Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Matahari telah menampakkan diri, mengusir embun yang bergelantungan di pucuk-pucuk pohon nipah. Cahayanya menerobos rimbunnya belantara, menghangatkan sepasang burung kirik-kirik laut (Merops philippinus) yang sedang bertengger. Kicauan burung dan suara lutung Jawa ikut menyemarakkan orkestra pagi di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Pandeglang, Banten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepasang burung Kirik-kirik laut (Merops philippinus) bertengger di ranting pohon di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. ANTARA/Muhammad Adimaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini Ujung Kulon genap 85 tahun menjadi kawasan penyelamatan satwa dan habitatnya. Penetapan itu dilakukan pemerintah kolonial Hindia Belanda pada 24 Juni 1937. Lalu, pada 1992, UNESCO menetapkan TNUK sebagai situs warisan alam dunia karena merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di Jawa bagian barat.
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) mencari makan di pohon nipah (Nypa fruticans) di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. ANTARA/Muhammad Adimaja
Di taman nasional ini terdapat tiga tipe ekosistem, yaitu perairan laut, rawa, dan daratan. Secara garis besar, TNUK dapat dibagi dalam tiga wilayah, yaitu semenanjung Ujung Kulon, Gunung Honje, dan Pulau Panaitan. Luasnya 122.956 hektare, yang terdiri atas 78.619 hektare daratan dan 44.337 hektare perairan.
Elang laut dada putih (Haliaeetus leucogaster) terbang di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. ANTARA/Muhammad Adimaja
Rusa Timor (Rusa timorensis) mencari makan di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.. ANTARA/Muhammad Adimaja
Taman nasional ini terkenal dengan keberagaman hayati, salah satunya sebagai habitat terakhir satwa endemik badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Beberapa fauna langka lainnya juga mendiami kawasan itu, antara lain owa Jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis aigula), dan anjing hutan (Cuon alpinus javanicus). Ada juga rusa Timor (Rusa timorensis), banteng Jawa (Bos javanicus), merak (Pavo cristatus), lutung Jawa (Trachypithecus auratus), dan elang laut dada putih (Haliaeetus leucogaster).
Banteng Jawa (Bos javanicus) dan Burung Merak (Pavo cristatus) jantan mencari makan di ladang pengembalaan, Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.. ANTARA/Muhammad Adimaja
Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) diabadikan menggunakan camera trap saat berkubang di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. ANTARA/Muhammad Adimaja
Kekayaan flora pun berlimpah. Lebih dari 700 jenis tumbuhan hidup di dalamnya, dan 57 di antaranya merupakan tanaman langka di Jawa, bahkan dunia. Flora di TNUK diklasifikasikan ke beberapa bagian, yaitu hutan hujan dataran rendah, hutan primer, hutan sekunder, dan hutan pantai. Sejumlah pohon tinggi bisa ditemukan di sana, seperti palem gebang, bengang, dan salam, yang dapat mencapai tinggi 40 meter. Ada pula pohon-pohon besar, seperti bayur, gadog, dan putat.
Burung Tikusan merah (Porzana fusca) mencari makan di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. ANTARA/Muhammad Adimaja
Petugas berpatroli di pantai kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. ANTARA/Muhammad Adimaja
Flora dan fauna yang eksotis serta beragam di taman nasional ini tentu menjadi aset yang harus selalu dirawat. Pemerintah menetapkan kawasan TNUK sebagai kawasan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. TNUK juga menjadi kawasan strategis nasional yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Peran berbagai pihak sangat penting untuk senantiasa menjaga kelestarian alam taman nasional ini sebagai warisan bagi generasi mendatang.
FOTO DAN TEKS: ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo