikuatkan dengan gesekan selo yang menyusul Itulah intro yang menurut penciptanya dimaksud sebagai ungkapan "rasa syukur". Selanjutnya satu permainan penuh semangat dari berbagai warna bunyi: biola, seruling, selo, marimba, disela-selai bunyi gong memberi aksentuasi. Sebuah gambaran "gairah hidup dan gairah kerja". Dominasi perkusi--yang sejak awal telah terasa--semakin jelas. Gaung perkusi terutama yang muncul dari marimba, membangun suasana agung. "Suasana kemenangan," komentar Trisutji sendiri. Maka 17 menit Kemenangan terasa sesaat. Dan ciptaan pianis ini memang mengandalkan perkusi dalam pembentukan suasana pokoknya. Sama sekali tak digunakan piano. Trisutji memang pernah mempelajari perkusi dan musik rakyat. Bahkan lebih dari ketrampilannya pada piano, ia sebenarnya sangat menyukai perkusi. Gunung Agung Meletus, musik untuk balet yang dipergelarkan Farida Feisol tahun lalu, juga didominasi perkusi. Mungkin karena ia mencoba melahirkan musik yang berbau Indonesia. "Saya mencoba merangkum kebhineka-tunggal ikaan musik daerah kita. Sunda, Jawa, Bali, Batak, Maluku . . . " Memang ada perpaduan nada diatonis dan pentatonis yang baik. Bagi Adidharma sendiri Kemenangan cukup bermutu. Bahkan Prabowo menilai karya Trisutji yang pesanan ini lebih baik dari Api, orkestranya yang diciptakan 12 tahun lalu. Trisutji sendiri, yang 28 November ini tepat 44 tahun, pun puas "Keinginan saya bisa tercakup semua," katanya. Pemesannya sendiri, Menteri P&K, nampaknya juga cukup senang -- ehm. "Tak ada karya seni atau karya ilmiah yang mutlak memuaskan," komentarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus