KETIKA dikembalikan ke sel yang sempit, tubuh saya sudah penuh
luka memar. Saya kemudian dipaksa mengenakan masker gas yang
membuat paru-paru sesak bernapas. Namun keadaan Zhang Wenhe,
salah seorang pendiri Liga Hak Asasi RRC, lebih buruk lagi.
Sudah beberapa bulan kakinya dirantai. Karena rantai besi itu,
sulit baginya mencapai piring nasi dan pergi ke toilet. Tubuhnya
robek-robek -- penuh luka siksaan.
Cerita suram itu ditulis Liu Qing dari kuil Lianhua, sebuah kamp
kerjaburuh di Provinsi Shaanxi, RRC. Liu, bekas Wakil Pemimpin
Redaksi koran bawah tanah Forum 15 April, menyelundupkan
catatannya lewat seorang kurir. September lalu, kisah tersebut
muncul secara luas di berbagai pers Amerika.
Liu disergap sejumlah pisi Biro Keamanan Rakyat (BKR) pada 11
November 1979 di Jalan Xidan, Beijing, ketika lonjual seribu
eksemplar naskah pembelaan Wei Jing Jingsheng di pengadilan.
Wei, bekas pemimpin redaksi majalah bawah tanah Tansuo
(Eksplorasi), yang didakwa membocorkan rahasia militer kepada
negara asing, dijatuhi hukuman penjara 15 tahun. Dia juga
kehilangan hak berpolitik selama tiga tahun.
Tanpa Surat
Di kantor BKR, Liu kemudian diinterogasi dan diancam tidak akan
dibebaskan jika dia menolak menjawab pertanyaan. Dia dipaksa
agar mengaku telah "mengganggu ketertiban umum". Tapi Liu
rupanya dianggap keras kepala. Selama enam bulan dia
dipenjarakan tanpa surat penahanan. Selama itu pula dia disiksa
dan diperlakukan tak layak. Sementara hang Wenhe, Chen Lu, Fu
Yuehua, Wei Jingsheng dan Ren Wanding (Ketua Liga Asasi RRC),
yang ditangkap dan dipenjarakan sejak April 1979 mendapat
perlakuan lebih buruk dibanding Liu.
Masih tanpa diadili, 21 luli tahun lalu, Liu dipindahkan ke kamp
kerja di Kuil Lianhua, dan direncanakan tinggal di situ sampai
November 1981. Dengan berbagai cara, dia menyelundupkan
catatannya ke Wakil PM Deng Xiaoping, berbagai media massa dan
sejumlah pimpinan RRC. Tapi tak satu pun pers di sana berani
menerbitkan catatan suramnya, yang melulu berisi penderitaan.
Dalam suatu naskah lain (200 halaman), dia juga menantang para
pejabat di Beijing agar mau mengadilinya secara terbuka. "Saya
(ibarat) burung kecil yang jatuh ke sangkar anda, dan tak pernah
punya pilihan," tulis Liu.
Terhadap pembangkang semacam Liu, Beijing tak pernah memberi
peluang. Pers pemerintah mengganyang mereka. Dan mereka malah
dituduh menyebarkan semangat ultraindividualisme, pessimisme dan
nihilisme. Atau mereka dianggap "melancarkan oposisi terhadap
kepemimpinan partai," seperti dikatakan Deng. Dan di musim semi
tiga tahun lalu, Bai Hua, pengarang terkenal, diganyang koran
Tentara Pembebasan. Koran itu menuduh Kepahitan Cinta, karya Bai
Hua, menyebarkan "kebencian terhadap partai dan tanah air".
Tahun itu, sepuluh pengarang dijadikan sasaran kampanye "kritik
dan mawas diri" yang dilancarkan Deng.
Pembersihan juga dilakukan terhadap Gerakan Demokrasi yang
banyak menempel poster di Dinding Demokrasi. (Di tempat ini,
Deng pernah dikecam Wei Jingsheng). Desember 1979 itu, penguasa
RRC mencabut SIT (Surat Izin Tempel) Dinding Demokrasi di Jalan
Xidan, Beijing. Sejumlah 50 penerbitan bawah tanah dibreidel
pula. Tapi koran bawah tanah Tanggung Jawab masih sempat
beredar secara tak tetap. Kendati demikian, 50 aktivis Gerakan
Demokrasi 1978-1979 akhirnya berhasil ditangkap -- sebagian
diadili dan sebagian lagi dibuang ke kamp kerja.
Sejumlah koresponden asing, yang memelihara kontak dengan para
pembangkang, mendapat peringatan keras akhir-akhir ini dari
penguasa Beijing. Michael Weisskopf dari The Washington Post
(AS), misalnya, dipanggil seorang pejabat Departemen Luar
Negeri. Tulisannya mengenai pembangkang Liu Qing dianggap
bohong. "Jika hal ini masih terjadi di masa depan, anda akan
memikul sendiri seluruh tanggungjawab kejadian tersebut, "
katanya. Sebelumnya, Wakil Menlu Zhang Xidong juga sudah
memperingatkan. "Saya harap kalian tidak terlibat dengan gerakan
ilegal di RRC," katanya. "Penerbitan bawah tanah adalah
aktivitas ilegal."
Dan sejak itu, sejumlah koresponden asing berada di bawah
pengawasan aparat keamanan RRC. Suasana di Beijing kini dianggap
lebih buruk dibanding Moskow. "Kini bukan saatnya bagi kita
saling bertemu," kata dua orang Cina (pembangkang) kepada
seorang warta wan asing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini