Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sahabat Tedjabayu Sudjojono, Andreas Harsono, mengenang Tedjabayu sebagai orang yang sangat teliti. "Dia salah satu orang yang paling siap dengan keamanan digital maupun fisik. Kewaspadaan dan keberaniannya membuat dia jadi rekan kerja yang penting sekali," kata Andreas Harsono saat dihubungi Tempo pada 25 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eks tapol 1965 dan penulis buku Mutiara di Padang Ilalang, Tedjabayu Sudjojono meninggal dunia pada usia 78 tahun hari ini, Kamis, 25 Februari 2021 pukul 11.45 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Pusat. Penulis Goenawan Mohamad mengatakan dugaan awal, Tedjabayu meninggal karena Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andreas mengatakan Tedjabayu suka mengenalkan berbagai cara penyamaran demi perlindungan kepada Andreas dan teman-temannya. "Mas Bayu (Sapaan Andreas kepada Tedjabayu) suka pakai nama samaran untuk menghindar dari penguntitan. Dia pun tahu apa yang harus dilakukan bila tertangkap musuh," kata Andreas.
Tedjabayu Sudjojono (kanan) bersenda gurau bersama sang istri, Tuti Pujiarti, di kedai kopi milik mereka yang berlokasi di Tangerang Selatan. Dok. Pribadi/Rivan Awal Lingga
Isu soal keamanan itu pula yang sering menjadi topik diskusi Andreas dan Tedjabayu. "Dia sering cerita bagaimana menghindar, atau apa yang harus dilakukan bila ditekan orang. Itu cerita menarik dan menjadi pelajaran penting," kata Andreas.
Andreas mengatakan berbagai ilmu soal perlindungan itu didapat Tedjabayu saat menjadi tahanan politik di Pulau Buru. Pengalaman itu pula diceritakan olah Tedjabayu di buku terbarunya berjudul Mutiara di Padang Ilalang. "Dia merekam semua pengalamannya saat jadi tapol. Salah satunya bagaimana dia survive dengan makan daging aneh-aneh," kata Andreas.
Hari ini, saat Tedjabayu Sudjojono tutup usia, Andreas mengingat pengalamannya menemani beberapa orang, termasuk Tedjabayu, yang hendak tampil dalam program Mata Najwa di Metro TV pada 22 April 2016. "Mereka akan bicara soal tragedi 1965. Salah seorang adalah Tedjabayu Sudjojono, mantan tapol Pulau Buru, sampai bebas 1977 berkat tekanan pemerintahan President Jimmy Carter terhadap Indonesia," kata Andreas.
Baca: Goenawan Mohamad Sebut Sosok Tedjabayu Sudjojono Tauladan Gerakan Prodemokrasi
Tedjabayu lantas bekerja di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, banyak mengurus perpustakaan. Andreas mengenal Tedjabayu sejak 1994. Saat itu, Andreas yang masih menjadi wartawan, cukup sering datang ke LBH. "Todung Mulya Lubis yang merekrut Mas Bayu karena keahliannya di bidang internet," kata Andreas yang masih terkejut .
Pada 1996, Tedjabayu Sudjojono pindah kerja ke Institut Studi Arus Informasi (Komunitas Utan Kayu) sampai pensiun.
Bagi Andreas, pengalamannya menemani Tedjabayu Sudjojono pada April tersebut sangat terkenang. "Saya menyaksikan seorang Tedjabayu bicara detail, rendah hati, soal penahanan dan ketidakadilan yang dia terima. Dia seseorang yang tegar, berani hadapi masa lalu, bahkan melihat sisi kemanusiaan dari tentara-tentara yang menahannya. Rest In Peace, Mas Bayu," kata Andreas.