Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menjelaskan tindakan penyerangan Mabes Polri, Jakarta Selatan oleh seseorang berinisial ZA bisa jadi bukan termasuk tindakan terorisme.
Menurun Reza, dalam dunia kriminalitas ada istilah tersendiri untuk menyebut penyerangan terhadap pelaku penyerangan polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di Amerika Serikat, mengacu The Serve and Protection Act, serangan terhadap aparat penegak hukum disebut sebagai hate crime. Bukan terrorism. Di Indonesia boleh beda tentunya," ujar Reza kepada Tempo, Kamis, 1 April 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Reza menjelaskan penyebutan hate crime menunjukkan bahwa pelaku penembakan yang menyasar polisi tidak serta-merta disikapi sebagai terduga teroris. Ia mengatakan butuh cermatan spesifik kejadian per kejadian aksi penembakan itu.
Hal ini, menurut Reza, penting untuk dilakukan karena dapat berdampak pada pasal yang dikenakan kepada pelaku. "Untuk memprosesnya secara hukum dengan pasal yang tepat sekaligus menangkal kejadian berikutnya secara tepat sasaran," kata Reza.
Sebelumnya, ZA menyerang Mabes Polri, Jakarta pada Rabu sore, 31 Maret 2021. Ia melepaskan lima tembakan ke arah petugas menggunakan senjata gas yang sudah dimodifikasi.
Dalam video CCTV yang beredar, ZA datang ke Mabes Polri tanpa terlihat mencurigakan dan langsung menyerang pos polisi menggunakan pistol. Wanita 25 tahun itu menyerang petugas yang berada di dalam pos. Aksinya baru terhenti setelah pihak kepolsian melumpuhkannya dengan tembakan.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut ZA yang menembaki Mabes Polri memiliki ideologi ISIS. Sigit juga menyatakan bahwa ZA merupakan lone wolf atau teroris yang bergerak sendiri tanpa berkelompok.
M JULNIS FIRMANSYAH