Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sutradara Joko Anwar kembali menghadirkan karya terbarunya melalui film action-thriller berjudul Pengepungan di Bukit Duri atau The Siege at Thorn High yang dijadwalkan rilis pada 2025. Melalui film ke-11 ini, ia juga berkolaborasi dengan perusahaan Hollywood, Amazon MGM Studios yang dikenal melalui melalui sejumlah film kenamaan seperti Challengers, Blink Twice, American Fiction, dan Air.
Daftar Pemain Pengepungan di Bukit Duri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sineas peraih Piala Citra itu berkomitmen, melalui film Pengepungan di Bukit Duri, ia juga ingin berkolaborasi dengan lebih banyak pemeran muda berbakat di Tanah Air. Di antaranya yaitu:
- Morgan Oey
- Omara Esteghlal
- Hana Pitrashata Malasan
- Endy Arfian
- Fatih Unru
- Satine Zaneta
- Dewa Dayana
- Florian Rutters
- Faris Fadjar Munggaran
- Sandy Pradana
- Farandika
- Raihan Khan
- Sheila Kusnadi
- Millo Taslim
- Bima Azriel
Sinopsis Film Pengepungan di Bukit Duri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2027, Indonesia digambarkan dalam situasi yang kacau balau, terjebak dalam arus gejolak sosial yang tak terkendali. Konflik yang berlarut-larut, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial, membawa masyarakat pada jurang kehancuran. Dalam latar belakang suram ini, berdiri Edwin, seorang guru pengganti di SMA Duri—sekolah yang dikenal sebagai tempat bagi siswa-siswi bermasalah.
Edwin, diperankan oleh aktor Morgan Oey, bukanlah tokoh protagonis biasa. Ketika awalnya mengira tugasnya sebatas mengajar, situasi segera berubah menjadi lebih rumit. SMA Duri, tempatnya mengabdi, mendadak terkepung oleh kekerasan dan ketakutan.
Sekolah yang awalnya penuh masalah remaja biasa, kini menjadi medan pertempuran hidup dan mati. Edwin, yang tak pernah membayangkan dirinya harus bertarung untuk bertahan hidup, kini berjuang di tengah konflik mematikan. Kisah ini tak hanya menyuguhkan adegan aksi dan pertarungan fisik, tapi juga pertarungan moral dan etika di tengah krisis.
Latar sosial yang penuh diskriminasi menciptakan konflik yang nyata, seolah mengingatkan penonton pada rapuhnya batas antara harmoni dan kehancuran dalam kehidupan sosial. Joko Anwar berusaha meramu kisah ini dengan cermat, memadukan ketegangan dengan refleksi tentang ketidakadilan sosial dan urgensi yang terjadi di masyarakat.