Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menganggap putusan sela Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh mampu membuat Kejaksaan Agung merasa sebagai penuntut umum tertinggi sebagaimana tertuang dalam Undang-undang (UU) Kejaksaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Keuntungan untuk Jaksa Agung selaku pribadi tentunya tak ada, tetapi secara kelembagaan tentunya ada,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak kepada Tempo, Kamis, 30 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanak mengatakan, bagi kelembagaan Kejaksaan Agung, bila ada perubahan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, kewenangan KPK untuk menuntut perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) harus mendapat pelimpahan kewenangan/delegasi terlebih dahulu dari Jaksa Agung sebagaimana tertuang dalam buku yang diterbitkan oleh Kejaksaan.
“Mereka lupa UU Kejaksaan itu bersifat umum dan UU KPK itu bersifat khusus sehingga berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali, kedudukan Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi bisa dikesampingkan oleh UU KPK yang khusus untuk menuntut perkara Tipikor,” kata Tanak.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor menilai Jaksa KPK seharusnya mendapatkan pendelegasian wewenang dari Jaksa Agung untuk menuntut seorang di pengadilan. Hal itu, menurut hakim anggota Rianto Adam Pontoh, sesuai dengan asas Single Prosecution System (Sistem Penuntutan Tunggal) dan Domitus Litis (penguasa perkara).
“Artinya, tak disertai pendelegasian wewenang sebagai penuntut umum dan tak adanya keterangan (penjelasan) tentang pelaksanaan wewenang serta instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang. Sehingga dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat pendelegasian tersebut di atas,” katanya saat membacakan putusan sela di PN Jakarta Pusat, Senin, 27 Mei 2024.
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim, setiap jaksa pada KPK yang bertindak sebagai penuntut umum dalam melakukan penuntutan setiap perkara Tipikor dan TPPU adalah berdasarkan surat perintah Direktur Penuntutan KPK, sementara yang bersangkutan tak memiliki wewenang.
“Surat perintah Jaksa Agung harus terlebih dahulu diterbitkan penunjukan penuntut umum untuk menyelesaikan perkara dari Direktur Penuntutan KPK berdasarkan Pasal 18 Ayat 1 UU No 11 Tahun 2021,” kata majelis hakim.
Karena putusan itu, KPK pun terpaksa kembali melepas Gazalba Saleh. Hakim Agung nonaktif itu telah dilepaskan pada Senin sore lalu. Meskipun demikan, KPK menegaskan Gazalba Saleh tetap berstatus tersangka atau terdakwa.