Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah penambang mulai mempersiapkan perlengkapan mereka untuk memasuki lubang tambang tradisional bikinan warga sejak 1996 di Desa Anggai, Kecamatan Obi, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu per satu para penambang mulai memasuki lubang menggunakan alat seadanya. Mereka berusaha menembus lorong-lorong bawah tanah untuk menghancurkan dinding batu yang mengandung emas. Mereka bermodalkan senter, palu, betel, serta blower untuk bernapas di dalam lubang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tidak seperti aktivitas penambangan modern pada umumnya, penambang tradisional di Anggai hanya bermodalkan alat-alat sederhana dan yang paling penting modal utamanya hanyalah nyali dan tenaga," ujar Bilal, salah seorang penambang tradisional di daerah itu.
Sejumlah perlengkapan pekerja tambang di lokasi pertambangan rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 4 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra
Luas lubang itu 3-5 meter persegi dengan kedalaman hingga 50 meter. Para penambang memasuki lubang sambil memegang tali yang dijadikan penunjuk jalur. Bukan hanya kegelapan yang menghantui perjalanan menyusuri lubang, tapi juga tanah yang setiap saat dapat longsor. Namun, demi memenuhi kebutuhan hidup, hal-hal membahayakan nyawa pun kadang tidak mereka hiraukan.
Para penambang terkadang berada di dalam lubang itu selama dua hari untuk memahat dinding tanah yang mengandung emas dan mampu mengumpulkan 170-500 karung material batu.
Pekerja memahat batu di dalam lubang lokasi pertambangan rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 3 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra
Mereka lalu membawa hasil kumpulan batu itu ke tempat pengusaha tromol. Di sana, batu tersebut akan dihancurkan oleh pekerja tambang sampai seukuran kerikil hingga bebatuan halus. Kemudian bebatuan tersebut dicampur air perak atau merkuri dan dihaluskan lagi selama kurang-lebih empat jam menggunakan tromol.
Setelah melalui proses pengolahan, emas-emas mentah yang telah dibentuk tersebut dijual kepada para pengepul dengan harga Rp 700 ribu per gram. Mereka mampu menghasilkan 10-12 gram emas per satu kali proses penambangan yang memakan waktu 3-4 hari.
Pekerja beristirahat di dalam lubang lokasi pertambangan rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 3 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra
Tambang rakyat Anggai masih terus berproduksi sampai sekarang. Ribuan warga menggantungkan hidupnya pada tambang tradisional tersebut. Tidak ada pengelolaan khusus dari negara ataupun perusahaan tertentu, tapi tambang ini telah memiliki izin wilayah pertambangan rakyat sejak 2015.
Foto dan teks: ANTARA/Andri Saputra
Sejumlah pekerja mengangkat batu hasil tambang yang sudah dikarungi di lokasi pertambangan rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 4 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra,
Sejumlah pekerja tambang mengolah emas di lokasi pertambangan rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 4 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra.
Pekerja memperlihatkan proses memasak emas mentah hasil tambang di lokasi pertambangan rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 4 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra.
Pekerja memperlihatkan emas hasil tambang di lokasi pertambangan rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 4 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra.
Suasana perkampungan di lokasi pertambangan rakyat, Desa Anggai, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, 1 Februari 2024. ANTARA/Andri Saputra
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo