Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Tingkah belanda di tanah jawa

Pengarang: j.w.b. money singapura: oxford university press, 1985 resensi oleh: onghokham. (bk)

17 Agustus 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAVA OR HOW TO MANAGE A COLONY Oleh: J.W.B. Money Penerbit: Oxford University Press, Singapura, 1985, Jilid I (331 halaman), jilid III (311 halaman) BUKU ini terbit pada pertengahan abad lalu, dan kini dicetak ulang oleh Oxford University Press. Zaman ketika buku itu terbit pertama kali dan sekarang jauh berbeda. Pada masa lalu istilah seperti "koloni", "imperialisme", "eksploatasi" adalah hal-hal terhormat. Kini, di Barat pun orang-orang menentang imperialisme, kolonialisme, dan melihat hal tersebut dengan kecaman. Kalau Money menulis bagaimana mengeksploatasi yang paling menguntungkan semua pihak, baik si penjajah maupun yang dijajah, pada zamannya hal itu tidak tercela. Bahkan sebaliknya, karyanya itu berfaedah. Pulau Jawa ketika di bawah Belanda, menurut Money, sebuah model koloni yang memberikan keuntungan setinggi-tingginya pada sang penjajah tanpa memelaratkan penduduk. Eksploatasi kolonial pada abad lalu sudah menerima prinsip bahwa eksploatasi hanya demi keuntungan saja tercela biarpun hubungan kolonial antara negara induk dan koloni adalah hubungan ekonomis. Apa sebenarnya relevansi penerbitan kembali buku ini? Untuk memperkenalkan juga eksploatasi penjajah di India - koloni Inggris waktu itu. Perbandingan sistem kolonial Inggris dan Belanda tentu menarik dari segi sejarah intelektual kolonialisme. Selain itu, sistem kolonial masih merupakan akar perbandingan development-economics. Ahli-ahli kolonial yang membicarakan Hindia Belanda, kecuali Money, adalah J.S. Furnivall, J. Chailley-Bert, G. Angoulevant, dan G.H. Bousquet dari Prancis, Clive Day, Amry Vandenbosch, dan Raymond Kennedey dari Amerika. Pada umumnya mereka melihat sistem kolonialisme di Jawa merupakan "bayi" kolonialisme Barat. Bahkan, menurut Sejarawan G. Masselman (1963), apa yang dilakukan Belanda sebagai sesuatu yang relatif dapat dipuji. Pada zamannya, para ahli kolonialisme ini sama terkenalnya dengan ekonom perkembangan dunia ketiga, seperti W. Rostow dan P. Worsley lainnya. Tetapi di antara para ahli kolonialisme ini tidak ada yang lebih memuji dan mengagumi sistem perekonomian kolonial Belanda seperti Money dalam buku ini. Sebagai perbandingan untuk menilai sistem kolonial Belanda di Jawa, Money memilih keadaan India pada 1850. Pada tahun itu lndia meletupkan pemberontakan terhadap kekuasaan Inggris, yang terkenal dengan nama Indian Mutiny. Pemberontakan ini akhirnya dapat ditindas tanpa menghilangkan masalah-masalah India, yang pada waktu Money menulis buku ini menyebutnya "dibebani utang-utang negara, ketidakpuasan, dan keresahan penduduk." Satu setengah abad lalu, sebelum adanya sistem Tanam Paksa (1830-70), situasi di Pulau Jawa menunjukkan keadaan yang sama menyedihkan seperti India pada 1850. Keadaan sebelum Tanam Paksa, kata Money, menunjukkan Pulau Jawa yang miskin, penuh dengan kriminalitas, keresahan di antara penduduk pribumi, utang negara yang besar, penghasilan yang berkurang dan ketidakpuasan di antara penduduk Eropa, anggaran belanja negara defisit, perdagangan dan penghasilan negara yang rendah, hubungan jelek antara orang Eropa dan pribumi, dan seterusnya (halaman VIII). Adalah sistem Tanam Paksa, menurut Money, yang mengubah semua itu. Sistem Tanam Paksa sebenarnya berakar pada sistem penyerahan hasil-hasil bumi, seperti gula, teh, kopi, dan nila, oleh para raja dan bupati Jawa pada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Yang menarik adalah bahwa sistem menyerahan hasil bumi itu oleh Th. S. Raffles ketika memerintah Jawa (1811-1816) sebagai gubernur Inggris, dikecam keras sekali. Lalu Raffles menghapuskannya, dan menggantinya dengan sistem pajak tanah. Beberapa puluh tahun kemudian Money memuji sistem Tanam Paksa itu dan menganjurkan diperkenalkannya pada kolonikoloni Inggris, khususnya di India. Nasihat-nasihat Money untuk penguasa Inggris di India tidak berhasil karena tulisan Money dikalangan penguasa Inggris sama sekali tidak berpengaruh. Inggris, yang punya sistem perekonomian lain daripada Belanda, waktu itu, memiliki tanah-tanah jajahan di mana-mana, yang dapat menghasilkan perkebunan, serta mereka lebih percaya usaha swasta daripada campur tangan negara ke dalam perekonomian. Sebaliknya, bagi orang Belanda, yang pro Tanam Paksa, buku Money dijadikan bahan propaganda untuk mempertahankan kebijaksanaannya. Tidak ada orang memang yang lebih membela Tanam Paksa daripada Money. Sebab, sejak Tanam Paksa, Money melihat bahwa penghasilan negara dapat dilipatgandakan, utang dibayar, defisit menjadi surplus, volume perdagangan naik, kriminalitas dan konflik berkurang. Selain itu, dikatakan pula, desa-desa kelihatan makmur (halaman 67-68). Dalam segi-segi negatif yang dimiliki sistem kolonial Belanda pun Money masih membelanya. Misalnya, dalam hal sistem kehakiman dan peradilannya. Penguasa Inggris di India, tulis Money, biarpun menghadapi masyarakat yang feodal, yang keadaannya seperti di Inggris pada abad ke-13, memperlakukan sistem pengadilan menurut prinsip-prinsip keadilan abad ke-19, yang sama rata tetapi tidak tergolong politik yang realistis. Orang Inggris di India, berlainan dengan orang Belanda di Jawa, tidak pernah mempersoalkan apa konsep keadilan abad ke-19, yang menurut prinsipnya harus diperlakukan pada setiap orang tanpa pandang bulu. Dengan kata lain, Money memuji sistem Belanda di Jawa yang memberi demikian banyak hak dan kedudukan demikian tinggi pada para bupati dan penguasa pribumi lainnya. Sebaliknya, ini juga diakui Money, sistem kolonial di Jawa bertentangan dengan semua prinsip keadilan dan pemerintahan Barat, sekalipun Belanda dapat memakmurkan orang Jawa. Ini hanya bisa terjadi karena pengawasan dan pengarahan tegas terhadap sistem tersebut. Kalau tidak ada pengawasan tegas, itu akan memelaratkan orang Jawa, yang tidak memiliki daya ataupun kesempatan untuk memprotes sistem itu. Walau begitu, masalah pendidikan untuk pribumi dan usaha-usaha peningkatan rohani atau budaya Belanda di Jawa dikritik Money. Ia membandingkannya dengan apa yang dilakukan Inggris di India. SISTEM Tanam Paksa sendiri, ketika Money menulis buku ini, sudah dikecam pedas golongan menengah di Belanda. Mereka menginginkan keuntungan dari koloni dan bukan keuntungan yang diperoleh negara kolonial. Pada 1870, golongan Liberal menang dari golongan Konservatif di Negeri Belanda lalu mereka menghapus sistem Tanam Paksa dengan menjual perkebunan-perkebunan pada swasta. Alasannya, menurut kaum Liberal, sistem Tanam Paksa memiskinkan penduduk Jawa, menyebabkan kelaparan, ketidakadilan, dan lain-lain. Sayangnya, sistem ekonomi "liberal" itu tidak pula berhasil memakmurkan penduduk di Jawa ataupun memperkaya usahawan swasta dalam bidang perkebunan dan perdagangan ekspor. Sistem Tanam Paksa, yang dipuji Money secara berlebihan, kini oleh kebanyakan sarjana, antara lain C. Geertz, dikecam sebagai salah suatu penyebab kemiskinan Jawa dan "involusi" kemunduran pertaniannya. Money terlalu naif memperkirakan bahwa ada suatu sistem perkembangan ekonomi yang dapat menguntungkan semua pihak. Sistem pertumbuhan ekonomi apapun selalu menimbulkan golongan yang mendapatkan keuntungan darinya dan golongan yang harus mengikat pinggangnya lebih ketat. Hubungan antara siapa yang menjadi kaya, karena apa, dan siapa yang dirugikan, mungkin harus diteliti untuk menghindari kepincangan mencolok dalam pertumbuhan ekonomi. Bukan saja pada angka-angka produksi dan pendapatan nasional, tapi juga pemerataan serta akibatnya bagi semua golongan. Onghokham

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus