Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Beckett yang Diburu

Film Beckett berkisah tentang perburuan yang memancing paranoia. Tak ada tempat yang aman, tak ada orang yang bisa dipercaya.

28 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
John David Washington dalam Beckett. Netflix

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BECKETT (John David Washington), seorang turis Amerika, sedang menikmati liburan nyaris sempurna di Yunani ketika mendadak kemalangan beruntun menimpanya. Dia mengalami kecelakaan maut, kehilangan kekasih, lalu menemukan dirinya menjadi buruan entah siapa dengan alasan entah apa. Yang dia tahu, ia dikejar-kejar dan para pemburu tak segan mencabik tubuhnya dengan peluru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Situasi Beckett makin rentan karena dia tak dapat berbahasa Yunani dan tak akrab dengan tempat-tempatnya. Maka setiap percakapan dalam bahasa asing yang dia dengar terkesan seperti rencana persekongkolan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setiap belokan jalan bisa saja mempertemukannya dengan musuh tak dikenal. Apalagi warna kulitnya begitu mencolok di antara mereka yang berkulit putih. Film Beckett ini sengaja tak menyediakan terjemahan untuk dialog atau tulisan dalam bahasa selain Inggris sehingga penonton turut dapat merasakan alienasi yang dialami Beckett. Baginya, bahaya selalu berada tak lebih jauh dari uluran tangan.

Jhon David Washington dan Alicia Vikander dalam Beckett. Netflix

Kita pertama kali menemui Beckett di tempat tidur penginapan, sedang bermesraan dengan April (Alicia Vikander). Vikander cemerlang sekali tampil sebagai pasangan yang dapat dicintai dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Mereka lalu menikmati waktu berwisata di situs bebatuan, mengarang skenario tentang pengunjung lain, dan tertawa untuk lelucon yang hanya dimengerti mereka berdua. Mereka juga mendiskusikan gejolak politik dan prediksi chaos di Athena yang kelak ternyata menjadi plot penting dalam cerita.

Pembukaan film yang berisi adegan demi adegan pasangan dimabuk cinta ini berjalan lama dan lambat sekali. Gambar yang berbalut nuansa vintage menyamarkan kapan peristiwa ini terjadi. Sesaat Beckett sepertinya akan menjadi film romansa. Namun bolehlah sedikit bersabar dengan bagian ini karena, sepanjang sisa cerita setelahnya, Beckett tak punya waktu lagi untuk bersantai. Dia harus terus-menerus melompati bukit, terjun bebas ke jurang, mencebur ke sungai, menghentikan kereta yang melaju, dan berlari, berlari, terus berlari.

Adegan memburu Beckett. Netflix

Diproduseri Luca Guadagnino, yang sebelumnya menangani Call Me by Your Name (2017), Beckett pertama kali ditayangkan ke publik dunia dalam Locarno Film Festival ke-74, awal Agustus lalu. Netflix kemudian merilisnya mulai 13 Agustus. Penampilan John David Washington (putra pasangan aktor Denzel Washington dan Paula Washington) cukup diantisipasi, terutama setelah dia turut berperan dalam Tenet (2020). Sayangnya, dalam Beckett, Washington tak cukup didukung oleh plot cerita yang solid dan segar.

Beckett awalnya hendak diberi judul Born to Be Murdered (untunglah tidak jadi). Sesuai dengan judul teranyar, dapat dipastikan bahwa film ini berkutat pada Beckett seorang. Penonton melihat hampir segalanya dari perspektif Beckett.

Ketika perburuan terjadi dan Beckett sama sekali tak tahu-menahu mengapa dia dikejar, penonton juga berada dalam kegelapan yang sama. Kita akan mengumpulkan dan menyatukan satu demi satu kepingan puzzle berbarengan dengan penemuan Beckett. Ini pilihan sudut pandang cukup jitu untuk menjaga ketegangan karena ketidaktahuan sepanjang film berjalan.

Namun ada kalanya sudut pandang itu tak dijaga dengan tertib. Seperti saat pengejar Beckett menemukannya di kereta. Alih-alih memperlihatkan dari perspektif Beckett, kamera malah masuk dari sudut pandang pengejar. Efek kejutnya berkurang drastis.

Kesan tak konsisten itu juga terasa dalam motif penggerak cerita. Silang politik para pembesar negeri dimasukkan untuk membuat pelarian Beckett lebih gawat dan berkaitan dengan alasan-alasan yang lebih penting. Namun pada akhirnya penonton hanya dibuat bertanya-tanya apa betul perburuan ini sepenting itu.

Perlu diingat bahwa Beckett hanya lelaki biasa. Dia bukan Jason Bourne atau Ethan Hunt yang pandai membaca plot konspirasi sekaligus lihai berlaga. Saat berhadapan dengan para pemburu, bentuk bela diri Beckett adalah gerak serampangan untuk mempertahankan hidup sedapatnya, bukan jurus yang terukur dan dapat melumpuhkan.

Luka-luka di kulit dan dagingnya diperlihatkan dengan dekat dan nyata. Sering kali dia juga dengan mudahnya mempercayai orang lain. Sampai di sini, penonton dapat dibuat percaya bahwa apa yang menimpa Beckett adalah mimpi terburuk bagi seorang warga biasa-biasa saja yang tiba-tiba tercebur dalam konspirasi politik tingkat negara.

Adegan memburu Beckett. Netflix

Sayangnya, di sisi lain, Beckett juga diperlihatkan tetap dapat berdiri tegak dan berlari kencang setelah semua kecelakaan, tembakan, tusukan, dan pukulan yang menghajar tubuhnya. Kepercayaan kita tadi pun luntur diganti wasangka jangan-jangan Beckett sebenarnya adalah manusia super anggota Avengers.

Seperti banyak film laga Hollywood yang berlatar di negara lain, dalam film ini, Kedutaan Besar Amerika Serikat juga menjadi satu-satunya tujuan suaka bagi mereka yang diburu.

Beckett mencoba bertahan hidup setidaknya hingga dia mencapai kantor kedutaan di Athena. Ada momen jeda dan Beckett mengira telah mencapai tempat aman. Tapi kita tahu keamanan itu hanya ilusi. Segera, jantung dipacu lagi lewat berbagai sinyal darurat yang dimunculkan satu per satu.

Netflix

Beckett

Sutradara: Ferdinando Cito Filomarino
Penulis skenario: Ferdinando Cito Filomarino, Kevin A. Rice
Pemain: John David Washington, Alicia Vikander, Vicky Krieps, Boyd Holbrook
Distributor: Netflix

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Moyang Kasih Dewi Merdeka

Moyang Kasih Dewi Merdeka

Bergabung dengan Tempo pada 2014, ia mulai berfokus menulis ulasan seni dan sinema setahun kemudian. Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ini pernah belajar tentang demokrasi dan pluralisme agama di Temple University, Philadelphia, pada 2013. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk belajar program master Social History of Art di University of Leeds, Inggris. Aktif di komunitas Indonesian Data Journalism Network.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus